Mohon tunggu...
Berry
Berry Mohon Tunggu... Freelancer - belajar mengamati-menulis

suka makan kerupuk

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Putri Chandrawathi dan Derita Perempuan Korban Kekerasan Seksual

22 Oktober 2022   09:21 Diperbarui: 22 Oktober 2022   09:28 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: KOMPAS.com/Kristianto Purnomo

Ketika dilecehkan secara seksual, rasa malu menjadi inti dari luka emosional bagi seorang perempuan. Rasa malu itu pula yang membuat korban cenderung menyalahkan diri sendiri atas perbuatan seksual yang dilakukan padanya. Padahal, sejatinya dia adalah korban.

Hal ini seperti yang dinyatakan oleh pakar rasa malu Gershen Kaufman dalam bukunya, Shame: The Power of Caring, "Malu adalah reaksi alami saat adanya pelanggaran atau pelecehan. Faktanya, pelecehan adalah sesuatu yang memalukan dan tidak manusiawi."

Selain itu, perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual juga akan merasa rendah diri dan tak berdaya. Korban merasa tak berharga dan tak punya harga diri lagi di hadapan masyarakat. Dalam banyak kasus, perasaan tidak berdaya ini mendorong kepasrahan, hingga berujung pada upaya bunuh diri.

Di sisi lain, stigma negatif juga terus menyertai korban pelecehan seksual. Hal itu diikuti dengan victim blamming yang justru merugikan korban. Bentuknya bisa bermacam-macam, seperti mempertanyakan mengapa korban mau satu kamar dengan pelaku, mengapa tidak melapor ke pihak berwajib, hingga mempertanyakan keabsahan ceritanya.

Oleh karena itu, perempuan akan cenderung mengalah dan mengorbankan dirinya sendiri. Ia akan menutupi kasus pelecehan yang dialaminya karena menempatkan kepentingan suami, anak, dan keluarga di atas dirinya sendiri. Takut jika kehormatan keluarganya akan rusak karena dirinya pernah dilecehkan secara seksual.

Parahnya lagi, banyak kasus kekerasan seksual terjadi dengan minim bukti. Tidak adanya bukti tersebut, kecuali kesaksian yang dialaminya sendiri, menjadikan korban sangat rentan untuk diserang balik. Bahkan dianggap mengarang cerita.

Keseluruhan itu menjadikan perempuan dalam posisi yang tidak menguntungkan. Ia rentan dan kerap kali disalahkan. Padahal, sejatinya dia korban yang harus diberikan perlindungan, dan tentunya, dipulihkan.

Membuka Kembali Dugaan Pelecehan Seksual

Oleh karena itu, mengungkap dugaan kekerasan seksual memang harus hati-hati. Pelanggaran hukum ini tidak memang mudah untuk diungkap, tetapi menjadi mandat peradaban. Agar keadilan bisa ditegakkan kepada siapapun, terutama mereka yang rentan.

Dalam konteks kasus Ferdy Sambo dan Putri Chandrawathi, kita tak pernah tahu dugaan pelecehan seksual itu benar-benar pernah terjadi apa tidak. Karena minim dengan bukti dan saksi. Tetapi kita juga harus adil dengan menempatkan kasus ini secara proporsional. Kesaksian korban harus diperhatikan, sebagaimana kita melihat pada kasus pelecehan seksual lainnya.

Oleh karena itu, pengungkapan dugaan pelecehan seksual kepada Putri di Magelang itu sangat diperlukan, terutama dalam persidangan. Sebagai batu uji pembuktian terkait dugaan pelecehan seksual tersebut. Hal itu juga akan membuka tabir selama ini. Sekaligus, mengungkap motif sebenarnya yang melatarbelakangi pembunuhan Brigadir J.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun