Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang serba cepat, manusia kerap melupakan, bahwa kita bukan satu-satunya penghuni planet ini.
Satwa liar, khususnya primata seperti orangutan, telah mengembangkan strategi bertahan hidup yang mengagumkan selama jutaan tahun evolusi.
Sebuah studi terbaru yang dipimpin oleh tim riset internasional dari Rutgers University-New Brunswick mengungkapkan fakta yang mencengangkan.
Orangutan, tampaknya lebih unggul dari manusia modern dalam menghindari obesitas melalui pilihan makanan dan olahraga yang seimbang.
Temuan ini, lantas mengajak kita merenungkan: bagaimana sebenarnya kita bisa hidup berdampingan dengan satwa liar, sambil belajar dari kearifan hidup mereka?
Filosofi merantau: pembelajaran sosial yang adaptif
Perilaku merantau dari orangutan jantan menawarkan pelajaran sangat berharga tentang adaptasi dan pembelajaran sosial.
Penelitian menunjukkan bahwa orangutan jantan migran menggunakan pembelajaran sosial melalui perilaku 'peering' (mengamati) untuk beradaptasi dengan habitat baru, setelah bermigrasi.
Ini bukan sekadar perpindahan geografis semata, melainkan proses pembelajaran yang mendalam.
Dalam konteks manusia modern, kita kerap kali menghadapi perpindahan, baik fisik maupun sosial, dengan resistensi atau ketakutan.
Sebaliknya, orangutan jantan muda yang merantau, justru aktif mengamati dan mempelajari perilaku orangutan lokal.
Mereka meningkatkan penggunaan kesempatan pembelajaran sosial ketika ketersediaan sumber daya tinggi, menunjukkan kecerdasan dalam memanfaatkan kondisi optimal untuk belajar.
Pembelajaran sosial ini memungkinkan orangutan untuk beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan yang berbeda.
Mereka tidak memaksakan cara hidup lama di tempat yang baru, melainkan fleksibel dalam menyesuaikan diri.
Manusia bisa belajar dari pendekatan ini: alih-alih memandang perbedaan sebagai ancaman, kita bisa melihatnya sebagai kesempatan untuk memperkaya perspektif dan keterampilan hidup.
Kearifan pola makan: keseimbangan dalam keterbatasan
Aspek paling menakjubkan dari kehidupan orangutan terletak pada pola makan mereka yang adaptif.
Studi menemukan bahwa orangutan di Tuanan, Kalimantan Tengah, memperoleh sebagian besar protein dari daun dan biji hanya satu spesies dari hampir 200 spesies dalam diet mereka.
Tanaman merambat itu bernama Bowringia callicarpa. Protein dari tanaman ini membantu orangutan untuk bertahan dalam musim kelangkaan buah.
Yang lebih mengesankan lagi adalah kemampuan orangutan dalam mengatur energi mereka.
Orangutan mengurangi aktivitas fisik selama periode kelangkaan buah, lebih banyak beristirahat dan menghemat energi dalam cara yang mirip dengan skema puasa intermiten alami dan penganggaran energi.
Respons biologis yang teratur ini melindungi mereka dari ketidakseimbangan energi dan mencegah obesitas.
Kontras tajam terlihat ketika membandingkan dengan pola hidup manusia modern. Kita cenderung makan berlebihan saat makanan berlimpah dan stres berlebihan saat menghadapi keterbatasan.
Orangutan mengajarkan bahwa keberlanjutan hidup bukan terletak pada konsumsi yang maksimal, melainkan pada keseimbangan yang bijaksana antara asupan dan pengeluaran energi.
Harmoni yang mungkin: implementasi dalam kehidupan modern
Penelitian tentang orangutan ini menawarkan blueprint untuk hidup yang lebih harmonis, baik dengan lingkungan maupun dengan diri sendiri.
Pertama, dalam hal mobilitas dan adaptasi, kita bisa mengadopsi mindset pembelajaran sosial orangutan.
Ketika menghadapi perubahan lingkungan, baik tempat tinggal, pekerjaan, atau kondisi sosial -- pendekatan 'peering' bisa diterapkan: mengamati, belajar, dan beradaptasi tanpa kehilangan identitas core.
Kedua, dalam hal pola makan dan gaya hidup, orangutan mencontohkan pentingnya fleksibilitas diet dan manajemen energi.
Alih-alih mengikuti tren diet yang ekstrem atau pola konsumsi yang berlebihan, kita bisa belajar mendengarkan kebutuhan tubuh dan menyesuaikan asupan dengan kondisi lingkungan dan aktivitas.
Yang tak kalah penting adalah orangutan menunjukkan bahwa survival bukan tentang dominasi terhadap lingkungan, melainkan integrasi yang cerdas dengannya.
Meskipun asupan protein harian orangutan saat buah tidak tersedia tidak memadai untuk manusia dan sepersepuluh dari asupan gorilla gunung, namun cukup untuk mencegah defisit protein yang parah.
Penutup: menuju koeksistensi yang berkelanjutan
Kearifan orangutan mengajarkan bahwa harmoni dengan satwa liar dimulai dari harmoni dengan diri sendiri dan lingkungan.
Mereka tidak hanya bertahan hidup di hutan, tetapi berkembang dengan strategi yang berkelanjutan dan adaptif.
Sebagai primata yang dikenal cerdas, saatnya manusia belajar rendah hati dari 'guru' yang telah menguasai seni hidup seimbang ini.
Konservasi satwa liar bukan hanya tentang melindungi habitat mereka dari ancaman kepunahan, tetapi juga tentang memahami dan menghargai kearifan hidup yang mereka miliki.
Dengan mengadopsi pembelajaran dari orangutan tentang adaptasi dan keseimbangan, niscaya kita tidak hanya membangun hubungan yang lebih harmonis dengan mereka, tetapi juga menciptakan kehidupan yang lebih berkelanjutan untuk diri kita sendiri.
Mari menjaga habitat orangutan demi menjaga kelangsungan hidup mereka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI