Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Relawan Harus Rela Berkorban

7 Desember 2023   17:42 Diperbarui: 7 Desember 2023   17:42 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Pos Pengungsian 1 Hari Pasca Erupsi Gunung Merapi di Jawa Tengah, 22 November 1994. (Foto: Bhayu M.H.)

Tak banyak yang tahu, setiap tanggal 5 Desember diperingati di seluruh dunia sebagai "Hari Relawan Internasional". Mengutip dari detik.com 1), yang menyatakan mengutip dari laman Perpustakaan UB, pada 1971 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendirikan Relawan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Volunteers (UNV). Namun, penetapan tanggal 5 Desember sebagai "International Volunteers Day" (IVD) baru dilakukan pada tahun 1985. Majelis Umum PBB melalui Resolusi A/RES/40/212 tertanggal 17 Desember 1985 menetapkan perayaan "IVD" setiap tanggal 5 Desember.

Di Indonesia sendiri, perayaan ini kurang bergaung. Meski beberapa media daring memuat beritanya, juga ada beberapa organisasi non-pemerintah (ornop) alias Non-Governmental Organization (NGO) merilis tulisan atau mengadakan peringatan kecil. Khusus untuk tema tahun 2023 ini, ditetapkan adalah "If Anyone Do It". Bila dialihbahasakan ke bahasa Indonesia, kira-kira "Jika Semua orang Melakukannya".2)

Kategorisasi Relawan

Secara umum, saya mengkategorikan relawan menjadi dua saja: sosial dan politik. Khusus untuk sosial, masih bisa dibagi lagi menjadi sub-kategori: kesetiakawanan-sosial, keagamaan, kesehatan, kependidikan, dan kebencanaan. Saya akan bahas secara singkat saja. Maaf saya tidak merujuk pada sumber lainnya karena tidak bisa menemukannya. Sehingga ini murni pemikiran saya sendiri.

Sebelumnya, kita tengok dulu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), apakah "arti kamus" dari "relawan". Ternyata, dalam KBBI, "relawan" adalah bentuk tidak baku dari "sukarelawan". 3) Sehingga lema yang terdaftar adalah "sukarelawan" /su*ka*re*la*wan/ /sukarlawan/ n orang yang melakukan sesuatu dengan sukarela (tidak karena diwajibkan atau dipaksakan)". 4)


Menurut pemahaman saya sendiri, relawan sosial adalah relawan yang bertugas secara kemanusiaan untuk membantu kesejahteraan sosial orang lain yang tidak dikenalnya langsung dalam kehidupan aslinya sehari-hari. Artinya, dia bukanlah anggota keluarga, tetangga, atau teman dari si relawan. Karena penekanannya di sini "tidak karena diwajibkan". Baik "kewajiban" itu karena tuntutan pekerjaan atau sekedar sosial. Misalnya, seorang anak wajib berbakti kepada orangtuanya. Namun, itu tidak ada dalam peraturan perundangan mana pun. Kecuali bila melakukan tindakan kriminal seperti perampasan aset, pencurian, atau pembunuhan, pengingkaran terhadap "kewajiban" tadi tak mendapatkan sanksi hukum positif. Sanksinya hanya sosial seperti digunjingkan atau dikucilkan.

Karena sifatnya yang membantu orang lain, maka relawan sosial bisa dibagi lagi menjadi beberapa sesuai bidang yang digelutinya. Di urutan pertama saya menempatkan kesetiakawanan-sosial. Dalam konteks ini, maka yang dibantu adalah PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial). Relawan di sini bertugas meringankan beban mereka, walau mungkin belum bisa mengatasi sepenuhnya. Kegiatan temporer dan sporadis misalnya berbagi makanan berbuka saat bulan suci Ramadhan bisa dikategorikan ke sini. Karena relawannya bersifat membagi sesuatu untuk meringankan derita sosial orang lain, meskipun dilakukan di waktu yang terkait dengan keagamaan.

Agar jelas, berikutnya saya coba jabarkan relawan keagamaan. Di sini, yang dilakukan adalah terkait pengajaran agama. Misalnya mengajarkan mengaji bagi yang beragama Islam, tentu tanpa dipungut bayaran. Kalau misionaris di pedalaman, mereka bisa menjalankan beberapa fungsi sekaligus. Keagamaan, kesetiakawanan sosial, bahkan kesehatan.

Berikutnya kita bahas relawan kesehatan. Mereka adalah tenaga medis atau paramedis terlatih, yang meluangkan waktu, tenaga, bahkan seringkali juga mengorbankan uang pribadi, untuk memberikan layanan kesehatan. Ada dokter yang sampai membeli kapal sendiri untuk melakukan kegiatan relawan kesehatan semacam itu.

Berikutnya ada relawan kependidikan. Di sini yang terlibat bisa seorang guru yang sarjana pendidikan dan bersertifikasi pendidik, atau ahli berbagai bidang. Misalnya ada kegiatan yang menggalang para sarjana berusia muda untuk mengajar di sekolah-sekolah yang berada wilayah-wilayah terpencil Indonesia. Saya jelas tahu namanya, tapi tidak mau saya tuliskan, karena orang yang mengklaim sebagai penggagasnya sekarang sedang "nyapres". Saya tidak mau dituding mendukung seseorang.

Nah, last but not least, adalah relawan kebencanaan. Ini tampak paling "gagah-berani", karena mereka turun ke lapangan yang baru saja dilanda bencana alam. Secara fisik, seharusnya mereka punya kesamaptaan, dan tentunya juga ketrampilan "aktivitas luar ruang" memadai. Karena daerah bencana sangat minim fasilitas dan biasanya masih porak-poranda saat tim bantuan datang. Indonesia sendiri baru "terbangun" untuk mengorganisasikan hal ini ketika Aceh dan sekitarnya dilanda tsunami akbar pada 26 Desember 2004. Barulah setelah itu BNPB dan Tagana dibentuk.

Pengalaman Pribadi Sebagai Relawan

Saya pribadi bukan seorang "relawan profesional". Karena sekarang sepertinya ada yang profesinya memang "relawan". Apalagi sejak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berdiri pada 2019, pengorganisasian "relawan kebencanaan" lebih rapi di bawah kendali pemerintah. BNPB sendiri adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang didirikan sesuai amanat UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pendiriannya berdasarkan Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008, yang kemudian diganti dengan Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2019. 5)

Apalagi setelah berdirinya "Tagana" (Taruna Siaga Bencana). Didirikan secara legal dengan terbitnya Peraturan Menteri Sosial (Permensos) No. 28 Tahun 2012 tentang Tagana, disusul Permensos No. 29 Tahun 2018 tentang Pedoman Tagana. 6) Sedangkan pendiri Tagana, disebutkan bernama Andi Hanindito. Andi pada tahun 2022 menjabat sebagai Direktur Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia di Kementerian Sosial RI. Tanggal pendiriannya sendiri ditetapkan pada 24 Maret 2004. 7) Walau peraturannya baru dikeluarkan kemudian.

Saat saya masih muda dan pernah ikut sebagai relawan, baik BNPB maupun Tagana belum ada. Salah satu yang saya ingat adalah ketika terjun sebagai "Tim Gabungan SMUI -- UKM di UI" untuk membantu korban erupsi Merapi tahun 1994. Saya masih ingat betul, Gunung Merapi -yang di Jawa Tengah, bukan Gunung Marapi di Sumatra Barat- meletus pada 22 November 1994. Letusan itu dahsyat dan kemudian terdata 58 orang meninggal dunia. 8) 

Saya waktu itu masih mahasiswa baru di Universitas Indonesia. Namun, sudah dimasukkan sebagai anggota Senat Mahasiswa UI (tingkat universitas) oleh senior saya, Wien Muldian. Di hari tersiarnya berita meletusnya Merapi, langsung dilakukan koordinasi. Penggalangan dana cepat dilakukan di semua fakultas. Sehari setelahnya, dana itu dikumpulkan dan ditambah dengan dana yang dikeluarkan dari kas rektorat. Kemudian, siang harinya, dengan menggunakan dua mobil pribadi, kami berangkat. Tim dipimpin oleh Sekretaris Umum (Sekum) SMUI, beranggotakan para ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang memiliki kemampuan sebagai "relawan kebencanaan". Seingat saya, ada KSR PMI (Korps Sukarela Palang Merah Indonesia), Pramuka (Praja Muda Karana) Kalpavriksha UI, Mapala (Mahasiswa Pencinta Alam) UI, dan Menwa (Resimen Mahasiswa) UI. Maaf, nama-namanya saya sudah lupa. Saya sendiri justru mewakili pers mahasiswa bernama "Suara Mahasiswa UI", bertugas sebagai fotografer untuk dokumentasi.

Kami sampai di lokasi 1 hari setelah bencana, dengan kondisi Gunung Merapi dinyatakan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) masih "awas" atau "level 4". Listrik di lokasi masih diputuskan oleh PLN, karena bahaya kebakaran. Sehingga di malam hari, hanya mengandalkan lampu minyak, petromaks, atau lilin. Lampu darurat model charging listrik sulit dipakai. Dalam foto teratas yang saya pakai sebagai ilustrasi artikel ini, tampak suasananya gelap gulita. Terangnya sinar di situ adalah dari flash/blitz kamera yang saya tembakkan saat memotret.

Saya (jaket biru tua) mendampingi Sekum SMUI (dua di kanan saya) & Ketua Pramuka Kalpavriksa UI (di kanan saya) melapor. (Foto: Dok. Bhayu M.H.) 
Saya (jaket biru tua) mendampingi Sekum SMUI (dua di kanan saya) & Ketua Pramuka Kalpavriksa UI (di kanan saya) melapor. (Foto: Dok. Bhayu M.H.) 

Bantuan berupa barang sudah banyak menumpuk. Khas Indonesia, barangnya kebanyakan mie instant saja. Oleh karena itu, dari Kampus UI Depok kami tidak membawa barang apa pun, hanya uang. Setelah sampai di lokasi, kami mendaftarkan diri kepada petugas pemerintah di sana. Kami lantas menanyakan kebutuhan apa yang diperlukan pengungsi. Ternyata, kebanyakan berupa selimut, popok, pakaian dalam, dan makanan bayi. Mereka juga membutuhkan bahan makanan segar yang bukan mie instant. Karena di pos pengungsian sudah ada dapur umum. Kami lantas membelanjakan kebutuhan itu dengan turun ke desa terdekat yang tak terdampak bencana. Selama beberapa hari di sana, kami pagi dan sore dua kali belanja untuk keperluan pengungsi.

Satu kenangan pribadi yang saya ingat adalah, saya tidak minta izin ke orangtua saya. Karena waktu itu belum ada telepon seluler, mereka sampai menyusul ke kost. Dan penjaga kost pun angkat bahu karena tidak tahu keberadaan saya. Setelah saya pulang dan mencetak foto, barulah mereka tahu bahwa saya nekat pergi sebagai "relawan kebencanaan". Ibu saya sempat menangis karena kuatir. Saya pribadi sudah tahu kalau minta izin tidak akan diberikan. Maka, saya pun memilih minta maaf saja kemudian. Alhamdulillah-nya Allah SWT menjaga keselamatan kami.

Relawan Politik Yang Menggelitik

Nah, ada satu jenis lagi relawan yang tampaknya kini lebih menggelitik. Itu adalah "relawan politik". Meski sudah ada semenjak SBY "nyalon" pertama kali bersama JK pada 2004, namun fenomena "relawan poltik" jelas naik daun di masa Jokowi. Semenjak hendak menjadi Walikota Solo, sudah terbentuk organisasi relawan baginya. Sengaja saya tidak tuliskan namanya di sini, karena saya pikir pembaca sudah tahu.

Tentu saja relawan politik menggelitik karena di sini mereka ada yang "gak rela-rela amat" seperti relawan sosial. Kita tahu, ada imbal jasa dari penguasa yang didukung, saat berhasil menduduki tampuk kekuasaan. Ada dua jenis imbal jasa: jabatan dan proyek.

Untuk jabatan, bisa diposisikan sebagai Komisaris BUMN atau BUMD. Bisa juga sebagai Staf Ahli. Atau malah Menteri! Kita tahu ada ketua organisasi relawan yang diberi "jatah" sebagai menteri, bukan?

Sedangkan imbal jasa berupa proyek agak lebih susah terlacak. Itu karena biasanya disembunyikan dengan jalan memutar. Pemberian "jatah" tentu bersifat G-to-B (Government to Business). Lazimnya melalui "PL" (Penunjukan Langsung) kepada entitas badan hukum berbentuk PT, CV, atau Yayasan. Nama pengurusnya tentu tercantum di akta pendirian. Hanya saja, ini bisa sangat disamarkan seperti pola-pola yang biasa dilakukan para pelaku tindak pidana korupsi atau pencucian uang. Masyarakat umum pun tak mudah menelisiknya.

Bhayu M.H. saat menghadiri kampanye akbar Jokowi-Amin di Gelora Bung Karno, 13 April 2019. (Foto: Arlia Gustini).
Bhayu M.H. saat menghadiri kampanye akbar Jokowi-Amin di Gelora Bung Karno, 13 April 2019. (Foto: Arlia Gustini).

Ada pula jenis relawan politik yang sifatnya benar-benar rela. Saya sendiri di masa Jokowi "nyapres" pada 2014 dan 2019 masuk kategori ini. Pada 2014 saya membuat satu situs web (website) tak resmi, namun langsung minta izin pada Ketua TKN (Tim Kampanye Nasional) waktu itu, Bapak H. Tjahjo Kumolo, S.H.. Biaya seratus persen dari kami, dimana saya bekerjasama dengan satu website developer provider. Sedangkan pada 2019 saya menggalang teman-teman yang punya kemampuan teknologi informasi untuk membentuk "JACA" (Jokowi-Amien Cyber Alliance). Dana awal murni dari saya, walau kemudian ada donasi atau sumbangan yang tak selalu berupa uang. Misalnya ada yang kemudian menyumbangkan sekarung kaus sebagai APK (Alat Peraga Kampanye).

Untuk apa yang saya perbuat pada Pemilu 2014 dan 2019 bagi Jokowi, saya sama sekali tidak mendapatkan imbalan apa pun dari siapa pun. Hanya pernah ikut ramai-ramai satu organisasi relawan datang ke Istana Merdeka, karena diundang mengikuti peringatan Hari Sumpah Pemuda pada 2016. Itu pun cuma duduk di emperan jalanan depan istana yang basah sehabis hujan. Bahkan tidak bersalaman dengan Presiden Jokowi karena beliau nun jauh di sana.

Toh, saya merasa sudah cukup senang karena bisa ikut berkontribusi. Memang cuma itulah yang didapatkan relawan sejati. Rasa puas karena sudah ikut membantu. Selebihnya tentu yang diharapkan hanya balasan pahala dari Tuhan. Karena menjadi relawan itu seharusnya memang rela berkorban. 

Sumber Kutipan & Rujukan:

1)https://www.detik.com/jatim/berita/d-7071296/hari-sukarelawan-internasional-momen-mengapresiasi-para-relawan#:~:text=Hari%20Sukarelawan%20Internasional%20atau%20International%20Volunteer%20Day%20diperingati%20setiap%20tanggal%205%20Desember.

2)https://katadata.co.id/agungjatmiko/lifestyle/656e2b3572479/tema-hari-relawan-internasional-2023-jika-semua-orang-melakukannya

3)https://kbbi.web.id/relawan

4)https://kbbi.web.id/sukarelawan

5)https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Nasional_Penanggulangan_Bencana

6)https://indonesiabaik.id/media/konten/931#:~:text=TAGANA%20merupakan%20relawan%20kemanusiaan%2Ftenaga,berbasis%20masyarakat%20di%20tahun%202002

7)https://kemensos.go.id/air-mata-sang-pendiri-tagana-pada-hut-ke-18-tagana#:~:text=BANDUNG%20(24%20Maret%202022)%20%2D,sang%20pendiri%20Tagana%2C%20Andi%20Hanindito

8)https://regional.kompas.com/read/2018/05/11/16523971/infografik-riwayat-letusan-merapi-sejak-1990-an?page=all

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun