Dan yang tak kalah penting, kita perlu belajar menahan jempol tidak menyebar berita provokatif, serta lebih kritis terhadap informasi yang bisa menimbulkan perpecahan.
Saya teringat satu momen sederhana namun bermakna. Saat mengikuti doa lintas agama di kampus, saya melihat mahasiswa dari berbagai keyakinan duduk bersama, saling mendoakan, saling tersenyum.Â
Tidak ada yang merasa lebih benar. Hanya manusia yang berbeda jalan, tapi menginginkan kedamaian yang sama. Di sana saya belajar, toleransi bukan berarti setuju atas semua hal, tapi sanggup menerima keberadaan orang lain apa adanya.
Mengatasi intoleransi bukanlah mimpi utopis. Ia mungkin, selama kita percaya bahwa cinta dan pengertian lebih kuat dari kebencian dan prasangka.Â
Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, toleransi bukan hanya pilihan, tapi satu-satunya jalan untuk tetap berdiri sebagai bangsa yang utuh.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI