Mohon tunggu...
Bonar Hamari
Bonar Hamari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Horor Industri dan Romantisme Pertanian

7 Agustus 2017   10:25 Diperbarui: 7 Agustus 2017   10:44 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Industri kerapkali dicap sebagai biang keladi rusaknya bumi. Dan sebaliknya, pertanian adalah hal yang suci, sakral, dikenal akrab dengan alam karena mereka 'bersahabat' dengan alam sehingga tak mungkin menjadi pelaku rusaknya lingkungan.

Semisalnya saja, orang akan mengangguk setuju jika dikatakan bencana banjir, tanah longsor, kekeringan, polusi, dan sederet kejadian mengerikan lainnya adalah ulah tangan industri. Maka kemudian, anggapan ini menjadi sebuah pemaksaan persepsi yang dianggap benar seluruhnya dan negara harus tunduk pada satu sektor yang begitu baper jika ditinggalkan. Karena pertanian adalah makhluk yang haus perhatian.

Sehingga kemudian konflik yang banyak ditemui di muka bumi adalah konflik agraria, pembenturan kaum agraris yang digambarkan sebagai kalangan lemah dengan kaum industrialis yang dianggap sebagai poros kapitalis. Benar itu terjadi, namun hal demikian akan lebih dominan terjadi jika saja pelaku industrialis adalah kalangan privat, yang murni mengejar marjin keuntungan. Pertanyaannya, jika pemerintah sebagai pelaku industri lewat badan usahanya apakah berlaku juga? Yang padahal notabenenya, kegiatan usaha yang dilakukan pemerintah berpijak pada UUD yang mengamanatkan industri untuk kepentingan bangsa.

Sejarah panasnya konflik agraris dan industrialis kemudian memunculkan gagasan oleh kaum kapitalis sesungguhnya yang menjadikan pertanian sebagai alat bisnis memuluskan langkah mereka. Menekan kompetitor dengan isu-isu lingkungan, membenturkan dengan pertanian, lalu masuk menguasai pasar. Dan kebanyakan korbannya adalah industri milik pemerintah. Itulah yang terjadi di konflik Semen Rembang, pemerintah 'digebuk' kanan kiri oleh kompetitor lewat tangan ormas lingkungan.

Siapa bilang pertanian selalu mulus selaras dengan alam tak menimbulkan kerusakan? Sistem pertanian yang tak ramah, penggunaan pestisida yang berlebihan, tak menerapkan sistem intensifikasi pertanian, adalah hal-hal kecil yang ikut merusak bumi. Dan hal demikian masih menjadi kegiatan yang banyak dilakukan oleh petani kita. Jadi, peduli dan menjaga bumi bukan hanya soal pekerjaan dekat atau tidak dengan alam. Peduli lingkungan, peduli bumi adalah soal perilaku, kebiasaan kita yang mampukah menjaga bumi dengan aksi nyata.

Maka itu, kita mengenal suistinable development. Jangankan industri, pertanian sekalipun andai tak menerapkan sistem keberlanjutan, percuma. Majunya Indonesia tidak bisa hanya mengunggulkan satu sektor, tetapi setiap lini bergerak bersama. Industri dan pertanian mampu kok harmonis, itulah yang terjadi di Tuban. Petani dibuat 'gila' oleh industri, lahannya yang dulu kering pada akhirnya mampu diolah setahun tiga kali tanpa harus angkat kaki akibat industri.

Masihkah percaya industri adalah cerita horor dan pertanian selalu romantis? Saya tidak!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun