Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Ayu, Anak Titipan Surga" dan Kasus Perundungan Siswa

16 Januari 2017   22:20 Diperbarui: 4 April 2017   17:26 5760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: id.bookmyshow.com

Satu lagi film yang menampilkan kisah para Pramuka ditayangkan di bioskop-bioskop di Tanah Air. Diberi judul “Ayu, Anak Titipan Surga” film yang disutradarai Guntoro Sulung, menceritakan tentang seorang anak perempuan bernama Ayu. Dalam sinopsis kisah film itu di media sosial, ada yang menyebutkan Ayu berusia 9 tahun, tetapi ada juga yang menulis Ayu ditinggalkan sang ayah yang meninggal dunia ketika usia Ayu baru berusia 9 tahun.

Saya pribadi lebih percaya Ayu memang saat ayahnya meninggal berusia 9 tahun, dan kini telah berusia sekitar 12 tahun. Pasalnya, dalam film itu Ayu digambarkan telah mencapai golongan Penggalang dengan tingkatan Terap. Seperti diketahui usia Pramuka Penggalang adalah 11-15 tahun. Sedangkan kalau Ayu masih berusia 9 tahun, dia masih masuk golongan Pramuka Siaga yang berusia 7-10 tahun.

Berbeda dengan film “Lima Elang” garapan Rudi Soedjarwo yang ceritanya memang lebih banyak menampilkan suasana perkemahan Pramuka dan kegiatannya, film yang menampilkan Luthfiyah Putri sebagai Ayu lebih banyak menampilkan suasana di lingkungan sekolah.

Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Adhyaksa Dault (kedua dari kanan), memberi sambutan. (Foto: R. Andi Widjanarko, ISJ)
Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Adhyaksa Dault (kedua dari kanan), memberi sambutan. (Foto: R. Andi Widjanarko, ISJ)
Ceritanya sendiri sederhana, namun cukup menarik. Paling tidak itulah yang menjadi kesan para penonton acara nonton bareng film tersebut bersama Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka di Bioskop Metropole XXI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat malam, 13 Januari 2017. Saat memberikan sambutan sebelum film dimulai, Ketua Kwarnas, Adhyaksa Dault, mengapresiasi film tersebut sebagai tontonan positif bagi anak-anak dan remaja.

Walaupun demikian, Ketua Kwarnas sempat menyampaikan pesan agar para penonton jangan berekspektasi terlalu tinggi. Ini film biasa-biasa saja, tetapi kita patut bangga dengan isi film yang memberi nilai positif bagi kaum muda, demikian antara lain dikatakan Adhyaksa Dault.

Memang, kisahnya sendiri cukup sederhana. Ayu yang telah ditinggal ayahnya karena meninggal saat dia berusia 9 tahun, hanya hidup bersama ibu dan neneknya di sebuah rumah sederhana. Walaupun demikian, Ayu terbilang anak pintar, ramah, dan senang menolong. Seperti sudah ditebak, pasti ada tokoh antagonisnya, yaitu kelompok siswa lain dipimpin Evi yang sering mem-bully Ayu.

Kisah ini sebenarnya bisa lebih menarik kalau masalah bully atau perundungan lebih dikembangkan dalam skenarionya. Apalagi yang mem-bully bukan hanya sesama siswa, bahkan guru pun ada yang mungkin tanpa sadar, melakukan perundungan terhadap Ayu.

Foto bersama para Pramuka dengan para pemeran
Foto bersama para Pramuka dengan para pemeran
Film ini sebenarnya bisa dikembangkan menjadi upaya mengatasi perundungan di sekolah. Kalau saja Kak Seto Mulyadi yang tampil sebagai cameo dalam film tersebut, ikut berbicara tentang cara mengatasi perundungan di sekolah, “Ayu, Anak Titipan Surga” akan mempunyai nilai lebih. Cukup banyak kasus perundungan kepada siswa sekolah, baik dari sesama siswa maupun dari kalangan pendidiknya. Namun mungkin ketika Kak Seto berbicara – digambarkan mengapresiasi sikap Ayu ketika diwawancara reporter televisi – mungkin belum diberitahu secara lengkap isi kisahnya.

Sekali lagi, kasus perundungan siswa memang cukup sering terjadi. Itu sebabnya, menjadi menarik untuk dicatat dan dicontoh perilaku ibu kepala sekolah, yang tidak serta-merta “menelan” semua omongan yang ingin memfitnah Ayu. Tapi melakukan cek dan ricek sampai semuanya jelas dan Ayu pun terhindar dari perundungan sesama siswa. Sikap ini perlu pula ditiru oleh guru dan para pendidik di mana pun.

Dua anggota Indonesia Scout Journalist berfoto bersama pemeran utama
Dua anggota Indonesia Scout Journalist berfoto bersama pemeran utama
Menarik juga bila dikembangkan, bagaimana seharusnya para siswa menyikapi kejadian perundungan yang ada. Bagaimana membentuk buddy system,  sistem perkawanan, bukan untuk menutupi perilaku buruk kawannya, tetapi justru membantu menyadarkan sang kawan untuk tidak berperilaku buruk. Film “Ayu, Anak Titipan Surga” sejatinya dapat dimanfaatkan sebagai upaya memasyarakatkan cara mengatasi kasus-kasus perundungan yang dialami para siswa.

Secara keseluruhan film ini cukup lumayan, dan inilah penilaian saya dari 1 yang paling jelek sampai 5 yang paling bagus:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun