Aku nyalakan lilin. Bunga tabur nan harum mewangi telah kusiapkan pula. Aku baru hendak mendaras doa Bapa Kami kala pintu besi taman makan pahlawan itu berderit.Â
Mulanya, aku tak begitu mempedulikan siapa yang baru saja datang. Namun, langkah kakinya yang mendekat ke belakang punggungku memaksaku untuk menoleh. Ternyata, seorang gadis muda.Â
"Mas, ini makam Kapten Yosef Sutrisno?" tanyanya dengan suara yang agak bergetar.
"Iya, betul, Mbak. Saya salah satu cucunya. Mbak ini siapa, ya?"Â
"Saya Nur. Berarti yang dikatakan mendiang kakek saya tentang Kapten Yosef benar," kata dara itu.
"Saya Yohan. Apa kata kakek Mbak  Nur tentang kakek saya?"Â
"Seorang pahlawan yang mustahil dilupakan. Seorang yang pasti membuat keturunannya tak henti-henti bersyukur dan berdoa baginya."
"Maaf, siapa ayah Mbak dan bagaimana kisahnya Mbak sampai datang ke pusara ini?"
"Dulu kakek saya adalah anak buah Kapten Yosef di Riau. Nama kakek saya Iqbal. Dia selalu ingat jasa Kapten Yosef saat nenek saya perlu biaya berobat karena kanker payudara. Kapten Yosef menggalang bantuan sehingga terkumpul biaya sehingga nenek saya bisa dioperasi di Malaysia," papar dara berhijab itu.Â
"Nenek akhirnya meninggal beberapa tahun setelah operasi itu. Namun, kesembuhan nenek selama beberapa tahun sudah lebih dari cukup agar nenek bisa mendampingi anak-anaknya, termasuk ibu saya yang waktu itu masih SMP.Â
Karena itu, kakek saya ingin sekali silaturahmi dengan keluarga Kapten Yosef. Sayangnya, keluarga kami sudah lama hilang kontak setelah Kapten Yosef pensiun dan kembali ke Jawa," lanjutnya.