Mohon tunggu...
belinda larasati
belinda larasati Mohon Tunggu... Mahasiswa Hubungan Internasional

suka nonton film

Selanjutnya

Tutup

Film

Ketika Imajinasi Film Menggigit Dunia Nyata: 50 tahun "The Jaws Effect"

11 Oktober 2025   15:20 Diperbarui: 11 Oktober 2025   15:21 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jaws (1975) merupakan film blockbluster musim anas Hollywood yang disutradarai oleh Steven Spielberg, diadaptasi dari novel berjudul sama karya Peter Benchley berhasil menjadi salah satu film terlaris sepanjang masa. Bercerita tentang serangan hiu putih besar di sebuah kota pesisir kecil, membuat cara pandang dunia tentang kegiatan berenang di laut berubah selama lima dekade terakhir. Meski fiktif, film ini menciptakan ketakutan massal terhadap hiu di dunia nyata. Penggambaran hiu sebagai predator laut dalam film, mendorong peningkatan kegiatan perburuan hiu hingga berakibat pada penurunan populasi beberapa spesies hiu secara global.

Padahal dalam kenyataannya, hiu jarang sekali menyerang manusia. Faktanya, kasus seseorang diserang hiu jauh lebih kecil dari pada kasus orang tersambar petir. Ada jutaan orang yang berenang di laut setiap tahunnya, tetapi rata-rata hanya 64 gigitan hiu setiap tahunnya, yang tercatat di seluruh dunia dan hanya 9 persen dari gigitan tersebut yang berakibat fatal. Hiu membunuh sangat sedikit orang setiap tahunnya.

Untuk memahami bagaimana sebuah film dapat memberikan dampak besar, artikel ini menggunakan teori representasi dari Stuart Hall untuk membantu menjelaskan bagaimana film Jaws membentuk makna dan persepsi publik tentang hiu.

Menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah cara kita menggunakan Bahasa, gambar, dan simbol untuk menciptakan makna tentang dunia. Produk budaya populer sperti film, televisi, berita atau iklan tidak hanya menampilkan apa yang ada, tetapi juga memberi cara tertentu bagi kita untuk memahaminya.

Hall juga menekankan bahwa representasi selalu berkaitan dengan kekuasaan. Pihak yang memiliki kontrol terhadap media dan produksi budaya memiliki kemampuan unuk menentukan bagaimana hiu ditampilkan, bukan hanya sebagai bagian dari alam, tetapi juga sebagai ancaman bagi manusia.

Bagaimana Jaws Membentuk Citra Hiu

Film Jaws berhasil menanamkan rasa takut melalui cerita, music, serta visual. Salah satu hal yang paling terkenal dari film ini adalah musik latar ciptaan John Williams. Penggunaan dua nada rendah yang dimainkan berulang kali, yang muncul setiap kali hiu mendekat. Music pada film ini menjadi simbol bahaya, bahkan tanpa melihat hiu di layar, penonton sudah tahu bahwa ancaman datang. Inilah contog bagaimana film menggunakan simbol untuk membentuk perasaan dan makna.

Selain itu, jaws menampilkan hiu sebagai karakter 'penjahat' tanpa alasan. Hiu digambarkan tidak memiliki motif lain selain membunuh. Dalam film, manusia menjadi korban tak berdaya, sementara hiu digambarkan sebagai monster yang haus darah. Representasi ini sangat kuat karena menciptakan perbandingan antara 'manusia yang beradab' dan 'alam yang liar dan berbahaya'.

Dar sisi visual, Spielberg sering menggunakan sudut kamera dari bawah air laut, yang membuat seolah-olah penonton melihat dari mata hiu yang kana menyerang. Teknik ini membuat penonton ikut merasa terancam. Adegan close-up mulut hiu yang besar, yang memperlihatkan gigi-gigi hiu yang tajam serta darah di laut yang memperkuat Gambaran bahwa hiu adalah makhluk menakutkan. Melalui cara inilan film membentuk persepsi public bukan melalui fakta, tetapi lewat rasa takut dan emosi.

Menorut teori Struat Hall, hal ini disebut "enconding dan decoding". Spielberg sebagai sutradara meng-encode makna bahwa ia menanamkan pesan bahwa hiu itu makhluk yang berbahaya. Sementara penonton decode atau menafsirkan pesan itu sesuai emosi mereka. Karena visual dan emosional film ini begitu kuat, pesan yang diterima oleh penonton hampir sama: hiu adalah monster laut. Ketika makna ini diterima secara luas, hal tersebut dianggap normal dan sulit dibantah.

Dampak Sosial dan Lingkungan

Efek dari film Jaws berdampak pada kehidupan nyata. Setelah film tersebut dirilis, banyak orang takut untuk berenang di laut dan perburuan hiu dunia meningkat. Dalam 50 tahun terakhir, hiu mengalami penurunan populasi. Tercatat telah menurun lebih dari 70% sejak tahun 1970. Penggambaran hiu sebagai 'monster laut' menjadi alasan untuk membenarkan kegiatan tersebut. Padahal, gambaran hiu yang haus darah dan menyerah manusia jauh dari realitasnya. Dalam film. Manusia digambarkan menjadi korban, dan hiu digambarkan sebagai kekuatan yang harus dikendalikan. Pandangan ini memperkuat ide bahwa manusia berhak menaklukkan alam demi keamanan dan kenyamanan.

Salah satu kebijakan kontroversial tentang pemusnahan hiu dengan tujuan untuk mengurangi insiden hiu, terjadi di Australia di kisaran tahun 2014. Hal ini dikarenakan pada tahun 2010-2013 tercatat terdapat tujuh serangan hiu fatal terjadi di Australia Barat. Kebijakan tersebut awalnya fokus pada pemusnahan hiu target. Hal ini kemudian memicu perdebatan bahwa, laut tersebut memang sudah menjadi tempat tinggal mereka, memusnahkan mereka sama saja dengan membunuh mereka di rumahnya sendiri. Kemudian di tahun 2017, Australia Barat mulai menerapkan langkah-langkah non-mematikan.

Namun, bagaimana pun penangkapan atau pemburuan hiu hanya penyumbang sebagian kecil dari penurunan populasi global. Sebagian besar penyebab penurunan populasi hiu di sebabkan oleh penangkapan industri, seperti meningkatnya permintaan global akan produk hiu dan juga disebabkan oleh faktor lain, seperti pengelolaan konservasi yang kurang memadai.

Beberapa kawasan, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Afrika Selatan, Australia, termasuk Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting untuk meningkatkan perlindungan hiu di perairan mereka. Namun, padangan global terkait makhluk laut ini tetap mengkhawatirkan. Dengan penggambaran hiu di film Jaws yang berhasil menimbulkan rasa takut akan makhluk laut tersebut, membuat upaya perlindungan mereka tampak tidak perlu.

Peter Benchley, penulis novel Jaws dan sekaligus ikut menulis naskah filmnya, berpendapat bahwa hiu harus ditulis sebagai korban, karena di dunia ini hiu lebih tertindas dari pada penindasnya. Benchley menghabiskan hidupnya bekerja pada upaya konservasi hiu hingga kematiannya pada tahun 2006. Sinematografer dari film tersebut, Valerie Taylor juga terlibat dalam kegiatan konservasi hiu, ia mengadvokasi hiu perawat abu-abu (Carcharias taurus) pada awal 1980an, dan membuatnya menjadi spesies hiu pertama yang menerima status dilindungi di dunia. Leonardo Compagno, konsultan ilmiah film tersebut, juga turut mengkampanyekan perlindungan hiu putih besar di Afrika Selatan. Sutradara Steven Spielberg sendiri juga menyatakan penyesalannya atas dampak dari film tersebut terhadap populasi hiu. Dalam film documenter pembuatan Jaws, ia menyatakan bahwa ia bukan takut dimakan hiu, tetapi lebih takut hiu yang akan marah padanya.

Lima puluh tahun setelah perilisannya, The Jaws Effect tetap menjadi bukti kuat bahwa film dapat membentuk cara pandang dunia terhadap alam. Melalui teori representasi Stuart Hall, kita memahami bahwa ketakutan terhadap hiu bukan muncul dari fakta ilmiah, melainkan dari makna yang diciptakan lewat bahasa, gambar, dan simbol dalam film. Jaws berhasil menanamkan citra hiu sebagai monster laut yang menakutkan, hingga rasa takut itu memengaruhi perilaku manusia di dunia nyata dari meningkatnya perburuan hingga menurunnya populasi hiu secara global. Namun di sisi lain, warisan film ini juga mendorong kesadaran baru akan pentingnya konservasi laut dan perlindungan hiu. Lima dekade setelah Jaws, kita diingatkan bahwa representasi dalam budaya populer memiliki kekuatan besar: ia tidak hanya membentuk imajinasi, tetapi juga menentukan bagaimana manusia memperlakukan alam sekitarnya.

Referensi

Carver, E. (2025, 18 Juni). On its 50th anniversary, 'Jaws' continues to provoke shark conservationists. Mongabay.
Diakses dari https://news-mongabay-com.translate.goog/2025/06/on-its-50th-anniversary-jaws-continues-to-provoke-shark-conservationists/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=sge

Jaws' at 50: The Groundbreaking Summer Blockbuster that Changed Hollywood, and Our Summer Vacations, Forever. (n.d.). Cinephilia & Beyond.
Diakses dari https://cinephiliabeyond-org.translate.goog/jaws-groundbreaking-summer-blockbuster-changed-hollywood-summer-vacations-forever/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

Hall, S. (1997). Representation: Cultural representations and signifying practices. London: Sage Publications.

Hall, S. (1980). Cultural studies: Two paradigms. Media, Culture & Society, 2(1), 57--72. https://doi.org/10.1177/016344378000200106

Pacoureau, N., Rigby, C. L., Kyne, P. M., Sherley, R. B., Winker, H., Carlson, J. K., ... Dulvy, N. K. (2021). Half a century of global decline in oceanic sharks and rays. Nature, 589(7843), 567--571. https://doi.org/10.1038/s41586-020-03173-9

Rodway, N. (2023, 16 November). Lethal or not? Australia's beaches are a crucible for shark control methods. Mongabay.
Diakses dari https://news-mongabay-com.translate.goog/2023/11/lethal-or-not-australias-beaches-are-a-crucible-for-shark-control-methods/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun