Mohon tunggu...
Adi Jalu Pratomo
Adi Jalu Pratomo Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hanya mahasiswa tsd 22 unair yang ingin menjadi sukses. selain itu ada yang bilang jalu itu orangnya suka lupa jalan wkwkwk. gak papa lah yang penting nggak lupa kawan, LOLOLO GAK BAHAYA TAH !!??.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Penggunaan Big Data Untuk Mencegah Kecurangan Dalam Pemilu

8 Mei 2023   23:08 Diperbarui: 11 Mei 2023   09:10 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : pemilihan suara, Foto : Mary Hui/washingtonpost 

Pemilihan umum yang jujur dan adil merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik pada sistem demokrasi. Sayangnya, kecurangan pemilu masih sering terjadi di beberapa negara, baik yang berskala besar maupun kecil. Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada PILPRES tahun 2009 dan 2014 golongan putih (GOLPUT) di Indonesia mencapai 27,45% dan 30,42%, kedua persentase tersebut merupakan contoh persentase yang cukup besar. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk mencegah kecurangan pemilu dan menjaga integritas dan kepercayaan pemilih. Penulis melihat bahwa salah satu solusi saat ini yang tengah dikembangkan adalah penggunaan big data.

Big Data

Dalam konteks pemilu, para ahli mengartikan big data sebagai kumpulan data besar dan kompleks yang dapat dianalisis untuk menemukan pola atau tren tertentu. Big data juga dapat digunakan untuk melacak perilaku pemilih dan memperkuat sistem pemilu yang adil dan transparan. Doug Laney, salah seorang analis industri dan penulis yang dikenal karena merumuskan definisi tiga V tentang big data, mengemukakan bahwa big data pemilu dapat mencakup volume yang tinggi dari data pemilih, kecepatan dan memproses data pemilih serta keragaman data mengenai preferensi pemilih. Gartner, sebuah perusahaan riset dan konsultan teknologi terkemuka, menekankan pentingnya teknis analisis data yang canggih untuk menggali wawasan yang berharga dari big data pemilu, yang dapat membantu membuat keputusan yang lebih baik dalam perencanaan pemilu.

ilustrasi : Lady Gaga dan Jon Bon Jovi Meriahkan Kampanye Hillary Clinton, foto : Johan Fatzry 
ilustrasi : Lady Gaga dan Jon Bon Jovi Meriahkan Kampanye Hillary Clinton, foto : Johan Fatzry 

Contoh peran big data dalam kegiatan manusia

Salah satu contoh penerapan penggunaan big data dalam pemilu adalah pada Pemilu AS tahun 2016 silam. Saat itu, tim kampanye Hillary Clinton menggunakan big data untuk menganalisis data pemilih dan membangun strategi kampanye yang lebih efektif. Mereka menganalisis data dari sumber-sumber seperti media sosial, data yang dihasilkan dari poling, dan basis data kampanye sebelumnya, untuk memahami pola perilaku pemilih dan mengarahkan upaya kampanye mereka dengan lebih baik 

Selain itu, big data juga dapat digunakan untuk mendeteksi kecurangan pemilu. Misalnya, dengan menganalisis data suara yang masuk dari setiap TPS (Tempat Pemungutan Suara), dapat terdeteksi apakah terdapat perbedaan antara jumlah suara yang diterima oleh setiap kandidat di setiap TPS dengan jumlah suara di tingkat nasional. Jika ada perbedaan yang signifikan, dapat dikatakan bahwa ada kemungkinan terjadinya kecurangan. 

Dalam hal ini, big data digunakan untuk membantu panitia pemilu agar dapat mengidentifikasi pola atau tren yang mencurigakan, seperti adanya penghitungan suara yang terkesan tidak wajar atau kejanggalan dalam penggunaan identitas pemilih. Hal ini akan mempermudah tugas pengawas pemilu dalam mengawasi jalannya proses pemilu secara real-time dan mencegah kecurangan dalam pemilu. 

Keadaan tersebut berbeda dengan keadaan sebelum menggunakan big data. pengawasan pemilu dan deteksi kecurangan cenderung lebih terbatas dan sukar dilakukan secara efektif. Penghitungan suara di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) biasanya dilakukan secara manual, yang rentan terhadap kesalahan manusia dan manipulasi. Panitia pemilu dan pengawas pemilu harus mengandalkan pengamatan langsung dan pengaduan dari pemilih untuk mengidentifikasi kemungkinan kecurangan 

Tanpa menggunakan big data, pengawas pemilu mungkin saja akan menghadapi tantangan dalam mengidentifikasi pola atau tren mencurigakan secara menyeluruh. Data yang tersedia terbatas pada laporan manual, yang membutuhkan waktu dan sumber daya yang besar untuk dianalisis secara menyeluruh. Identifikasi kecurangan yang terkoordinasi atau tindakan yang tidak wajar dalam penggunaan identitas pemilih juga dapat menjadi sulit tanpa akses ke data yang luas dan kemampuan analisis yang canggih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun