Mohon tunggu...
Berry Budiman
Berry Budiman Mohon Tunggu... lainnya -

Editor sastra, penulis, pengajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Nazaruddin Ditawari Tiga Permintaan oleh Tuhan

11 Desember 2016   18:48 Diperbarui: 11 Desember 2016   21:43 1994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)

“Baiklah, aku akan kabulkan permintaan keduamu.”

“Terima kasih, Tuhan.”

Maka siang itu juga, istri Nazarudin pun hidup kembali. Semua orang yang melayat terkejut menyaksikan bagaimana perempuan itu terbangun di tengah pembacaan doa yang mengalir untuknya. Wajahnya terlihat sehat sekali ketika terbangun. Beberapa orang tampak sedikit ketakutan, tetapi lebih banyak yang mendekat dan memeluk perempuan yang telah meninggal sepuluh jam yang lalu itu. 

“Keluar, Din. Istrimu hidup lagi!” teriak warga sembari mengetuk pintu kamar Nazarudin.

Segala puji bagi Tuhan semesta alam, ucap Nazarudin dalam hati.

Setelah istrinya dihidupkan kembali, kehidupan Nazarudin kembali seperti semula dan ia pun tak lagi membenci istrinya. Ia menjadi sangat menyayanginya dan karena perbuatannya itu, istrinya pun tidak lagi cerewet dan pemarah seperti dulu. Mereka menjadi sepasang suami-istri yang bahagia dan saling menyayangi. “Nazarudin diberi kesempatan kedua oleh Tuhan dan ia menggunakannya dengan baik,” komentar salah satu warga ketika melihat Nazarudin sedang menjemput istrinya dari arisan ibu-ibu.

Hidup Nazarudin sudah lebih bahagia saat ini, tetapi ia tidak lupa dengan permintaan terakhirnya yang tersisa. Dalam hati ia berpikir, ini permintaan terakhir, jangan sampai aku salah meminta. Satu minggu penuh Nazarudin memikirkan permintaan apa yang mesti ia panjatkan kepada Tuhan. Sayang juga kalau ia tidak menggunakannya. Lalu ia pun bertanya kepada teman-temannya yang meronda malam.

“Minta uang, Din. Dengan uang yang banyak, kau akan bahagia karena semua keinginanmu bisa kau beli,” saran Abdul.

“Tidak, tidak, minta kesehatan. Itu yang lebih penting. Kau lihat bagaimana menderitanya Wan Abud yang sakit bertahun-tahun itu? Kekayaannya tidak bisa ia nikmati, Din,” saran Ridwan.

“Bodoh kalin, percuma saja kalau kau kaya atau pun sehat kalau besok kau mati,” kali ini Umar yang memberi masukan.

“Mati bagaimana, kan sudah sehat!” tangkis Ridwan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun