Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penyair Tua

4 April 2024   21:47 Diperbarui: 4 April 2024   22:25 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover story Penyair tua, diolah menggunakan Ai Bing (Dokumen pribadi)

Menjelang sore, saat langit berwarna jingga, Pak Raja penyair tua dikampung kaki bukit Olale. Dengan tubuh tuanya mendaki perlahan bukit olale. Duduk disebongkah batu besar, sambil memandang kampung dikaki bukit.

Kemudian, Pak Raja membacakan syair-syair yang ditulis, duduk diatas sebuah batu. Terkadang, Ia berdiri dan membacakannya penuh semangat. Seekor kucing orange, selalu menemaninya kemana-mana.

Pak Raja, menganggap kucing Orange tersebut, titisan isterinya yang telah meninggal sepuluh tahun silam. Kucing orange tersebut, Pak Raja temukan saat jiarah kemakam Isterinya. Sehari setelah kematiannya.

Kucing Orange tersebut, mendekati dirinya. Saat lelaki tua tersebut melantunkan doa-doa, dan menyiramkan air bunga yang dibawanya dari rumah. 

***


Ilustrasi Pak Raja dan Si Jeki Orange menuju sekolah diujung kampung diolah menggunakan Ai Bing (Dokpri)
Ilustrasi Pak Raja dan Si Jeki Orange menuju sekolah diujung kampung diolah menggunakan Ai Bing (Dokpri)

"Jeki, puss!., betapa indahnya mentari sore hari ini. Itu kamu lihatkan, mentari menyinari kampung kita seharian, sebentar lagi sang penguasa siang itu akan berganti dengan dewi rembulan." kata Pak Raja, sambil mengelus kucing kesayangannya bernama Jeki tersebut.

"Meoong, meooong," Jeki menyahutnya dengan meongan. Seakan mengiyakan apa yang telah diucapkan Pak Raja.

Si Jeki, kucing Orange tersebut teman setia Pak Raja. Kemanapun, sang penyair tua itu pergi, Jeki selalu ikut. Begitupula, saat Pak Raja pergi kesekolah. Membuka pintu-pintu kelas, menyapu ruang kantor, dan menyiram bunga-bunga dan aneka tanaman yang tumbuh didepan halaman sekolah.

Selain membantu di sekolah, sebagai Paman sekolah, Pak Raja juga diminta Pak  Merza, membantu mengajar dikelas sebagai guru Bahasa indonesia, sesuai keahliannya. 

Desa ini jauh dipelosok, terpencil, berada di kaki bukit Olale, hanya ada 2 guru honorer sekolah. Guru Merza, satu-satunya PNS yang juga merangkap Kepala Sekolah. Ditambah Pak Raja sebagai Paman sekolah merangkap guru juga.

***

Anak yang bersekolah di kampung kaki bukit Olale juga tidak banyak. Sekitar 23 orang dari kelas 1-6. Karena jumlah penduduknya juga hanya sedikit.

Diusianya yang beranjak senja, ia tetap bersemangat mengajar. Untuk mengusir kesunyian hidupnya, dengan mengajar Pak Raja bisa melupakannya.

Sesekali Pak Raja, duduk di sebuah batu diatas bukit Olale menjelang sore. Menulis syair-syair gurindam tujuh. Pak Raja dulunya, penyair ulung waktu mudanya. Karya sastra klasik melayu, mulai ditinggalkan oleh anak-anak muda sekarang.

Bahkan banyak anak muda yang tidak mengetahui, apa itu gurindam tujuh, apalagi gurindam dua belas. Anak muda, sibuk dengan gawai, berhari-hari mengotak-atik layar hp. 

***

"Itu anak dikota, tapi syukurlah, anak-anak di kampung kaki bukit senang membacakan syair-syair yang dibuat Pak Raja." gumamnya berbicara sendiri.

Apabila banyak berkata,
Disitulah banyak dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
Itulah tanda hampir duka.

Dan anak-anak sekolah sangat senang belajar menulis syair-syair gurindam tujuh yang diajarkan Pak Raja kepada mereka. Pak Raja penuh semangat membacakannya, didepan anak-anak sekolah.

Barang siapa rajin menuntut ilmu,
Hidup akan terang bagaikan matahari.
Tak kenal lelah dalam mencari pengetahuan, 
Maka akan terbuka pintu kebijaksanaan.

***

Pagi ini Pak Raja tak terlihat kesekolah. Pintu-pintu kelaspun belum terbuka. Bunga-bunga, dan berbagai tanaman yang ada dihalaman sekolah belum disiram.

"Ibu Elen, ada melihat Pak Raja?," tanya Guru Merza, Kepala Sekolah di kampung Kaki bukit Olale.

"Belum Pak, Kemana ya Pak Raja?. Tidak biasanya, beliau datang terlambat kesekolah." jawab Ibu Elen.

"Coba kasih tahu Pak Akmal untuk mendatangi rumah Pak Raja, siapa tahu beliau sakit."

"Baik, Pak. Saya akan mengasih tahu Pak Akmal untuk mendatangi rumah Pak Raja."

Ibu Elen, segera menuju ke rumah Pak Akmal yang tidak jauh dari bangunan sekolah. Pak Akmal tinggal tidak jauh dari sekolah tersebut.

***

Pak Akmal mencari kemana-mana. Dirumahnya juga, Pak Raja juga tidak ada. Lampu minyak tanahpun tidak menyala, yang biasa digunakan sebagai lampu penerangan di kampung kaki bukit Olale. 

"Bagaimana Pak Akmal, sudah bertemu dengan Pak Raja?." tanya Guru Merza.

"Tidak ada Pak!, saya sudah mencari kemana-mana, tapi tidak bertemu juga." Jawab Pak Akmal bercampur kuatir.

"Pak Akmal, sudah mencari di puncak bukit Olale, yang terlihat sebuah batu besar, tempat Pak Raja, bila sore hari menghabiskan waktu disana bersama si Jeki, kucingnya yang berwarna orange.

"Belum bu, saya tidak tahu kalau Pak Raja sering berada disana. "

"Ayo kita kesana, panggil Pak RT dan Kepala kampung, untuk ikut bersama kita!." perintah Guru Merza,kepada kedua anak buahnya.

***

Ketiganya, buru-buru menuju kerumah Pak RT, selanjutnya searah jalan menuju rumah Pak Raja, mereka memberitahu Kepala Kampung. Lalu bersama-sama berjalan kaki menuju kaki bukit Olale, yang berada diujung sebelah utara kaki bukit Olale.

Beramai-ramai warga kampung juga ikut mencari Pak Raja. Mereka mendaki puncak bukit Olale. Tidak ditemukan juga Pak Raja, dipuncak bukit tersebut. Biasa dia duduk membacakan syairnya dengan penuh semangat seakan melupakan usianya yang sudah renta.

"Apakah Pak Raja disembunyikan hantu bariaban?."

"Ah tidak mungkin. Pak Raja orang yang pemberani. Waktu mudanya beliau juga seorang pejuang, yang pernah menjadi kurir mata-mata menyampaikan pesan kepada pejuang Indonesia di hutan bergerilya, dimasa penjajahan Jepang. 

***

Akhirnya setelah berkeliling kampung, Pak Raja ditemukan di pemakaman umum warga kampung Olale. Ia tertelungkup memeluk batu nisan didepan gundukan makam isterinya. 

Pak Raja telah meninggal dunia. Disamping Pak Raja, si Jeki Orange, menggoyang-goyangkan tangan Pak Raja dengan kakinya yang kecil. Terlihat kucing kesayangan Pak Raja, berwarna orange tersebut mengeong.

"Meong-meong." suaranya terdengar pelan. Sambil menantap wajah guru Merza yang berdiri dihadapannya. Kucing Orange tersebut terlihat bersedih. Terlihat juga matanya berkaca-kaca. Ia mengerti, kalau Pak Raja sudah pergi meninggalkannya. (*)

Catatan :
Hantu Bariaban : Mitos hantu berbentuk raksasa hitam berbulu lebat yang tinggal dihutan belantara Kalimantan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun