Jumat, 19 September 2025. Hari kedua aku dirawat di RS Agung, Manggarai. Kondisiku sudah lumayan membaik, dokter sudah beri kabar soal kepulangan. Minggu aku sudah bisa pulang.
Pagi hari, pasien perokok yang aku ceritakan sebelumnya sudah pulang. Bukan karena izin dokter, tapi dia memilih sendiri.
Sekarang, kamar Mawar tinggal berisi aku dan Bapak Bari. Dua tempat tidur lain kosong. Suasana jadi lebih tenang, tanpa suara ribut atau obrolan panjang.
Aku suka begini, bisa istirahat dengan tenang, meski suara perawat terdengar ribut di ruang jaga.
Sore hari, aku berbaring di tempat tidur, ditemani ponakan istri yang baru selesai kuliah online.
Dari kamar sebelah, terdengar percakapan dokter dengan Bapak Bari. Aku dengar saja, tanpa ikut campur, tapi penasaran juga.
"Pak Bari, dari hasil pemeriksaan, ada batu di saluran kencing Bapak. Itu yang membuat ginjalnya bengkak. Harus dihancurkan dengan laser," kata dokter, suaranya jelas dan tenang.
"Kalau minum obat saja bisa, Dok?" tanya Bapak Bari, nada suaranya penuh harap, seperti orang yang mencari jalan pintas.
"Tidak bisa, Pak. Batunya cukup besar. Kalau dibiarkan, bisa lebih berbahaya," jawab dokter tegas, tanpa ragu.
Mendengar itu, aku langsung duduk. Ambil botol air mineral di meja samping dan minum seteguk panjang. Aku juga menyuruh ponakan untuk minum.