Mohon tunggu...
MUNIF
MUNIF Mohon Tunggu... Freelancer - MENYUKAI WARNA LANGIT

NTAR AJA DULU BELUM KEPIKIRAN MAU NULIS APAAN

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Aksi Kamisan ke 600 Bukti Nyata Penegakan HAM Hanya Omong Kosong Belaka

2 Desember 2019   19:06 Diperbarui: 2 Desember 2019   19:03 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                     (SEBUAH OPINI TENTANG PENEGAKAN HAM DI INDONESIA)

Berpakaian serba hitam, bergerak secara beriringan.  Berkumpul  bersama di lapangan lebar. Tua, muda, penyintas, aktivis menjadi satu, menyuarakan satu keinginan dan harapan yaitu keadilan.  Tangan kanan memegang payung berwarna hitam, beberapa dari mereka juga terlihat memegang tulisan "Tolak Diam Lawan". Kiranya seperti itulah aksi damai menuntut keadilan yang dilaksanakan di Jakarta, Kamis 5 September 2019 tepatnya di seberang Istana Negara.

Pakaian serba hitam yang mereka kenakan layaknya menggambarkan sesuatu yang pilu yaitu kematian. Kematian, mungkin analogi ini sangat cocok untuk menggambarkan acuhnya negara akan masalah HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia.

Bukan rahasia lagi jika negara tercinta kita ini memiliki sejarah panjang nan pelik dengan permasalahan HAM.  Contoh kecilnya saja tentang kebebasan berekspresi yang masih belum bisa dirasakan oleh rakyat Indonesia sendiri. Banyaknya kritik yang disampaikan untuk pemerintah guna meningkatkan kinerja mereka, malah berujung bui bagi si pengkritik. Itu hanya contoh kecilnya saja dari permasalahan HAM yang sering terjadi di Indonesia. Kita belum memasuki permasalahan HAM beratnya.

Jika kita berbicara tentang permasalahan HAM berat, sudah pasti ingatan kita akan merujuk pada satu masa. Masa kelam dan gelap bagi sejarah bangsa Indonesia. Apalagi kalo bukan masa orba alias masa orde baru. Masa dimana pemimpin lebih kejam dari pada ibu tiri. Masa dimana tidak adanya kebebasan untuk mengemukakan pendapat sama sekali. Jika ada yang menyuarakan pendapatnya tentang pemerintah pada siang hari, maka sudah di pastikan orang tersebut sudah tak bernyawa lagi besok pagi.

Contoh kasusnya yaitu kasus Marsinah si buruh pabrik. Marsinah merupakan korban dari kekejian orde baru saat itu. Beliau merupakan salah satu buruh pabrik yang melakukan demonstrasi, menuntut keadilan bagi dirinya sendiri dan juga teman-temannya. Namun, malang menimpanya dia di culik oleh tiga orang tak dikenal dan tiga hari kemudian dia ditemukan sudah tidak bernyawa lagi di kebun singkong di dekat pematang sawah.

Bukan rahasia lagi jika negara ikut campur dalam kasus ini. Mengingat peran orba sangat kuat pada waktu itu. Selalu ada campur tangan dan intervensi dalam hal apapun. Surat dan peraturan yang dibuat oleh jendral tangan besi ibarat perintah tuhan yang harus segera dilaksanakan. Tak ada ampun bagi si pengkritik. Mengkritik maka siap untuk dihabisi.

Dari kasus tersebut sudah terlihat busuknya sistem pemerintahan di Indonesia. Tak ada keadilan yang di dapat oleh korban. Bukti orba terlibat pun seakan di tutup-tutupi. Negara seakan tutup kuping untuk masalah tersebut. Mungkin, karna KKN yang telah mendarah daging, mampu menggesampingkan urusan kemanusiaan.

Itu hanya salah satu dari beberapa kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia. Hingga memasuki masa-masa transisi dari orba ke reformasi saja masih terjadi pelanggaran HAM berat. Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 dan Tragedi Semanggi pada 11-13 November. Merupakan dua peristiwa kelam bagi sejarah Indonesia. Untuk bisa melengserkan sang diktator kita harus melangkahi nyawa teman-teman kita dahulu.

Ratusan orang terluka dan puluhan lainnya harus rela merenggang nyawa di ujung timah panas. Mereka hanya menyuarakan keadilan namun mulut mereka di bungkam dengan ganasnya ujung senepan. Hingga kini suara menuntut keadilan masih belum bisa didapatkan.

Indonesia telah berumur 74 tahun dengan segala dinamikanya tetap saja Indonesia belum mampu menuntaskan permasalahan kemanusian tersebut. Agaknya isu HAM berat hanya di jadikan modal janji kampanye saja. Janji, janji dan janji selalu di dengungkan pada saat orasi kampanye, bagai tong kosong nyaring bunyinya. Namun, nyatanya itu semua hanya politik akal bulus untuk meraup suara sebanyak-banyaknya.

Indonesia harusnya malu, di dewan PBB Indonesia dengan lantang menyuarakan jika Indonesia menjunjung tinggi HAM. Indonesia selalu mengkritisi balik negara manapun yang menyinggung permasalahan kemanusiaan di Papua. Indonesia dengan bangga menyebut dirinya merupakan salah satu negara yang ikut meratifikasi undang-undang tentang HAM. Tapi tetap saja meskipun ikut meratifikasi, tetapi permasalahan di rumah sendiri masih belum selesai dan malah terlihat kacau, hal tersebut sama saja dengan bohong.

Kurang lebih sudah 12 tahun acara kamisan di lakukan. Terhitung setidaknya sudah 600 kali acara tersebut dilaksanakan setiap hari kamis, dengan orasi yang hampir sama menuntut keadilan. Tetap saja negara seakan tutup mata. Dimulai dari kasus Marsinah, Munir, Trisaksi hingga yang terbaru kasus Novel Baswedan.

Semua kasus-kasus tersebut masih belum telihat titik terangnya. Malah seakan seperti dihalang-halangi. Seperti ada aktor besar yang takut namanya tercoreng akibat isu tersebut. Pemerintah seakan-akan memberi setengah hati untuk menuntaskan kasus tersebut. Entah apa motif dibalik itu semua, yang jelas negara tidak ingin kebobrokannya terlihat di mata khalayak ramai.

Haruskah kita menunggu Indonesia berumur 100 tahun dahulu agar isu tersebut tuntas. Atau sampai acara kamisan diselengarakan hingga ke 1000 kali agar negara ingat akan dosa-dosanya. Entah sampai kapan masalah tersebut tuntas, yang jelas harus ada keberanian dari pemimpin untuk membuat suatu kebijakan untuk menanggani kasus ini. Tentunya bukan kebijakan abal-abal untuk menenangkan sesaat. Tetapi kebijakan berani untuk mengusut tuntas siapa saja aktor dan dalang yang terlibat. Meski kursi kepemimpinan menjadi taruhannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun