Mohon tunggu...
sebastian waru
sebastian waru Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mari Berdialog, Agar Indonesia Tetap Utuh

15 Agustus 2016   20:03 Diperbarui: 15 Agustus 2016   20:08 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

(dari buku Hukum Administrasi Negara, Prof. Dr. Mr. Prajudi Atmosudirjo)

       Namun, dalam praktiknya banyak ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di dalam sistem keperintahan sehingga, membuat masyarakat benci dan memilih apatis. Ketidakadilan yang di praktikkan pemerintah terhadap masyarakat membuat segelintir orang merasa iri atau cemburu sehingga menimbulkan berbagai masalah seperti separatisme

INDONESIA DI USIANYA YANG KE 71 TAHUN

        Semua orang pasti ingin hidup merdeka jika kita menilik arti atau makna dari kemerdekaan itu sendiri. Kata merdeka berarti bebas. Bebas dari penjajahan, penindasan, kemiskinan, ketidakadilan, dan lain-lain. Namun, kemerdekaan itu akan dianggap beban bagi masyarakat di karenakan oleh kesalahan pemerintah dalam menafsirkan atau mengaktualisasikan kemerdekaan yang di peroleh tersebut, sehingga membuat masyarakat lebih memilih kembali ke zaman kolonialisme.

Memang dulu, masyarakat dengan semangat yang berapi api dan dengan lantang menolak kolonialisme dan lebih memilih mati berkalang tanah dari pada hidup di atas para penjajah. Namun, kelengaan atau kepongahan pemerintah dalam menjaga semangat tersebut membuat semua sorakan yang sedemikian lantangnya dulu di telan bumi. Problem ini tentu sangat menyedihkan. Mungkin saja bila sang Proklamator masih di izinkan untuk menginjak bumi ini, Ia pasti berseduh sedan melihat nasib rakyatnya, menangis akan tingkah-tingkah konyol pemerintah yang lebih mementingkan kepentingan pribadi, dan golongan tertentu dan mengabaikan kepentingan masyarakat.

Ini adalah problem yang sangat serius dan pemerintah perlu merefleksikan diri, sadar akan keapatisan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Perlu pembenahan yang besar untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat jika pemerintah masih membutuhkan masyarakat Buang jauh kenaifan pemerintah dan dibutuhkan konsilidasi antara pemerintah dan masyarakat agar kesejahteraan bangsa tetap terjaga dan yang paling penting adalah agar image bangsa Indonesia yang terkenal akan solidaritasnya tidak tercoreng sehingga pengaruh asing terhadap masyarakat kita dalam upaya menseparatismekan negara seribu pulau ini tidak pernah terwujud. Perlu kita ketahui bersama bahwa Indonesia adalah negara kepulauan, dengan berbagai macam suku, agama, rasa, sehingga dengan perbedaan tersebut upaya dari oknum tertentu dalam upaya melakukan perpecahan (separatisme) sangat mudah, ditambah dengan sebagian masyarakat kita yang masih konservatif dan sensitif menjadi lebih mudah bagi orang luar untuk memecah belahkan masyarakat Indonesia.

Perlunya Dialog yang Intens

       Indonesia adalah negara demokrasi. Jika kita menelaah lebih dalam arti dari kata demokrasi itu sendiri ialah “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”. Walaupun dalam perjalanannya demokrasi mengalami pasang surut di karenakan oleh perbedaan paradigma segelintir orang, tetapi toh, hingga kini hingga di usianya yang tidak mudah lagi ini(71 tahun) masih tetap bertahan. Namun, ketika kita menyaksikan bagaimana pemerintah (para aktor politik) mempraktikkan “demokrasi” tersebut tidak sesuai dengan substansi yang di harapkan.

Makna kata demokrasi yang di cita-citakan oleh para pencetus demokrasi itu sendiri (dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat) hanya isapan jempol belaka. Politik kotor merambat kemana-mana, budaya musyawara mufakat tinggallah hikayat belaka, kekuatan uang semakin dibutuhkan, sehingga para kapitalis tertawa berbahak-bahak. Namun, dalam hal ini (money politik), kita tidak semata-mata menyalahkan para kapitalis tetapi juga disebabkan oleh kelangaan pemerintah yang kurang tegas dalam menjaga sistem yang ada, di tambah kerakusan pemerintah dan elit-elit lain terhadap sesuatu yang sifatnya material.

Pemerintah seolah tidak sadar bahwa kita hidup di zaman elektronisasi. Sehingga mereka  berasumsi bahwa masyarakat masih konservatif, dan tidak selalu update akan informasih-informasih sekitar dunia kepemerintahan yang carut-marut. Problem tersebut diataslah yang kemudian menjadi salah satu pemicu perpecahan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sistemnya, sehingga muncul berbagai gerakan-gerakan kiri yang mencoba untuk mempengaruhi masyarakat kita supaya memisahkan diri dari NKRI.

Pesoalan yang terjadi sebetulnya sederhana jika budaya “dialog” kita terapkan. Mulai dari internal keperintahan (sesama penguasa), antara pemerintah dan masyarakat, dan sesama masyarakat. Ketika saya membaca bukunya beberapa pejuang Republik ini, dalam memperjuangkan kemerdekaan yang kita nikmati saat ini, mulai dari Soekarno-Hatta, Moh. Natsir, I.J Kasimo, dan beberapa tokoh penting negeri ini, budaya “dialoglah” yang menjadi kekuatan utama mereka dalam menghadapi persoalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun