Situasi ini berbeda jauh dengan masa ketika Ronaldo bermain untuk MU pada musim 2003-2009. Bisa dibilang, hampir semua pemain generasi itu bermain sepenuh hati untuk MU. Sebagian adalah "sisa" dari Class of 92, generasi emas akademi MU. Ada nama-nama Paul Scholes, Ryan Giggs, dan Gary Neville.Â
Pengamat dan penggemar sepak bola juga menyorot bahwa sejumlah pemain MU tampak arogan dan terlibat kasus hukum di luar lapangan bola.Â
Maguire, misalnya. Ia sempat terlibat kasus perkelahian di Yunani pada 2020. Ketika ditangkap, ia dengan angkuh mengatakan pada polisi, "Kalian tidak tahu siapa saya? Saya adalah kapten MU. Saya sangat kaya, saya bisa memberimu uang. Lepaskan kami."
Terbaru, bintang muda Mason Greenwood tersangkut kasus kekerasan pada kekasihnya. Padahal Greenwood adalah pemain muda yang sangat menjanjikan musim ini.Â
Ada banyak hal yang tidak berjalan dengan baik di skuad MU saat ini. Ronaldo sebagai pemain senior tentu paham, dengan skuad amburadul semacam ini, sangat sulit menampilkan performa terbaik.Â
Belum lagi, jujur harus diakui, skuad MU saat ini masih tampil di bawah standar mereka. Sektor gelandang dan belakang (kecuali De Gea sang kiper) bikin meradang.Â
Ronaldo adalah pemain ambisius. Dia sangat benci kekalahan. Ronaldo selalu ingin bermain untuk menang, bukan hanya uang! Mentalitas ini yang kiranya tidak dimiliki sebagian pemain MU saat ini. Merasa selebritas, lalu ngawur.
Tampaknya sebuah ironi bahwa profesionalitas Ronaldo membuatnya bisa tidak setia pada MU. Ya bagaimana mau setia jika performa tim jelek karena ulah sebagian pemainnya tidak profesional?
Kedua, Ronaldo sulit bersinar dengan formasi MU ala Ralf Rangnick
Di luar pemain, formasi MU di bawah pelatih Ralf Rangnick juga sempat atau sedang membuat Ronaldo tidak nyaman. Rangnick menginginkan para pemainnya, termasuk pemain depan untuk rajin menekan lawan.