Hal ini memudahkan redaktur untuk mengetahui secara sekilas apa inti dan urgensi naskah kita. Umpama, kita bisa menjelaskan demikian:
"Artikel opini ini mengulas apatisme generasi Z terhadap isu politik berdasarkan teori dari dua filsuf politik. Tulisan ini diharapkan dapat memberi pencerahan bagi pembaca dalam memahami tren terkini."
"Cerpen ini saya anggit dengan meramu unsur budaya lokal daerah asal saya dalam konteks kekinian, terutama dalam menanggapi ketidakpedulian yang merebak di kalangan anak muda terhadap budaya lokal."
Redaktur kiranya akan menghargai para penulis yang sungguh memahami mengapa tulisan mereka penting untuk dimuat di media massa. Keterampilan kita merumuskan urgensi dan ringkasan inti naskah juga menandakan kemahiran kita dalam menyajikan gagasan.
Ketiga, pernyataan keaslian karya dan "belum dimuat di media massa lain"
Umumnya media massa mengharuskan naskah yang mereka terima sungguh naskah asli dan belum pernah dimuat di media massa lain. Memang ada juga sebagian kecil media massa yang mau menerbitkan karya yang pernah kita unggah di media lain (lazimnya blog pribadi).
"Naskah ini adalah tulisan asli saya. Ulasan ini belum pernah dimuat di media massa lain dan tidak sedang saya kirimkan ke media lain."
Keempat, klausul penarikan naskah yang tidak dimuat setelah tenggat waktu tertentu
Bagian berikutnya tidak wajib ada dalam surat pengantar naskah. Akan tetapi, tergantung pula pada kita sebagai penulis.Â
Umumnya media massa memberitahu tenggat waktu tertentu untuk mengharapkan naskah dimuat. Misalnya, "Jika tulisan Anda tidak kami muat setelah dua bulan sejak tanggal pengiriman, artinya naskah itu tidak lolos seleksi."
Nah, kita sebagai penulis bisa saja menyertakan klausul penarikan naskah yang tidak dimuat setelah tenggat waktu tertentu. Umpama, "Saya memohon informasi dari redaksi jika naskah cerpen ini dimuat. Jika setelah empat bulan belum juga dimuat, naskah saya tarik untuk saya kirimkan ke media lain."