Mohon tunggu...
Bobby Triadi
Bobby Triadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis sambil tersenyum

Lahir di Medan, berkecimpung di dunia jurnalistik sejak tahun 1998 dan terakhir di TEMPO untuk wilayah Riau hingga Desember 2007.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tangan Bersih Kudeta SBY di Partai Demokrat

2 Maret 2021   06:13 Diperbarui: 2 Maret 2021   06:24 4189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anas Urbaningrum saat menghadap SBY di Bandung. Menjelang Kongres II Partai Demokrat/tempo.co

Tiga hari menjelang keberangkatannya ke Bandung untuk menghadiri kongres, Anas Urbaningrum dipanggil SBY ke Wisma Negara, yang memintanya mundur sebagai calun ketua umum dan menjajikan jabatan sekretaris jenderal, dengan catatan Anas Urbaningrum total mendukung pencalonan Andi Mallarangeng.

Rupanya Anas Urbaningrum menolak permintaan tersebut. Bahkan kabarnya, Anas meminta SBY untuk menyampaikan langsung soal permintaan mundur dan janji jabatan sekretaris jenderal itu kependukungnya. Soal permintaan Anas itu pun ternyata ditolak SBY atas nama bapak demokrasi Indonesia.

Tidak berhenti sampai disitu. SBY juga mengerahkan beberapa menteri untuk melobi Anas Urbaningrum di Bandung agar bersedia mundur dari pencalonan. Anas menyebutkan sejumlah menteri yang diutus itu adalah Djoko Suyanto, Syarif Hasan, Jero Wacik, EE Mangindaan dan Susi Silalahi.

Jagoan SBY, Andi Mallarangeng yang optimis menang di-back up full oleh kekuatan istana hanya memperoleh 82 suara. Kalah telak diputaran pertama oleh Anas Urbaningrum yang kala itu masih berusia 41 tahun dan berhasil memperoleh 236 suara dan Marzuki Alie 209 suara.

Diputaran kedua, peta politik berubah suara pendukung Andi terpecah, tidak solid berpindah dukungan ke Marzuki Alie secara penuh. Beredar kabar, pendukung mantan Ketua Umum Alm. Hadi Utomo yang adalah adik ipar Ani Yudhoyono meminta loyalisnya untuk memberikan suaranya kepada Anas. Memang, ada keretakan hubungan antara Hadi Utomo dan Marzuki Alie selama waktu menjabat sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal.

Setelah kongres berakhir dan dipilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum pun bermanuver mendinginkan tensi pasca kongres. Ditemani Ahmad Mubarok, Anas sowan kepada Ibu Ageng, mertua SBY yang tak lain adalah ibu kandung Ani Yudhoyono.

Kata Bu Ageng, sepanjang berlangsungnya Kongres Bandung, beliau selalu mengikutinya lewat televisi. Dan beliau menyatakan senang dan lega ketika menyaksikan berita di televisi bahwa Anas Urbaningrum-lah yang terpilih.

Dari sanalah muncul istilah, "Anas Urbaningrum bukanlah anak yang dikehendaki kelahirannya. Anas Ubaningrum hanyalah anak yang dipungut!"
Kepemimpinan Anas di Partai Demokrat pada masa itu ternyata tidak main-main, ada 51 Ketua DPC dan DPD yang adalah kepala daerah ditiap tingkatan, mulai dari Gubernur, Wakil Gubernur, Walikota, Wakil Walikota, Bupati dan Wakil Bupati. Anas menunjukkan bahwa dirinya memiliki integritas dan kemampuan yang tinggi mengelola organisasi dengan baik. Popularitas dan elektabilitasnya pun melejit kencang, hingga muncul wacana publik melelui sebuah hasil survei yang mengatakan Anas Urbaningrum Calon Presiden paling potensial 2014.

Gerakan Kudeta Dimulai

Ada yang panas dingin dengan prestasi itu. Telinga tipis. Semua kata yang masuk ke telinga, diserap dan dimasukkan ke hati. Seketika angin sepoi-sepoi berubah menjadi badai yang menghantam kapal besar Partai Demokrat. Sejumlah kader terseret arus korupsi. Ada yang muncul namanya diawal, lalu hilang seketika dan muncul nama baru yang kuat diduga sebagai nama pengganti, tumbal untuk menghilangkan nama-nama orang tertentu yang berada dalam satu halaman rumah. Anas Urbaningrum tiba-tiba ditarik, diseret masuk ke dalam arus pusaran badai.

Karena kita sedang membahas kudeta Partai Demokrat, urusan siapa-siapa saja nama yang sempat muncul diawal-awal kasus Nazaruddin yang berasal dari lingkungan karesidenan dan lalu hilang dan digantikan Anas Urbaningrum sebaiknya tidak perlu dulu untuk dibahas.

Pendek kata, hampir selama 2 tahun Partai Demokrat dihantam bertubi badai bertubi. Efeknya, elektabilitas partai turun dan Anas Urbaningrum harus mundur, digantikan atau dihilangkan sekalian dari Partai Demokrat.

Para pendiri partai pun dipersatukan, digandeng dan lalu dibuatlah Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator Partai Demokrat (PD) yang pertemuannya diselenggarakan di Hotel Sahid, 13 Juni 2012, malam hari. Para pendiri dan deklarator Partai Demokrat rencananya akan membuat pernyataan politik yang akan diserahkan kepada SBY selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Salah satu sikap politik yang akan diambil itu adalah menyangkut citra Partai Demokrat terkait kasus Hambalang dan Wisma Atlet. Itu rencana yang dimunculkan untuk dikonsumsi publik.

Beda dengan cerita dibelakang panggung, info yang beredar adalah adanya upaya sejumlah elit Partai Demokrat untuk menonaktifkan Ketua Umum Anas Urbaningrum. Namun upaya kudeta yang pertama itu gagal total alias gatot, karena sudah terlanjur beredar luas ke wartawan. Anas tetap menjadi Ketua Umum, hingga pada lebih kurang 7 bulan berikutnya.

Drama Pengkudetaan Anas Menggunakan Tangan KPK

Ketika SBY sedang di Jeddah, Arab Saudi, Senin, 4 Februari 2013, sekelompok elit demokrat yang berada di dalam pemerintahan SBY menelpon SBY dan menyampaikan pesan terkait kondisi elektabilitas partai. Seketika, SBY pun menggelar siaran pers dari Jeddah yang dikenal sebagai pemicu dibocorkannya draft sprindik Anas Urbaningrum ke publik.

"Saya mohon kepada KPK untuk, ya, bisa segera konklusif dan tuntas. Jika salah, ya kita terima memang salah. Kalau tidak salah, kami juga ingin tahu kalau itu tidak terlibat," kata SBY. "Termasuk Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang diperiksa dan dicitrakan secara luas di Tanah Air sebagai bersalah atau terlibat dalam korupsi ini, meskipun KPK belum menentukan hasil pemeriksaan."

Sehari sebelum jumpa pers itu, di Jakarta, elite Demokrat ribut mendapati survei Saiful Mujani Research and Consulting. Tingkat keterpilihan Demokrat tinggal 8,3 persen. Di sini terkuak jelas faksi di tubuh Demokrat. Elite partai yang berseberangan dengan Anas berharap SBY selaku pendiri dan ketua dewan pembina menyelamatkan partai. Mulai diwacanakan agar Anas mundur atau menggelar kongres luar biasa untuk melengserkan mantan Ketua Umum PB HMI tersebut. Pihak pro-Anas menyatakan tak ada celah melengserkannya.

Kembali ke Tanah Air, SBY langsung mengumpulkan para anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat dan para menteri yang berasal dari Demokrat di kediaman pribadinya, Cikeas, Bogor, Jumat malam, 8 Februari 2013.

Sementara di KPK, sejak Kamis malam mulai muncul isu, Anas segera ditetapkan jadi tersangka. Bahkan, ada media yang mengabarkan status Anas sebagai tersangka Kamis malam itu. Isu ini terus bergulir hingga Jumat dengan sumber anonim meskipun Juru Bicara KPK Johan Budi SP berkali-kali membantah.

Muncul juga berita mengejutkan soal status Anas sebagai tersangka disertai foto dokumen yang diduga surat perintah penyidikan (sprindik). Dalam dokumen tersebut ditulis nama Anas sebagai tersangka dan diparaf tiga orang pimpinan KPK. Johan menyatakan, informasi apa pun dari KPK yang tidak bersumber dari dirinya dan pimpinan atau pihak yang ditunjuk pimpinan adalah berita bohong.

Dua wakil ketua KPK, Busyro Muqoddas dan Adnan Pandu Praja, yang dimintai konfirmasi soal status tersangka Anas menyatakan tidak benar. "Sprindiknya saja belum ada, belum tersangka," ujar Busyro.

Informasi agak berbeda disampaikan Ketua KPK Abraham Samad. Menurut Abraham, sudah ada kesepakatan soal sprindik Anas, tetapi harus ada tanda tangan seluruh pimpinan. Lalu, bagaimana dengan dokumen yang diduga sprindik atas nama tersangka Anas?

Dokumen tersebut ternyata draf yang berisi paraf tiga pimpinan KPK, termasuk Abraham. Disebut draf karena sprindik sejatinya hanya ditandatangani Ketua KPK setelah pimpinan lain menyetujuinya. Draf sprindik biasanya berisi paraf pimpinan KPK. Setelah draf selesai diparaf, baru diterbitkan dokumen sprindik lengkap dengan nomor dan tanda tangan Ketua KPK.

Kamis malam, kabarnya ada tiga pimpinan KPK yang meneken paraf di draf sprindik. Belakangan seorang pimpinan KPK mencabut parafnya di draf karena ternyata belum ada gelar perkara besar yang dihadiri dua pimpinan lain. Dua pimpinan KPK lainnya tengah bertugas di luar Jakarta. Salah satunya bertugas di luar negeri.

Jumat pagi itu, pimpinan KPK yang mencabut parafnya di draf sprindik terus dilobi agar tak mengubah keputusannya. Pihak yang melobi adalah pimpinan KPK yang ngotot agar draf sprindik segera "jadi" sprindik. Dengan hanya dua paraf pimpinan, tentu tak mungkin draf itu jadi sprindik resmi. Pasalnya, Jumat malam itu, SBY akan menggelar jumpa pers mengumumkan langkah penyelamatan Demokrat.

Tak menunggu proses penerbitan sprindik dari KPK, SBY yang sudah berada di Cikeas malam itu langsung mengumumkan langkah kudetanya dengan memakai istilah penyelamatan partai dihadapan anggota Majelis Tinggi, para menterinya dan disaksikan oleh publik luas melalui siaran pers di jaringan tv publik.

Majelis Tinggi Partai Demokrat yang diketuai SBY mengambil alih kewenangan DPP Partai Demokrat. Posisi Anas Urbaningrum sebagai ketua umum, kewenangannya diambil paksa oleh SBY. Anas dikudeta SBY.

"Kepada Ketua Umum Partai Demokrat saudara Anas Urbaningrum yang tetap menjadi Wakil Ketua Majelis Tinggi, sementara saya memimpin langsung gerakan penataan, pembersihan dan penertiban. Saya beri kesempatan untuk fokus pada upaya dugaan masalah hukum yang sedang ditangani KPK," kata SBY di Cikeas, Jumat malam (8/2/2013).

Anas Urbaningrum tak berkutik atas langkah kudeta yang dilakukan SBY tersebut. Kenapa dibilang kudeta? Karena diambilnya secara paksa, tidak demokratis.

Seusai jumpa pers di Cikeas, Sabtu pagi, dokumen draf sprindik muncul di media. Dokumen itu ibarat mengonfirmasi isu penetapan tersangka Anas karena di sana jelas ditulis statusnya sebagai tersangka. Menurut Johan, dalam dokumen tersebut tak ada nomor dan belum ditandatangani sehingga belum sah disebut sprindik. Abraham yang dikonfirmasi menyatakan, "Saya tidak tahu-menahu tentang sprindik, Bos."

Usut punya usut, ternyata yang membocorkan adalah Abraham Samad bekerjasama dengan stafnya sendiri.

Mundur Sebagai Ketua Umum, Anas Siapkan Calonnya di KLB

Pasca ditetapkan sebagai tersangka, Jumat, 22 Februari 2013, Anas Urbaningrum pun mundur sebagai Ketua Umum Partai Demokrat yang kewenangannya sudah dikudeta oleh SBY, Sabtu, 23 Februari 2013, siang di kantor DPP Partai Demokrat, Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat.

Banyak orang-orangnya Anas yang menjadi korban 'kebringasan demokrasi' SBY, disingkirkan, dipecat, di PAW dan lain sebagainya. Salah satu korbannya adalah Gede Pasek Suardika. Lalu berdirilah Perhimpunan Pergerakan Indonesia, dimana Anas Urbaningrum menjadi Ketua Presidium dan Pasek menjadi Sekretaris Jenderal.

Ketika KLB Partai Demokrat mulai dipersiapkan, ternyata Anas Urbaningrum pun telah mempersiapkan orangnya untuk duduk sebagai Ketua Umum. Awalnya, SBY dikatakan tidak maju. Nama Alm. Pramono Edhie Wibowo kuat mengudara untuk menggantikan SBY, namun Anas dan Pasek berpandangan beda. Hingga akhirnya muncul ide untuk menjadikan SBY sebagai Ketua Umum. Tapi persoalannya, SBY tak mungkin mau 'berkeringat' dan direndahkan untuk melawan kandidat ketua umum. Jalannya harus mulus.

Sampailah pada tahap ketika SBY memanggil Gede Pasek ke Wisma Negara dan mengatakan siapa maju sebagai Ketua Umum dengan syarat Anas Urbaningrum membantu mengamankan jalannya. Untuk ini silahkan baca "SBY Minta Anas Kondisikan Dirinya Menjadi Ketua Umum".

Singkat cerita, demikianlah langkah penuh liku SBY untuk memenangkan tongkat estafet Partai Demokrat, menggunakan semua perangkat, segala cara, termasuk mengerahkan kekuatan kekuasaannya saat itu untuk melakukan sebuah kudeta kepada anak muda berusia 41 tahun. Usia yang sama persis ketika anaknya, AHY, meneruskan tongkat estafetnya sebagai Ketua Umum tahun lalu. Pemikiran seperti itu kuat tertancap dikepala publik tentang sisi lain SBY.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun