Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Berjuang dengan Uang, Berperang dengan Perangko

30 Maret 2020   22:10 Diperbarui: 30 Maret 2020   22:45 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa lembar uang koleksi milik penulis. Sebagian adalah uang yang diterbitkan pada masa perjuangan mempertahankan Kemerdekaan RI. (Foto: BDHS)

Namun dalam catatan kali ini sengaja saya menuliskannya dengan "perangko" agar ketika dibaca mengalun senada dengan kata "perang". Seperti juga kata "uang" yang mengalun senada dengan kata "berjuang".

Jadi Bertambah-tambah

Entah karena menulis puisi itu atau ada dorongan lainnya, justru sejak Januari 2020 itu keinginan penulis untuk memperoleh uang kertas dari masa sebelum 1960-an jadi bertambah-tambah. 

Bila awalnya hanya ada kurang dari 10 lembar uang kertas, kini telah mencapai sekitar 50 lembar. Kebanyakan uang kertas dari masa awal Kemerdekaan Republik Indonesia, yang sering disebut ORI (Oeang Repoeblik Indonesia). Ada juga ORIDA yaitu ORI Daerah, uang-uang kertas yang dicetak di sejumlah daerah di Pulau Jawa dan Sumatera.

ORIDA dicetak karena walaupun Indonesia telah memproklamirkan Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, kenyataannya pihak Belanda yang kembali "menumpang" pasukan Sekutu yang melucuti tentara Jepang, mencoba menjajah lagi Indonesia. Belanda bahkan melakukan blokade, sehingga uang kertas ORI yang dicetak di Pulau Jawa, tidak dapat didistribusikan.

Belanda kemudian mendistribusikan uang kertasnya sendiri yang disebut "uang NICA". Tentu saja hal ini membahayakan kelangsungan Pemerintah RI, Padahal seperti dalam puisi di atas disebutkan bahwa bukti kedaulatan suatu negara merdeka antara lain dengan adanya uang dan prangko dengan nama negara itu. Itulah sebabnya, dengan persetujuan Pemerintah Pusat, sejumlah daerah diizinkan mencetak uang kertas sendiri. Uang-uang itulah yang disebut dengan ORIDA.

Sementara hal yang sama juga terjadi dengan prangko. Prangko-prangko yang sudah dicetak oleh Pemerintah RI diblokade penjajah Belanda dan tidak bisa didistribusikan ke daerah-daerah. 

Maka selain mencetak prangko-prangko seadanya di beberapa daerah, sejumlah daerah juga melakukan cetak tindih atas prangko-prangko dari masa penjajahan Belanda dan masa penjajahan Jepang. 

Caranya dengan mencetak atau memberi stempel prangko-prangko zaman penjajahan Belanda dan Jepang dengan tulisan yang menyatakan itu adalah prangko Indonesia. Misalnya dengan cetak tindih tulisan "Indonesia", "Rep.Ind", "Rep. Indonesia", "PTT Indonesia", "NRI", dan lainnya.

Prangko zaman penjajahan Jepang dengan cetak tindih tulisan "REP. IND" dan ORI. (Foto: dari Suwito Harsono)
Prangko zaman penjajahan Jepang dengan cetak tindih tulisan "REP. IND" dan ORI. (Foto: dari Suwito Harsono)
Ada juga beberapa prangko yang dicetak tindih dengan tulisan "ORI' dan "URIPS". Bila ORI adalah singkatan Oeang Repoeblik Indonesia, maka URIPS adalah singkatan Uang Republik Indonesia Propinsi Sumatera. Ini menandakan bahwa yang ingin menggunakan prangko dengan cetak tindih "ORI" dan "URIPS" untuk ditempel di atas kartu pos maupun amplop surat pos, harus membelinya dengan uang kertas ORI atau URIPS. Bila calon pembeli mencoba membayar dengan uang NICA yang diedarkan penjajah Belanda, maka tak akan dilayani.

Mengacu pada puisi tadi, inilah yang disebut dengan "berjuang dengan uang, berperang dengan perangko". Lewat uang dan prangko, Indonesia menunjukkan sebagai negara merdeka yang berdaulat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun