Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Relawan Harus Rela Berkorban

7 Desember 2023   17:42 Diperbarui: 7 Desember 2023   17:42 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Pos Pengungsian 1 Hari Pasca Erupsi Gunung Merapi di Jawa Tengah, 22 November 1994. (Foto: Bhayu M.H.)

Nah, last but not least, adalah relawan kebencanaan. Ini tampak paling "gagah-berani", karena mereka turun ke lapangan yang baru saja dilanda bencana alam. Secara fisik, seharusnya mereka punya kesamaptaan, dan tentunya juga ketrampilan "aktivitas luar ruang" memadai. Karena daerah bencana sangat minim fasilitas dan biasanya masih porak-poranda saat tim bantuan datang. Indonesia sendiri baru "terbangun" untuk mengorganisasikan hal ini ketika Aceh dan sekitarnya dilanda tsunami akbar pada 26 Desember 2004. Barulah setelah itu BNPB dan Tagana dibentuk.

Pengalaman Pribadi Sebagai Relawan

Saya pribadi bukan seorang "relawan profesional". Karena sekarang sepertinya ada yang profesinya memang "relawan". Apalagi sejak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berdiri pada 2019, pengorganisasian "relawan kebencanaan" lebih rapi di bawah kendali pemerintah. BNPB sendiri adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang didirikan sesuai amanat UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pendiriannya berdasarkan Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008, yang kemudian diganti dengan Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2019. 5)

Apalagi setelah berdirinya "Tagana" (Taruna Siaga Bencana). Didirikan secara legal dengan terbitnya Peraturan Menteri Sosial (Permensos) No. 28 Tahun 2012 tentang Tagana, disusul Permensos No. 29 Tahun 2018 tentang Pedoman Tagana. 6) Sedangkan pendiri Tagana, disebutkan bernama Andi Hanindito. Andi pada tahun 2022 menjabat sebagai Direktur Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia di Kementerian Sosial RI. Tanggal pendiriannya sendiri ditetapkan pada 24 Maret 2004. 7) Walau peraturannya baru dikeluarkan kemudian.

Saat saya masih muda dan pernah ikut sebagai relawan, baik BNPB maupun Tagana belum ada. Salah satu yang saya ingat adalah ketika terjun sebagai "Tim Gabungan SMUI -- UKM di UI" untuk membantu korban erupsi Merapi tahun 1994. Saya masih ingat betul, Gunung Merapi -yang di Jawa Tengah, bukan Gunung Marapi di Sumatra Barat- meletus pada 22 November 1994. Letusan itu dahsyat dan kemudian terdata 58 orang meninggal dunia. 8) 

Saya waktu itu masih mahasiswa baru di Universitas Indonesia. Namun, sudah dimasukkan sebagai anggota Senat Mahasiswa UI (tingkat universitas) oleh senior saya, Wien Muldian. Di hari tersiarnya berita meletusnya Merapi, langsung dilakukan koordinasi. Penggalangan dana cepat dilakukan di semua fakultas. Sehari setelahnya, dana itu dikumpulkan dan ditambah dengan dana yang dikeluarkan dari kas rektorat. Kemudian, siang harinya, dengan menggunakan dua mobil pribadi, kami berangkat. Tim dipimpin oleh Sekretaris Umum (Sekum) SMUI, beranggotakan para ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang memiliki kemampuan sebagai "relawan kebencanaan". Seingat saya, ada KSR PMI (Korps Sukarela Palang Merah Indonesia), Pramuka (Praja Muda Karana) Kalpavriksha UI, Mapala (Mahasiswa Pencinta Alam) UI, dan Menwa (Resimen Mahasiswa) UI. Maaf, nama-namanya saya sudah lupa. Saya sendiri justru mewakili pers mahasiswa bernama "Suara Mahasiswa UI", bertugas sebagai fotografer untuk dokumentasi.

Kami sampai di lokasi 1 hari setelah bencana, dengan kondisi Gunung Merapi dinyatakan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) masih "awas" atau "level 4". Listrik di lokasi masih diputuskan oleh PLN, karena bahaya kebakaran. Sehingga di malam hari, hanya mengandalkan lampu minyak, petromaks, atau lilin. Lampu darurat model charging listrik sulit dipakai. Dalam foto teratas yang saya pakai sebagai ilustrasi artikel ini, tampak suasananya gelap gulita. Terangnya sinar di situ adalah dari flash/blitz kamera yang saya tembakkan saat memotret.

Saya (jaket biru tua) mendampingi Sekum SMUI (dua di kanan saya) & Ketua Pramuka Kalpavriksa UI (di kanan saya) melapor. (Foto: Dok. Bhayu M.H.) 
Saya (jaket biru tua) mendampingi Sekum SMUI (dua di kanan saya) & Ketua Pramuka Kalpavriksa UI (di kanan saya) melapor. (Foto: Dok. Bhayu M.H.) 

Bantuan berupa barang sudah banyak menumpuk. Khas Indonesia, barangnya kebanyakan mie instant saja. Oleh karena itu, dari Kampus UI Depok kami tidak membawa barang apa pun, hanya uang. Setelah sampai di lokasi, kami mendaftarkan diri kepada petugas pemerintah di sana. Kami lantas menanyakan kebutuhan apa yang diperlukan pengungsi. Ternyata, kebanyakan berupa selimut, popok, pakaian dalam, dan makanan bayi. Mereka juga membutuhkan bahan makanan segar yang bukan mie instant. Karena di pos pengungsian sudah ada dapur umum. Kami lantas membelanjakan kebutuhan itu dengan turun ke desa terdekat yang tak terdampak bencana. Selama beberapa hari di sana, kami pagi dan sore dua kali belanja untuk keperluan pengungsi.

Satu kenangan pribadi yang saya ingat adalah, saya tidak minta izin ke orangtua saya. Karena waktu itu belum ada telepon seluler, mereka sampai menyusul ke kost. Dan penjaga kost pun angkat bahu karena tidak tahu keberadaan saya. Setelah saya pulang dan mencetak foto, barulah mereka tahu bahwa saya nekat pergi sebagai "relawan kebencanaan". Ibu saya sempat menangis karena kuatir. Saya pribadi sudah tahu kalau minta izin tidak akan diberikan. Maka, saya pun memilih minta maaf saja kemudian. Alhamdulillah-nya Allah SWT menjaga keselamatan kami.

Relawan Politik Yang Menggelitik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun