Mohon tunggu...
el lazuardi
el lazuardi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis buku SULUH DAMAR

Tulisan lain ada di www.jurnaljasmin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rokok, Inflasi dan Rasionalitas

19 Juni 2022   05:00 Diperbarui: 19 Juni 2022   05:08 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun teori tak semudah praktek. Masih sering terlihat ada orang yang mengorbankan kebutuhan-kebutuhan yang paling utama demi hal yang sebenarnya tak penting. Contoh kecil dalam hal kebiasaan merokok para pria.

Ya, seperti halnya harga barang lainnya, harga rokok juga terkerek naik. Rata-rata dua puluh ribuan per bungkusnya. Harga yang tidak kecil. Tapi para perokok masih menutup mata ketika disuruh melihat fakta ini.

Bagi mereka, merokok adalah kebutuhan pokok. Merokok bahkan dianggap lebih penting dari pada makan sekalipun. Jadi, tak merasa sayang mengeluarkan uang untuk itu. Karena itu kebutuhan akan rokok berada di daftar nomor satu.

Mereka sering berdalih rela tak makan nasi satu hari asalkan  bisa merokok sepanjang hari. " Tanpa rokok bisa membuat kami kehilangan semangat hidup," begitu komentar mereka.

Mereka boleh saja berasumsi. Tapi berasumsi saja tidak cukup. Kita juga perlu melihat fakta dengan jeli. Sudah benarkah uang senilai 20-30 ribu itu ketika dibelikan sebungkus rokok atau untuk lebih baik untuk pembeli beras dan lauk pauk.

Faktanya kita lebih butuh makan. Fakta itu tak perlu dibantah. Semua orang butuh makan untuk bisa bekerja, beraktifitas dan bertahan hidup. Tanpa makan akan membuat seseorang menjadi tak berdaya.

Beda halnya dengan rokok. Fakta menunjukkan bahwa tanpa merokok pun orang bisa tetap hidup. Sementara dari sebatang rokok, manfaat yang didapat tak lebih dari kepuasaan sesaat yang sifatnya semu belaka.

Tapi kenapa sebagian perokok tetap kukuh dengan pendapat bahwa merokok lebih penting dari pada makan ? Jawabannya karena mereka berpikir dengan mendahulukan emosi. Bukan fakta yang logis. Ujung-ujungnya terjadi salah kaprah dalam menentukan prioritas.

Opini seperti ini seharusnya tak boleh dipertahankan. Mindset tentang rokok harus segera diubah. Merokok jangan dijadikan kebutuhan, cukup sebagai hiburan saja. Jadi tak ada tuntutan untuk harus memenuhinya. Merokok itu cukup sekali-sekali saja. Saat ada uang berlebih.

Meski agak berat untuk memulai kebiasaan ini, tapi harus ada niat untuk mencobanya. Lama-lama akan terbiasa. Seperti dikisahkan Mas Budi, seorang penjual sprei di sisi timur pasar Condong Catur Yogyakarta ketika Bang El singgah di lapaknya kemarin.

Mas Budi, pedagang sprei di Pasar Condong Catur Yogyakarta. Foto:dokpri
Mas Budi, pedagang sprei di Pasar Condong Catur Yogyakarta. Foto:dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun