Mohon tunggu...
Biancha Kurnia Dewi
Biancha Kurnia Dewi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Planologi Unej 2018

Selanjutnya

Tutup

Nature

Penerapan Perencanaan Kawasan Pusat Kegiatan untuk Mengatasi Degradasi Lingkungan

8 Desember 2019   18:46 Diperbarui: 8 Desember 2019   18:48 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pertumbuhan dunia kini makin pesat dan membutuhkan perhatian penuh terhadap keadaan lingkungan yang tidak berbanding lurus dengan kemajuan teknologi yang ada. Perubahan iklim secara signifikan terjadi di berbagai tempat, hingga penurunan mutu kualitas lingkungan menjadi musuh nyata yang dihadapi dunia. Dalam menghadapi pertumbuhan dunia yang makin pesat dengan segala kebutuhannya, tentu diperlukan suatu strategi perencanaan yang dapat menjaga kelestarian lingkungan menggunakan teknologi yang telah ada. Memanfaatkan sumber energi yang ramah lingkungan dan memanfaatkan silus daur kehidupan, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dunia yang semakin padat.

Perencanaan pada kawasan pusat kegiatan tentu memiliki tantangan tersendiri berkaitan dengan kebutuhan sumber energinya yang tidak sedikit. Dengan mementingkan perencaanaan yang didasarkn oleh SDG atau sustainable development goals diharapkan ketersedian energi untuk memenuhi kebutuhan di kawasan pusat kegiatan masyarakat tanpa membebani lingkungan. Karena dasar dari kawasan perencanaan yang sesuai dengan dasar pembangunan berkelanjutan adalah harus mementingkan aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial. Hal ini diharapkan agar tidak adanya degredasi lingkungan dikala pembangunan hanya berfokus pada kemajuan ekonomi suatu kawasan.

Degradasi Lingkungan merupakan penurunan kualitas lingkungan karena kegiatan pembangunan yang dicirikan dengan tidak bergunanya komponen-komponen lingkungan secara baik. Atau dapat dikatakan degradasi lingkungan ialah kondisi lingkungan yang alami mengarah pada kerusakan keanekaragaman hayati serta membahayakan kesehatan lingkungan. Apabila pembangunan suatu kawasan tidak didasari oleh pembangunan yang berkelanjutan maka, dampak negatif mulai dari climate change, banjir, rendahnya ketersedian air tanah hingga bencana lainnya akan terjadi pada suatu kawasan.

Perlunya perencanaan suatu kawasan yang dalam penggunaan energinya tidak merusak alam baik secara fisik mulai dari polusi air, tanah maupun udara. Dan mehami karateristik geografis dari wilayah tersebut sehingga dapat menyusun perencanaan yang sesuai. Sebagai negara yang berada di garis Khatulistiwa, penggunaan energi matahari bukan hal baru. Namun, pemanfaatnya belum terasa maksimal utamanya di kawasan yang padat akan aktifitas

Dilihat dari kondisi Indonesia yang demikian dimana sinar matahari adalah energi yang bisa dikatakan tidak terbatas karena posisinya yang dilintasi oleh garis kathulistiwa, pemerintah berencana menggalakkan program berupa penggunaan solar system sebagai energi alternatif terbarukan yang ramah lingkungan. Besarnya potensi sumberdaya energi di Indonesia, membuat pemerintah menaruh perhatian besar dalam pengkajian dan penerapan teknologi energi. Hal itu bertujuan untuk menjamin pemenuhan energi secara nasional, tidak dengan mengandalkan import, tetapi dengan mengoptimalkan potensi sumber daya energi yang ada di Indonesia. Dalam perkembangan yang telah terjadi, dilangsir dari lembaga BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dimana lembaga ini merupakan lembaga pemerintah yang ditugaskan untuk melakukan pengkajian dan penerapan teknologi, yang difokuskan ke bidang-bidang yang menjadi hajat hidup orang banyak, lembaga ini telah menaruh perhatian besar dalam pengembangan energi alternatif terutama solar system karena dilihat dari potensi yang ada di Indonesia itu sendiri. Selain itu, penggunaan energi alternatif solar system dinilai dapat mengurangi degradasi lingkungan karena dampaknya yang minim terhadap kerusakan lingkungan. Penggunaan solar system juga dinilai tidak membahayakan kesehatan lingkungan dan tidak merusak komponen-komponen lingkungan.

Penerapan PLTS oleh BPPT dimulai dengan pemasangan 80 unit PLTS (Solar Home System), Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya untuk Lampu Penerangan Rumah di Desa Sukatani, Jawa Barat pada tahun 1987. Setelah itu pada tahun 1991 dilanjutkan dengan proyek Bantuan Presiden (Banpres PLTS masuk Desa) untuk pemasangan 3.445 unit SHS di 15 propinsi yang dinilai layak dari segi kebutuhan (tidak terjangkau oleh PLN), kemampuan masyarakat setempat (pembayaran dengan cara mencicil) dan persyaratan teknis lainnya.

Program Banpres PLTS Masuk Desa yang telah memperoleh sambutan sangat menggembirakan dari masyarakat pedesaan dan telah terbukti dapat berjalan dengan baik akan dijadikan model guna implementasi Program Listrik Tenaga Surya untuk Sejuta Rumah. Program ini juga merupakan salah upaya untuk mencapai target Pemerintah dalam melistriki seluruh pedesaan dan daerah terpencil di Indonesia dengan ratio elektrifikasi nasional di atas 75%. Menurut kajian para perekayasa dan peneliti BPPT, potensi energi matahari bisa mencapai 4,8 kwh/m2, dan hal itu merupakan sebuah potensi yang luar biasa bagi Indonesia untuk memanfaatkan tenaga surya. Berbagai upaya juga dilakukan BPPT seperti menyampaikan konsep-konsep yang kemudian diadopsi dalam Peraturan Presiden No 5 Tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional. Dalam peraturan itu ditetapkan bahwa pada tahun 2025 nanti kita harus memanfaatkan energi surya sebanyak 2% dari total penggunaan energi secara nasional.

Berdasarkan studi kasus diatas, penerapan solar system menghasilkan impact yang bagus dalam bidang pengelolaan energi di Indonesia. Hal ini bisa menjadi potensi dan acuan untuk mengembangkan solar system di berbagai bidang, termasuk di bidang penataan ruang dalam perencanaan wilayah. Penggunaan solar system juga dapat digunakan di area-area pusat kegiatan seperti di pusat kota atau di titik perkotaan yang padat. Penggunaan solar system juga bisa kita terapkan di gedung-gedung tinggi terutama pada atap bangunan. Penggunaan panel surya pada badan gedung dan atap bangunan-bangunan tinggi dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan tenaga listrik bahan bakar fosil dan menggantinya dengan energy alternatif yang lebih ramah lingkungan, dimana listrik ini intensitas kebutuhannya sangat besar di area padat aktifitas. Penerapan panel surya pada bangunan tinggi bisa diterapkan dengan contoh seperti dibeberapa kota di belahan dunia lain yang telah mengunakannya terlebih dahulu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun