Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Seri Lawan Skotlandia dan Misteri Inggris yang Seolah Hindari Skenario Maut Ini

19 Juni 2021   04:40 Diperbarui: 19 Juni 2021   04:46 11322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyerang timnas Inggris, Harry Kane, memberi salam kepada pelatih Gareth Southgate setelah ia diganti pada laga Grup D Euro 2020 kontra Skotlandia di Stadion Wembley pada Sabtu (19/6/2021) dini hari WIB.(AFP/FACUNDO ARRIZABALAGA)

Apakah Anda merasa ada yang janggal dalam pertandingan Inggris melawan Skotlandia?

Hmm, setidaknya jika jawabannya adalah "ya", Anda tidak sendirian. Saya yang menonton pertandingan Inggris melawan Skotlandia melalui siaran televisi merasakan sesuatu yang janggal.

Inggris seperti bermain separuh hati. Mereka tidak bermain cepat seperti yang mereka peragakan pada pertandingan pertama melawan Kroasia yang berakhir 1-0.

Pada menit-menit awal, hanya peluang John Stones yang bisa dibilang cukup bersih. Sundulan Stones hanya menghantam tiang gawang Skotlandia. 

Pada menit-menit berikutnya, Inggris bermain sangat hati-hati. Mereka bahkan sering menggocek bola di lapangan sendiri dan lamban mengirimkan bola ke pertahanan The Tartan Army. 

Komentator bola di stasiun televisi yang saya ikuti juga berkomentar bahwa Inggris bermain tidak seperti biasanya. The Three Lions yang biasanya bermain cepat dan ganas seolah jadi macan ompong kala menghadapi Skotlandia yang secara kualitas di bawah mereka.

Misteri Inggris yang seolah hindari skenario maut ini

Gelaran Euro 2020 yang dilaksanakan tahun 2021 ini memang cukup unik. Ada Grup F yang dihuni oleh tim-tim kuat seperti Prancis, Portugal, dan Jerman.

Menariknya, jika Inggris menjadi juara grup D, Inggris akan menghadapi tim peringkat kedua grup F. Sejauh ini tiga tim kuat yakni Prancis, Portugal, dan Jerman masih mungkin menjadi tim peringkat kedua grup F.

Jika Inggris hanya menjadi peringkat kedua grup D, Inggris akan menghadapi runner-up (peringkat kedua) Grup E, yang terdiri dari Spanyol, Polandia, Swedia dan Slovakia.

Dengan Timnas Spanyol yang diperkirakan oleh banyak orang akan menjadi juara Grup E, Inggris kemungkinan besar akan menghadapi salah satu dari Polandia, Swedia, atau Slovakia, yang lebih lemah dibandingkan menghadapi Jerman, Portugal atau Prancis di babak 16 besar nanti.

Mungkinkah Timnas Inggris di bawah Gareth Southgate punya rencana di balik layar untuk menghindari skenario maut bertemu runner-up grup F yang bisa saja diraih Prancis, Portugal, atau Jerman?

Contoh kesuksesan Portugal sebagai peringkat ketiga grup

Sejatinya pernah terjadi juga bahwa tim peringkat ketiga grup akhirnya menjadi juara Piala Eropa. Kita ingat perjalanan Portugal yang menjuarai Piala Eropa lima tahun lalu meski finis ketiga di grup mereka. Waktu itu Portugal hanya meraih hasil imbang melawan Islandia, Austria dan Hongaria. 

Mungkinkah Inggris sedang "memikirkan cara" untuk menghindari tim-tim kuat di fase 16 besar Piala Eropa 2020 ini dengan hanya mengincar peringkat kedua grup D? 

Dengan Harry Maguire dan Jordan Henderson yang hanya akan menjadi lebih bugar di pertandingan-pertandingan berikutnya, Inggris bisa saja sedang menyimpan tenaga untuk melaju ke babak berikutnya.  

Tapi ada juga hal lain sebagai pertimbangan. Jika Inggris berhasil menjadi juara grup D, Inggris akan memainkan pertandingan babak 16 besar di Stadion Wembley selaku tuan rumah. Jika Inggris hanya menempati peringkat kedua grup D, The Three Lions akan bertanding di Kopenhagen, Denmark.

Strategi hindari lawan bisa berbuah buruk

Kita tahu bahwa strategi hindari lawan bisa juga berbuah buruk untuk tim dan untuk kompetisi secara keseluruhan. Jika semua tim grup D menghindari tiga tim kuat di grup F, pertandingan di grup D akan menjadi semacam sepak bola gajah yang penuh akal-akalan.

Para pemain juga seolah tidak bebas mengeluarkan kemampuan terbaik mereka karena ada "perintah tim" demi memilih lawan di babak berikutnya.

Alasan yang lebih penting adalah soal sportivitas. Jika ingin juara, seharusnya berani melawan tim mana saja di babak selanjutnya. Bukankah justru kualitas tim akan teruji ketika berhasil mengalahkan tim-tim kuat hingga mencapai final nanti?

Salam sportif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun