Mohon tunggu...
Bhumi Literasi Anak Bangsa
Bhumi Literasi Anak Bangsa Mohon Tunggu... Penerbit

Dengan membaca kita mengenal dunia. Dengan menulis kita dikenal dunia. 🌍🖋️

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Menyapa Lautan, Mendengar Gunung

2 September 2025   09:57 Diperbarui: 2 September 2025   09:57 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Catatan Harian (sumber: @rimut.id)

Sebuah Refleksi Tentang Kehidupan dan Keheningan

Manusia sering kali terjebak dalam hiruk pikuk kehidupan yang tak ada habisnya. Kesibukan sehari-hari membuat kita lupa berhenti sejenak untuk mendengar suara alam. Padahal, di balik suara ombak yang bergulung dan angin pegunungan yang berdesir, tersimpan pesan tentang kedamaian dan keseimbangan hidup.

Pak Bayu Kurnianto, melalui kutipan indahnya, mengajak kita berbicara pada lautan hingga buihnya menyentuh pantai, serta mendengarkan nyanyian angin gunung hingga mata terpejam. Ini bukan sekedar ajakan puitis, tetapi sebuah metafora tentang bagaimana manusia perlu berdialog dengan alam dan dirinya sendiri.

Lautan dengan ombak yang tak henti mengingatkan kita akan keteguhan. Gelombang datang silih berganti, namun pantai selalu menyambutnya. Begitu pula dalam hidup, masalah dan tantangan datang tiada henti, tetapi kita selalu punya tempat untuk kembali: ketenangan batin.

Sementara itu, angin pegunungan yang lembut melantunkan lagu sunyi. Dalam kesunyian itu, manusia bisa menemukan jawaban dari pertanyaan yang sering terpendam. Alam tak pernah memberi nasihat dengan kata-kata, melainkan dengan keheningan yang menyentuh hati.

Berbicara pada lautan bukanlah tentang suara yang terucap, melainkan tentang keikhlasan untuk mendengarkan diri sendiri melalui pantulan alam. Ombak yang memecah di tepi pantai seolah berkata bahwa segala hal dalam hidup akan menemukan jalannya.

Mendengar nyanyian angin pegunungan adalah melatih kepekaan. Ketika kita membiarkan diri larut dalam ketenangan alam, mata terpejam bukan karena lelah, tetapi karena hati menemukan kedamaian yang selama ini dirindukan.

Pesan ini relevan di era modern, ketika manusia sering kehilangan waktu untuk merenung. Kita sibuk mengejar ambisi, target, dan materi, hingga lupa bahwa kebahagiaan sejati justru lahir dari kesederhanaan dan kedekatan dengan alam.

Menghargai lautan dan gunung juga berarti menghargai ciptaan Tuhan. Di dalamnya tersimpan keseimbangan ekosistem yang rapuh. Jika manusia bisa belajar berbicara dan mendengarkan alam, tentu kita akan lebih bijak dalam menjaga kelestariannya.

Kutipan dari Pak Bayu Kurnianto bukan hanya tentang keindahan alam, tetapi juga tentang perjalanan batin manusia. Alam mengajarkan kita untuk diam, meresapi, dan memahami bahwa hidup ini bukan sekedar tentang memiliki, tetapi tentang merasakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun