Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Banyak Pejabat Telah Terbiasa Ucapkan Salam Semua Agama

11 November 2019   06:10 Diperbarui: 11 November 2019   17:32 7095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS.COM/GARRY LOTULUNG

Di Manokwari,  sebuah peraturan daerah dengan nama Manokwari Kota Injil telah disahkan DPRD Manokwari akhir Oktober 2018. Akan tetapi, Perda itu belum diterapkan karena tak kunjung mendapatkan nomor oleh pemerintah.

Permasalahan Izin Mendirikan Bangunan untuk rumah ibadah dengan melampirkan bukti tertulis dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh Lurah dan Camat sesuai Peraturan Bersama Menag dan Mendagri Nomor 9 Tahun 2006 juga selalu mengundang kontroversi karena memicu sindrom mayoritas-minoritas. Banyak terjadi, pemeluk agama minoritas di tempat tertentu kesulitan membangun rumah ibadah karena tak didukung (oknum) pemeluk agama mayoritas. 

Isu sindrom mayoritas-minoritas dalam urusan IMB untuk rumah ibadah ini amatlah ironis dengan falsafah Pancasila yang kita junjung bersama, di mana salah satu silanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini juga ironis dengan UUD 1945 yang menjamin kebebasan tiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya. 

Virtus in Medio
Sesuai undang-undang kita, tiap orang berhak menjalankan agamanya. Tentu MUI  Jatim telah memelajari dengan cermat alasan untuk sampai pada imbauan yang disampaikan pada umat Islam, yang menjadi ranahnya. Ini adalah tugas MUI yang tentu kita hormati.

Tiap organisasi keagamaan di Indonesia pun berhak mengeluarkan imbauan pada umat masing-masing dan menjadi ranah umat yang bersangkutan untuk menanggapi imbauan tersebut.

Kita selalu berada dalam tegangan antara keinginan untuk setia pada ajaran agama masing-masing sekaligus ramah terhadap pemeluk agama lain dalam hidup bernegara. Nah, dalam konteks bernegara, tegangan antara kesetiaan pada agama dan toleransi ini sejatinya bisa sedikit didamaikan dengan "virtus in medio".

Bab kelima dari buku kedua Etika Nicomachean mencoba menjawab pertanyaan: apa itu kebajikan, sifat macam apa yang dimilikinya. Bagi Aristoteles, kebajikan memiliki karakteristik yang unik: kebajikan terletak di antara sifat berlebih-lebihan dan sifat minimalis.

Doktrin ini telah sangat berhasil pada abad-abad berikutnya, sehingga kita mengenal ungkapan terkenal dalam bahasa Latin seperti: "In medio stat virtus" atau "virtus in medio".

Jika diterjemahkan secara luwes, "virtus in medio" berarti bahwa hal yang baik itu ditemukan di tengah-tengah: Jangan terlalu berlebihan, tapi juga jangan terlalu kendor. Intinya adalah menjalankan dua hal secara luwes dan bijaksana.

Setia pada agama itu baik. Ramah pada sesama warga bangsa itu baik juga. Kebaikannya ada di mana? Bukan di satu sisi saja. Jalankan dua-duanya dengan keluwesan dan kebijaksanaan. 

Pahlawan nasional Indonesia, Monsinyur Soegijopranata SJ pernah mengatakan kepada umat Katolik bahwa umat katolik Indonesia adalah seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun