Entah sudah berapa lama aku membunuh waktu
Merenung di bawah rimbunnya pepohonan angsana
Embusan sayap sang bayu mencoba mengusik mataku
Guguran bunga kuning itu beterbangan
Membuka kembali lembaran-lembaran usang
Bertaut berkelindan bersama hasrat yang belum terpenuhi.
Ada duka tak berperi
Tapi ada suka yang sekejap bertepi
Kaki sudah melangkah untuk mencari makna dua belas purnama
Namun sang matahari jua pada akhirnya menentukan
Meskipun belum menampakkan sinarnya kau paksa berpijar dengan bunga kembang api
Ilusi yang selalu berulang dan menipu bayang-bayang di manik mataku
Mungkin aku lupa akan janji seribu bulan
Saat matahari tunduk dan meredupkan sinarnya
Mengembuskan sayap-sayap sang bayu merasuk ke sanubari
Mengumpulkan titik-titik embun di palung hati
Menumbuhkan kuntum-kuntum bunga melati
Dan membuka pintu-pintu langit
Wanita tua renta dengan pandangan sayu
Di atas kursi rodanya dia selalu bermunajat
Membuka tabir kegelapan dunia fana
Merantai tangga menuju nirwana
Waktu pun seolah berhenti menyanjungnya
Dia duduk memeluk matahari mendekap erat panas sinarnya
Agar aku tidak terbakar diperjalanan dua belas purnama nantinya
Ibu, kini saatnya aku memeluk anganmu
Melewati warsa yang ternyata telah berganti hari
Solo.01.01.2020
Bomowica