Mohon tunggu...
Bob S. Effendi
Bob S. Effendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Konsultan Energi

Konsultan Energi, Pengurus KADIN dan Pokja ESDM KEIN

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

BPPT Sebut Indonesia Darurat Energi dan Butuh 8.000 MW PLTN

28 September 2018   13:44 Diperbarui: 2 Oktober 2018   10:48 2167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "Indonesia Darurat Energi : Indonesia selalu di dengungkan sebagai negeri kaya energi. Nyatanya, sebagian kebutuhan energi fosil kini bergantung pada import. Ketahanan bangsa pun terancam".

Demikian yang di sampaikan oleh Kepala BPPT, Unggul Priyanto pada peluncuran buku "Perspektif, Potensi, dan Cadangan Energi Indonesia", hari Selasa (25/09/2018) di Gedung BPPT. Kalimat tersebut menjadi artikel dalam Kompas di halaman 10 keesokan harinya.

Kedaruratan itu bukan dari besarnya import energi, melainkan ketidakmampuan warga membayar energi sesuai harga kewajaran, menurut Nanang Untung ketua Pembina Badan Kejuruan Kimia Persatuan Insyinur  Indonesia (Kompas, 09/26/2018).  Ketua Umum KADIN, Rosan Roeslani mengatakan bahwa harga listrik dan gas masih terlalu tinggi sehingga mengghambat produktifitas  industri (KataData, 27/11/2017). Hal ini menunjukan bahwa tarif listrik di Indonesia tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat dan industri.

Menurut BPPT untuk menopang besarnya kebutuhan industri , jenis EBT yang paling memenuhi syarat ialah energi Nuklir. Bahkan dalam BPPT Energy Outlook 2018 (gambar 1) yang juga di rilis pada saat itu di perkirakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 6% - 7% sesuai target RPJPN di butuhkan di bangun 8000 MW PLTN sampai 2050.

Gambar.1 - BPPT Energy Outlook 2018, hal 44.
Gambar.1 - BPPT Energy Outlook 2018, hal 44.
Fakta, bahwa ketahanan energi Indonesia sulit tercapai tanpa masuknya Nuklir dalam bauran energi sebenarnya sudah cukup lama di kaji dalam berbagai dokumen bahkan Perpres No 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, Nuklir masuk dalam buaran energi yang dituangkan dalam Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2006 - 2025 dimana rencanakan sampai 2025 di butuhkan 4200 MW PLTN dan PLTN bertama beroperasi pada tahun 2016. Beberapa kajian PLTN lainnya antara lain:
  • ESDM (2006), "Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2006 - 2025" (BP-PEN) -- Mengusulkan 4200 MW PLTN sampai 2025 (gambar 2)
  • BIN (2015) Badan Intelijen Negara, "Ketahanan Energi Indonesia 2015 -- 2025: Tantangan dan Harapan". -- Mengusulkan 4000 MW PLTN pada 2025.
  • BPPT, "BPPT Energy Outlook" (2015, 2016, 2017, 2018) - selama 5 tahun secara konsisten BPPT mengusulkan PLTN di butuhkan, walaupun kapan masuknya mundur terus.
  • ESDM (2015), "Buku Putih PLTN 5000 MW", 2015 - Mengusulkan 5000 MW PLTN pada 2025.

Gambar 2 - lampiran PERPRES No 5/2006
Gambar 2 - lampiran PERPRES No 5/2006
Kebijakan pemanfaatan energi Nuklir kemudian di perkuat oleh UU N0 17 tahun 2007 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dimana di amanatkan bahwa PLTN di bangun pada tahun 2019 dan beroperasi pada tahun 2025. Seharusnya landasan UU tersebut sudah cukup kuat tetapi pro-kontra yang tidak mendasar bahkan berdasarkan informasi yang menyesatkan membuat rencana persiapan pembangunan PLTN terus mundur.

Komisi VII DPR RI menurut pengakuan Kurtubi, terus mendesak pemerintah untuk segera melakukan persiapan untuk pembangunan PLTN. Demikian pula, Nur Pamudji, mantan Direktur Utama PLN merasa bahwa PLTN adalah pilihan yang tepat. Begitu juga Direktur Utama PLN, Sofyan Basyir yang mengatakan lebih memilih PLTN dari pada lainnya bila di ijinkan Pemerintah, seperti di kutip DetikFinance (30/05/2016).

Menteri ESDM Sudirman Said dalam sambutan Buku Putih PLTN 5000 MW mengatakan dengan sangat jelas "Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, telah diamanatkan untuk memanfaatkan PLTN dengan pertimbangan keselamatan secara ketat. Dan berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan pada tahun 2014, berupa simulasi awal prakiraan produksi energi listrik dan bauran energi pembangkitan tenaga listrik hingga tahun 2045 akan dibutuhkan PLTN sebesar 5.000 MW pada tahun 2024-2025" -- Disayangkan dokumen ini karena alasan yang tidak jelas tidak pernah di rilis.

Pertanyaan Mendasar

Bila di telisik ada tiga (3) pertanyaan mendasar di benak seluruh pejabat kementrian/Lembaga yang membuat gamang K/L dalam mengambil keputusan perihal PLTN. Walaupun bila di lihat dari berbagai dokumen di atas sebenarnya sudah terjawab semua.

Apakah pembangunan PLTN memiliki dasar hukum yang kuat ? - Dari masuknya PLTN dalam Perpres No. 5 tahun 2006 dan UU No 17 tahun 2007 sudah sangat jelas. Bahkan Kajian Kebijakan Bapenenas No 2 tahun 2016 mengatakan pembangunan PLTN sudah memiliki landasan hukum yang kuat. Hanya saja kata opsi terakhir dalam PP 79  selalu membuat ESDM gamang, padahal dalam penjelasan sangat jelas opsi itu terbuka bila telah di lakukan kajian dan tentunya sebuah PP tidak dapat melanggar UU yang telah mengamanatkan PLTN di bangun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun