Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tetangga di Desa dan Kota Hidup di Rantau, Apa Bedanya?

16 Oktober 2022   12:03 Diperbarui: 16 Oktober 2022   17:40 1580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perkampungan/ credit : ID Wikepedia via id.wikepedia.org

Pengalaman pribadi, saat di rantau menjadi guru dengan lokasi tugas berpindah-pindah. Bertetangga baik tinggal di desa ataupun di kota sudah dirasakan. 

Tetangga di Desa atau di Kampung

Tetangga merupakan orang terdekat, setelah keluarga. Bila di rantau, tetangga bisa menjadi saudara  melebihi keluarga sendiri yang jauh dari kampung halaman.

Kalau kita sakit, atau mengalami kesulitan, tetanggalah orang pertama yang dimintai bantuan. Misalnya saat isteri melahirkan di malam hari, tetangga yang mempunyai kendaraan roda empat, bisa membantu ke rumah sakit untuk bersalin.

Saat tinggal di desa atau kampung, dengan jumlah penduduk yang sedikit. Semua warga adalah tetangga. Karena kehidupan di desa, masyarakatnya hidup dengan guyup dan rukun.

Bila ada permasalahan di desa, di selesaikan dengan rembug desa. Warga bergotong royong, bahu membahu membersihkan jalanan, membuat parit, ataupun memperbaiki pompa air yang rusak.

Ketika penulis baru pindah di desa yang penduduknya tidak terlalu banyak, rumah yang akan di tinggali, diperbaiki dan direhab warga secara bergotong royong.

Ilustrasi rumah warga tanpa pagar di desa / credit : voaindonesia via www.voaindonesia.com
Ilustrasi rumah warga tanpa pagar di desa / credit : voaindonesia via www.voaindonesia.com

Di pimpin Kepala Kampung, warga serentak bergotong royong sehingga rumah yang tadinya tidak layak ditempati oleh penulis, menjadi baik dan nyaman untuk ditempati.

Lampu penerangan, ketika malam hari di sambungkan dari rumah Pak RT yang juga tetangga penulis yang rumahnya berada di depan persis di seberang jalan. 

Iuran bulanan lampu, dibayarkan setiap bulannya mengikut rekening listrik Pak RT, yang ditetapkan sebesar Rp.100.000 perbulan. Sedangkan kebutuhan air, ikut membayar dengan tetangga di sebelah kiri rumah yang bertugas mengalirkan pompa air ke rumah-rumah warga setiap seminggu sekali.

Setiap mesin air di jalankan, penulis dan warga desa di pungut sebesar Rp.10.000 perorang untuk membantu membeli solar sebagai bahan bakar menghidupkan mesin domping yang terpasang di mata air.

Hidup di rantau, harus bisa membawa diri. "When in Rome, do as the Romans", yang maknanya sama dengan " Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung".

***

Tetangga di desa saat penulis di rantau banyak membantu. Kadang bila panen padi, penulis kebagian beras baru yang diantarkan ke rumah. Begitupula saat panen sayuran, tetangga memberi sayur terong, kacang panjang, sawi, dan berbagai hasil kebun lainnya.

Begitulah hidup bertetangga di desa atau kampung, yang penulis pernah alami berdasarkan pengalaman. 

Dan setiap pekan, kewajiban penulis sebagai guru mendapatkan tugas piket jaga malam di pos Kamling menjaga keamanan lingkungan desa diikuti guru lainnya, petugas kesehatan, kepala desa, ataupun Pak RT.

Cermin guyup dan rukunnya hidup bertetangga memang dirasakan sekali saat tinggal di desa yang pernah penulis bertugas sekitar tiga tahun, sebelum pindah ke daerah perkotaan.

Ilustrasi gotong royong/ credit : beritajuang via www.beritajuang.com
Ilustrasi gotong royong/ credit : beritajuang via www.beritajuang.com

***

Tetangga di Kota

Lingkungan perumahan di kota (Dokumentasi Kompasiana via Misbahuddin)
Lingkungan perumahan di kota (Dokumentasi Kompasiana via Misbahuddin)

Dinamika saat tinggal dan bertetangga di daerah perkotaan memang agak berbeda. Pengalaman penulis saat di Kota, tinggal di sebuah lingkungan perumahan yang warganya kebanyakan pegawai di sebuah instansi tertentu.

Warga perumahan, dan kehidupan bertetangganya agak sedikit cuek, dan kurang empati dengan sesama tetangga. Bahkan ada warga yang tinggal bertetangga puluhan tahun, tidak pernah saling mengenal dengan siapa tetangga di sebelahnya.

Kesibukan, dan sering tugas ke luar kota membuat warganya kurang memperhatikan keadaan sekitar. Kebersihan lingkungan, jaga malam, di serahkan kepada petugas khusus yang di gaji warga melalui iuran melalui RT perumahan.

Pagar rumah yang tinggi, dan berteralis. Dibatasi oleh dinding, menambah jarak antar sesama tetangga. Urusan keseharian bertetangga, terasa biasa saja. Karena warga sibuk dengan urusannya masing-masing.

Perbedaan yang kontras saat penulis tinggal di desa dan kota adalah interaksi sosial, empati warga tinggal di desa bertetangga lebih tinggi ketimbang saat berada diperumahan yang ada di perkotaan.

***

Kadang kejadian yang dialami tetangga sebelah, sesama tetangga tidak tahu apa yang dialami. Pernah kejadian, seorang tetangga di sebelah rumah, perabotan rumah, televisi, mesin cuci, dan lainnya habis dikuras maling. 

Tetangga kiri kanan baru tahu, setelah pemilik rumah pulang dari tugas luar kota, dan bepergian satu keluarga. 

Para maling, mengangkut barang pada malam hari menggunakan mobil pick up. Dikira tetangga sebelah, mau pindah rumah, tak tahunya itu adalah perampok atau maling yang sudah survei dan memperhatikan rumah yang menjadi incarannya. 

Sehingga kegiatannya mengangkut barang pemilik rumah, tidak mencurigakan. Pemilik rumah hanya terdiam, semua barang perabotan rumah, barang elektronik lainnya hilang tak bersisa.

***

Hidup bertetangga di desa dan Kota memang sangat berbeda. Bertetangga di desa terasa akrab, kepedulian sesama warga, rasa empat yang tinggi tercermin dari guyup dan rukun kehidupan pedesaan.

Di kota, kebiasaan bergotong royong terkadang mulai di gantikan dengan petugas kebersihan, petugas keamanan, yang digaji dan diberikan upah oleh warga yang di pungut dari iuran dan dikumpulkan Pak RT.

Pak RT pun terkadang di era modern seperti sekarang, hanya berkunjung saat pendataan warga, ataupun meminta iuran warga. Terkadang hanya berbicara lewat telpon, dan uangnya di transfer melalui rekening. Dari tulisan ini, hanya sebuah pengalaman yang tentunya disclaimer. 

Tiap orang berbeda pengalaman, situasi dan suasana, terpenting dalam bertetangga bisa menumbuhkan rasa kepedulian, menghilangkan rasa cuek, permusahan, cekcok yang bisa membuat perkelahian dengan tetangga. 

Karena berapa banyak kejadian hanya hal sepele sesama tetangga terjadi keributan dan perkelahian. Misalnya hanya karena tali jemuran, terjadi keributan. Ataupun pekarangan, dan jalan yang melewati rumah tetangga.

Salam Kompasianer, Selamat Hari Minggu dan weekend bersama keluarga tercinta (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun