Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Apa Alasan Rakyat Memilih Calonnya?

12 Februari 2024   20:05 Diperbarui: 12 Februari 2024   21:24 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana TPS saat Pemilu terdahulu. (Foto: Bhayu M.H.)

Bagi Parpol, hubungan di dunia nyata biasanya terjadi bila seorang pemilih adalah kader atau pengurusnya. Bisa di organisasi Parpol sebagai induk, atau di organisasi sayap maupun bawahannya. Bisa pula keluarga atau kerabat dari kader atau pengurus tersebut. Seorang anak dari anggota DPR RI asal Parpol tertentu, biasanya akan sangat mudah juga memilih Parpol orangtuanya, bahkan meskipun orangtuanya tidak dicalonkan di Dapil tempat mereka tinggal.

Kesamaan atau Perasaan Satu Pihak

Kesamaan di sini serupa dengan impersonifikasi. Pemilih mengidentikkan diri dengan calon yang dipilihnya. Maka, tak heran, Joko Widodo banyak dipilih oleh orang yang berada di pedesaan dengan segmentasi sosial menengah bawah. Jargon "Jokowi adalah kita" di Pemilu 2014 membuat rakyat merasa dekat. Dan ia jadi orang yang tidak pernah kalah Pemilu karena tepatnya memilih STP dan strategi pemenangan.

Kesamaan bisa dibangun dengan profiling. Bagaimana seseorang ingin dirinya dipersepsi pemilih. Ada yang mencitrakan dirinya agamis, ada yang nasionalis, ada yang demokrat, ada yang pintar, dan sebagainya. Tapi ingat, pencitraan yang terlalu jauh dengan aslinya bisa berakibat fatal. Misalnya bila sudah mencitrakan diri agamis, jangan pernah terlihat di tempat hiburan malam. Sekali saja ada foto atau video tersebar, hancur sudah semuanya.

Perasaan satu pihak agak mirip, tapi konteksnya lebih ke nilai. Kesamaan misalnya sama-sama berasal dari suku tertentu, atau alumni kampus yang sama. Lebih faktual. Sementara perasaan satu pihak di sini lebih abstrak. Misalnya perasaan sebagai pihak yang anti pemerintah. Atau perasaan sebagai pihak yang anti korupsi. Jadi, ini lebih terkait dengan sikap dan positioning. Di mana calon memposisikan dirinya untuk suatu masalah atau kasus. Bila pemilih merasa selaras, ia akan memilih calon bersangkutan. Contoh konkretnya proyek pembangunan Bendungan Beres di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Bagi yang setuju atau pro, tentu akan mudah memilih Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah yang kini dicalonkan sebagai Presiden RI mendatang. Sementara bagi yang tidak setuju atau kontra, tentu sebaliknya.

Nilai, Rasa, dan Hal-hal Tak Terlihat

Di sinilah visi, misi, dan program memainkan peran. Otak kanan yang disentuh. Emosi dan imajinasi disasar. Pemilih diajak membayangkan hal-hal tak terlihat, tapi bukan hantu. Karena calon belum terpilih, maka semua visi, misi, dan program kerja masih di awang-awang, belum terjadi. Di sinilah kerapkali terjadi penyalahgunaan dan kesalahpahaman pada janji kampanye. Karena janji kampanye tidak sama dengan janji atau perikatan perdata antara dua pihak. Janji kampanye itu bisa terlaksana, tidak terlaksana, atau terlaksana sebagian. Namun, pemilih biasanya menganggap semua janji kampanye itu harus dilaksanakan bila calon terpilih.

Kasus "tampang Boyolali" yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu, membuat Prabowo Subianto sebagai capres mendapatkan suara 0 hampir di seluruh TPS di wilayah Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Karena ucapan Prabowo tersebut dianggap menghina warga di daerah itu. Emosi kemarahan mereka tersulut. Itu adalah contoh negatif bagaimana perasaan bisa mempengaruhi pilihan.

Karena jelas pemilih beraneka ragam faktor geografis, demografis, dan sosiografisnya, maka harus dipilih dengan cermat. Dalam pemasaran, menargetkan segmentasi pembeli seluas mungkin justru sama saja dengan tidak memilih satu pun. Artinya, malah menyulitkan pemasaran. Maka, nilai, rasa, dan hal-hal tak terlihat dari pemilih yang hendak disentuh dengan visi, misi, program kerja, dan janji kampanye haruslah ditetapkan secara tepat.

Jasa dan Kontribusi

Ini bukan mengajarkan "politik uang" atau "menyogok" pemilih ya. Tapi saya mengemukakan, betapa jasa dan kontribusi calon secara nyata kepada pemilih dan/atau keluarga dan/atau lingkungannya, bisa membuat pemilih menjatuhkan pilihan padanya. Saya ambil contoh saya sendiri. Sewaktu ayah saya wafat, ada seorang anggota DPRD di wilayah saya yang datang langsung ke rumah. Selain melayat, ia juga memberikan kontribusi uang tunai berjumlah cukup besar sebagai bantuan uang duka. Dan itu dilakukan tahun 2019, kebetulan setelah Pemilu. Karena beliau berjasa membantu keluarga kami, maka kami berencana mencoblos nama beliau pada Pemilu mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun