Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gempa Jogja 14 Tahun Lalu dalam Kenangan Saya: dari "Naga" sampai "Mantan"

27 Mei 2020   14:39 Diperbarui: 28 Mei 2020   02:00 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster pemain sepak bola yang langsung dipasang di pohon, serta karung bekas yang kembali dikumpulkan untuk alas tidur. Di Dusun Bondalem, Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Bambang Lipuro, Kabupaten Bantul, ini hampir semua rumah telah rata tanah akibat gempa Yogyakarta pada 27 Mei 2006. Foto: Kompas.com/Amir Sodikin

Tak terasa, hari ini, 27 Mei menjadi peringatan 14 tahun gempa yang meluluhlantakkan Yogyakarta dan sekitarnya. Melalui tulisan sederhana ini, saya hendak membagikan kenangan saya terkait lindu yang terjadi 27 Mei 2006 tersebut.

"Naga Raksasa"

Pagi itu saya berada di dalam sebuah gereja di kawasan Jalan Kaliurang km 7,5 Yogyakarta. Ibadah misa pagi baru saja berakhir. Pastor yang memimpin misa baru saja meninggalkan altar utama menuju ruang ganti pakaian. 

Saat itu lah, tepat pukul 05:55:03 WIB bumi bergoncang hebat. Kami yang masih berada dalam gereja segera keluar. Spontan. Tidak ada yang berteriak-teriak mengarahkan. 

Kami berkumpul di luar gereja dalam kepanikan. Gempa 5,6 SR itu terjadi selama 57 detik. Seperti apa gambarannya? Seperti ada naga raksasa yang sedang lewat tepat di bawah kaki kita. Aspal yang kami injak memang tidak retak, namun sangat terasa gelombang gempa yang datang silih berganti selama hampir satu menit.

Seorang suster biarawati tetiba jatuh pingsan. Segera ditolong oleh sebagian umat. Rupanya, suster ini pernah mengalami gempa dahsyat di luar negeri sehingga ia trauma.

Melihat ke Arah Merapi

Setelah gempa berlalu, kami memeriksa bangunan asrama dan gereja. Tampak tidak ada kerusakan berarti. 

Spontan setelah gempa utama berakhir, saya dan teman-teman melihat ke utara, ke arah Gunung Merapi. Sebagai orang Jogja, saya sudah terbiasa dengan letusan Merapi yang tentu juga bisa saja menyebabkan gempa. Akan tetapi, Merapi pagi itu tampak tenang. Tidak ada guguran material vulkanik dalam jumlah besar.

Jujur, pagi itu bagi kami yang tinggal di kawasan Jalan Kaliurang, dampak gempa tidak begitu menakutkan karena kerusakan bangunan memang nyaris tidak ada. Kami tidak tahu bahwa gempa yang berpusat di Sungai Opak di Dusun Potrobayan, Srihardono, Pundong, Bantul itu ternyata baru saja menewaskan 3.098 korban jiwa dan 2.971 korban berasal dari Kabupaten Bantul. 

Belakangan, jumlah total korban jiwa mencapai 6000 jiwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun