Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Blogger

Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024 | Konsisten mengangkat isu-isu yang berhubungan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), terutama yang terpantau di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Apakah Pola Militer Efektif untuk Melatih Calon Pekerja Industri?

5 Mei 2025   20:54 Diperbarui: 5 Mei 2025   20:54 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa berjalan memasuki barak militer di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Bandung Barat. (ANTARA FOTO/Abdan Syakura via Kompas.com)

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, baru-baru ini mengatakan, selain siswa 'nakal' Pemprov Jawa Barat bakal memberikan pelatihan di barak militer bagi para pencari kerja.

Gagasan ini, terkesan menjanjikan: kedisiplinan tinggi, ketahanan fisik dan mental, serta semangat kerja kolektif yang menjadi ciri khas militer diyakini dapat membentuk pribadi yang tangguh di dunia industri.

Namun, seiring meningkatnya ketertarikan terhadap pola ini, muncul pertanyaan mendasar: apakah pendekatan ala militer relevan dalam membentuk pekerja yang adaptif dan kreatif di era industri 4.0---bahkan menuju society 5.0?

Untuk menjawabnya, tulisan ini, mencoba menawarkan sudut pandang berbeda dengan menakar pendekatan ala militer dari tiga sisi yang belum banyak dibicarakan publik.

Ketiga sisi yang dimaksud adalah: dampak psikologis jangka panjang, gesekan nilai kultural di dunia kerja, dan minimnya ruang adaptasi terhadap teknologi dan inovasi.

Disiplin vs Kesehatan Psikologis: Mampukah Keduanya Berjalan Beriringan?

Pola pelatihan militer, memang, unggul dalam membentuk disiplin dan ketahanan fisik. Namun, pendekatan ini, kerap bersifat top-down, penuh tekanan, dan sedikit ruang untuk ekspresi individu.

Sementara di sisi lain, dunia industri modern, kini lebih sadar akan pentingnya kesehatan mental dan fleksibilitas kerja.

Studi oleh International Labour Organization (ILO), misalnya, menunjukkan bahwa perusahaan dengan iklim kerja yang suportif dan inklusif cenderung lebih produktif.

Hal ini, bertolak belakang dengan praktik pelatihan militer yang menuntut konformitas tinggi dan minim empati.

Bila pelatihan vokasi meniru mentah pola militer tanpa modifikasi, dikhawatirkan bakal melahirkan lulusan yang secara psikis terlatih untuk patuh, namun kurang inisiatif dan mudah burnout saat menghadapi tekanan industri yang lebih kompleks dan dinamis.

Pelatihan kerja yang sehat bukan cuma tentang membentuk tenaga kerja keras, tapi juga manusia kerja utuh---yang mampu mengenali batas diri, bekerja secara kolaboratif, dan bertahan dalam lingkungan yang terus berubah.

Budaya Militer vs Budaya Industri: Apakah Bisa Disatukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun