Mohon tunggu...
Masbom
Masbom Mohon Tunggu... Buruh - Suka cerita horor

Menulis tidaklah mudah tetapi bisa dimulai dengan bahasa yang sederhana

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Memeluk Matahari

1 Januari 2020   11:23 Diperbarui: 1 Januari 2020   11:20 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah sudah berapa lama aku membunuh waktu
Merenung di bawah rimbunnya pepohonan angsana
Embusan sayap sang bayu mencoba mengusik mataku
Guguran bunga kuning itu beterbangan

Membuka kembali lembaran-lembaran usang
Bertaut berkelindan bersama hasrat yang belum terpenuhi.
Ada duka tak berperi
Tapi ada suka yang sekejap bertepi

Kaki sudah melangkah untuk mencari makna dua belas purnama
Namun sang matahari jua pada akhirnya menentukan
Meskipun belum menampakkan sinarnya kau paksa berpijar dengan bunga kembang api

Ilusi yang selalu berulang dan menipu bayang-bayang di manik mataku
Mungkin aku lupa akan janji seribu bulan
Saat matahari tunduk dan meredupkan sinarnya
Mengembuskan sayap-sayap sang bayu merasuk ke sanubari

Mengumpulkan titik-titik embun di palung hati
Menumbuhkan kuntum-kuntum bunga melati
Dan membuka pintu-pintu langit
Wanita tua renta dengan pandangan sayu

Di atas kursi rodanya dia selalu bermunajat
Membuka tabir kegelapan dunia fana
Merantai tangga menuju nirwana
Waktu pun seolah berhenti menyanjungnya

Dia duduk memeluk matahari mendekap erat panas sinarnya
Agar aku tidak terbakar diperjalanan dua belas purnama nantinya
Ibu, kini saatnya aku memeluk anganmu
Melewati warsa yang ternyata telah berganti hari

Solo.01.01.2020
Bomowica

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun