Mohon tunggu...
Bilal Ahmad Bonyan
Bilal Ahmad Bonyan Mohon Tunggu... -

Ahmadiyya Moslem Society\r\n\r\nlove for all hatred for none

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mudik dalam Agama

16 September 2010   09:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:12 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

silaturahmi merupakan sesuatu yang dianjurkan oleh agama. baik terhadap teman, tetangga, saudara terlebih kedua orang tua. lebaran merupakan salah satu moment yang dianggap palin tetap untuk melakukan silaturahmi dengan orang-orang yang kita cintai.

bagi mereka yang tinggal bersama orang tua atau dengan saudara atau teman tidak suatu halangan apa pun untuk melakukan silaturahmi. akan tetapi bagi meraka yang merantau jauh dari orang tua, ini sesuatu yang memerlukan waktu khusus.

mudik saat iedul fitri merupakan suatu kebudayaan dalam masyarakt kita. setiap kali lebaran tiba, mudik menjadi headline disetiap media baik cetak maupun elektronik. saya memperhatikan para mudikers ini sudah bersiap-siap beberapa hari sebelum iedul fitri tiba. terbersit di hati saya, bagaimana dengan ibadah puasa mereka. jika setiap tahun mereka lakukan mudik berarti setiap tahun mereka "membolongi" ibadah puasanya. yang mana disepuluh hari terakhir orang-orang khusus beritikaf di dalam mesjid. tetapi mereka malah "sibuk membolongi" ibadah puasa mereka. walau pun ibadah puasanya bisa di qodho dikemudian hari, bukankah akan lebih baik jika umat Islam seharusnya justru disepuluh hari terakhir lebih mendekatkan diri kepada Allah swt.

saya pernah membaca bahwa kebudayaan seperti ini hanya ada di beberapa negara asia tenggara termasuk Indonesia dan Malaysia. Apabila kita melihat dari sisi agama, alangkah baiknya jika kita sebagai seorang muslim sebaiknya menyempurnakan ibadah puasa kita. bahkan Rasulullah saw. mengajarkan barang siapa setelah berpuasa dibulan ramadhan kemudian berpuasa 6 hari dibulan syawal maka dia seperti berpuasa setahun penuh.

ada sebuah kisah, orang Indonesia belajar di Pakistan. ketika selepas hari raya Iedul Fitri mereka berkunjung ke teman-temannya orang Pakistan. ketika sampai di rumahnya ia ditanya "ada apa ? ada yang bisa saya bantu ?..." dengan terheran-heran siswa dari Indonesia setelah berkunjung sebentar kemudian cepat-cepat pamit pulang. ternyata di Pakistan itu, selepas hari raya Iedul Fitri mereka kembali berpuasa, yakni puasa 6 hari di bulan syawal.

saya berfikir hal ini sebenarnya bisa kita lakukan, dimana umat Islam menjadi lebih mengutamakan dan menyempurnakan ibadah di bulan Ramadhan bahkan lebih menyempurnakannya lagi dengan melakukan puasa 6 hari di bulan Syawal.

ada contoh yang menarik menurut saya dari negara-negara lain, yang umat Islamnya menjadi mayoritas. lagi-lagi saya mengambil contoh Pakistan di sana memang Iedul Fitri itu disebut Ied Kecil sedangkan Iedul adha disebut ied besar, yang mana masyarakatnya lebih "memeriahkan" iedul adha dari pada iedul fitri. Memeriah dalam arti silaturahmi dan saling berbagi dengan orang lain lebih ditekankan pada iedul adha.

untuk indonesia bagaimana...? menurut saya pemerintah bisa mengaturnya dengan cara "merubah cuti nasional hari raya dari iedul fitri menjadi iedul adha".

apa keuntungan dari perubahan ini..?

1. Umat islam akan lebih mengoptimalkan ibadah di bulan Ramadhan, dan dapat menyempurnakan ibadah puasa dengan puasa 6 hari di bulan syawal tanpa terganggu oleh istilah "mudik"

2. Umat Islam akan lebih mengamalkan ajarannya pada "hari berbagi" yakni hari iedul adha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun