Mohon tunggu...
Berny Satria
Berny Satria Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis bangsa

Bangsa yang Besar adalah yang berani berkorban bagi generasi berikutnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Isra Mi'raj Zaman Now; Nabi Muhammad Meneladani Nabi Musa

3 April 2019   15:09 Diperbarui: 13 April 2023   12:29 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: nu.or.id

Nabi Muhammad SAW naik ke langit ke-7 dan berangkat menaiki kendaraan Bouraq yang lebih cepat daripada kilat ke Masjidil Aqsa di Palestina. 

Kisah ini merupakan paket baku yang tidak dapat diganggu gugat pemahaman maupun kesadarannya bagi kaum yang mempercayainya. 

Namun saya akan mengajak pembaca untuk sedikit menggali ketajaman berfikir kita untuk memahami kisah ini. Tanpa menghakimi sebuah referensi ataupun kepercayaan orang  yang mengimaninya. Begitupula tulisan ini bukan untuk mengajak pembaca untuk membenci sebuah golongan, tetapi menjadi bahan pemikiran yang substantif karena Tuhan melarang manusia mengikuti sesuatu tanpa ada pengetahuan tentang apa yang diikutinya. 

Sumber awal dan baku dari kisah ini adalah Surat Al-Isra ayat 1:

"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. "

Jika dilihat, surat Al-Isra artinya adalah perjalanan di malam hari. Substansi surat ini menceritakan sebuah perjalanan dikala malam gelap gulita. Tentu perjalanan Nabi yang melakoninya adalah sebuah perjuangan membela hukum Tuhan, bukan perjalanan pelesiran yang tak bermakna. Umat yang dituliskan dalam sejarah ini kemudian dinamakan Bani Israil, sebuah kaum yang melakoni perjuangan tatkala hukum Tuhan belum dapat menerangi  kehidupan manusia (gelap). 

Kata Israil sesungguhnya adalah nama lain dari nabi Yaqub. Menurut kisah pada kitab Taurat, nama Yaqub artinya Penipu. Kemudian nama Yaqub diganti menjadi Israil. 

Saya tidak akan membahas makna dari kata Yaqub yang akan mengundang perdebatan kitabiah-theologis tanpa ujung, namun nama Israil disandang oleh nabi Yaqub karena ia adalah salah satu pemimpin yang berjuang tatkala hukum Tuhan belum terang (gelap), belum menjadi pemenang. Dan ujung perjuangannya adalah dikala masa nabi Musa, nabi Musa berhasil mewujudkan tegaknya hukum Tuhan di muka bumi. Oleh karena itu keturunan darah nabi Yaqub disebut bani Israil, keturunan Israil. 

Nabi Musa adalah keturunan Israil. Ia tetap menjalankan misi Israil sebagai amanah untuk menegakkan hukum Tuhan. Perintah yang Tuhan firmankan kepadanya adalah membawa berjuta kaum Israil yang diperbudak oleh kerajaan Firaun di mesir, keluar menuju Palestina sebagai tanah yang dijanjikan Tuhan kepada bani Israil. 

Ini Menjadi jawaban mengapa presiden USA Donald Trump bersikukuh mengakui negara Israel secara defacto dan dejure, karena  secara teologis dan kitabiah ia melihat ada alasan Theologis untuk mengakui dataran tinggi Golan di Palestina sebagai daerah kekuasaan negara Israel. Ia memutuskan untuk membuka kedutaan besar USA di Yerusalem yang masih menjadi daerah sengketa dengan negara Palestina. 

Nabi Musa Hijrah membawa bani Israil berjalan sejauh ribuan kilometer menuju Palestina selama 40 tahun untuk menjalankan perintah Tuhan demi tegaknnya hukum Nya di muka bumi. Walhasil, Nabi Musa berhasil mengarahkan umatnya memenangkan hukum Nya di Palestina sebagai titik awal. 

Pada abad ke 7 Masehi, amanah ini turun kepada Nabi Muhammad sebagai seorang  pilihan Tuhan untuk kembali memenangkan hukum Tuhan di muka bumi. Caranya adalah dengan menceritakan kisah perjuangan nabi Musa yang hijrah dari Mesir ke Palestina. Karena Mesir adalah tanah yang diharamkan Tuhan untuk menjadi titik awal pemenangan hukumNya. Atau dalam bahasa arab Masjidil Haram; yang artinya tempat mengabdi yang diharamkan kepada bani Israil untuk menjadikan Mesir sebagai titik awal tegaknya hukum Tuhan. 

Sedangkan Masjidil Aqsha artinya tempat dari ujung pengabdian, yakni kemenangan. 

Masjid = Tempat sujud, tempat mengabdi. 

Haram = Yang dilarang. 

Maka kata Masjidil Haram dapat dikenakan dimanapun ketika di tempat itu berkuasa "tuhan-tuhan" lain selain Tuhan penguasa alam ini. Termasuk di Mekkah yang menjadi Masjidil Haram bagi nabi Muhammad dan orang-orang beriman, karena Mekkah saat itu bercokol tuhan lain berbentuk system yang metuhankan manusia, bukan Tuhan penguasa alam. 

Aqsha = Ujung. 

Makna dari Masjidil Aqsha adalah ujung pengabdian dan perjuangan, yaitu terangnya kembali hukum Tuhan di muka bumi. 

Masjidil Haram zaman Nabi Musa adalah Mesir. Dan Masjidil Aqshanya adalah Palestina. 

Sedangkan Masjidil Haram zaman nabi Muhammad adalah Mekkah. Dan Masjidil Aqshanya adalah Madinah al Munawarah, negeri tempat tegaknya hukum Tuhan yang menerangi segala kegelapan hidup manusia. 

Surat Al-Isra dalam Alqur'an adalah firman Tuhan yang dikisahkan kepada nabi Muhammad tentang perjalanan perjuangan nabi Musa untuk dicontoh. Dan ketika firman Tuhan itu turun, nabi Muhammad adalah "audience", belum menjadi pelakonnya. Tujuannya agar nabi Muhammad mencontoh motif dan modus nabi Musa dengan melakukan Hijrah. Oleh karena itu di dalamnya tertulis :

"Maha Suci Allah,  yang telah memperjalankan hamba-Nya...." 

Menjadi sesuatu yang tidak tepat jika kata "hambaNya" dikenakan kepada nabi Muhammad, karena ia sedang menerima wahyu tersebut. Tetapi hambaNya yang dimaksud dalam ayat itu adalah nabi Musa. Dan nabi Muhammad wajib meniru pola perjuangannya yakni hijrah dari tanah yang diharamkan ke tanah ujung perjuangan.

Setiap penegakan hukum Tuhan di muka bumi, wajib menjalankan fase Hijrah, tanpa ada pengecualian. Tentu hijrah badan dan kehidupan, dari tanah yang dilarang menuju tanah yang dirujuk oleh Tuhan sehingga umat Nya dapat tumbuh dan besar menjadi umat yang kuat. Karena selama belum hijrah, maka umat Nya akan seperti tanaman Bonsai, kerdil dan tak dapat memberi hasil sebagaimana pohon yang produktif di lahan pertanian. 

Dan setelah Hijrah, maka umat melalui tahapan Mi'raj; yang artinya naik ke tahapan yang lebih tinggi dimana umat sudah layaknya seorang Istri dihadapan Tuhan. Umat sudah  mencapai tahapan yang Tuhan sayangi dan cintai. Wujudnya adalah, Umat memegang kekuasaan Tuhan di muka bumi. Mereka berlaku adil dan tegas, bahkan kepada dirinya sendiri. Sebuah slogan yang hari ini hanya isapan jempol belaka, karena umat manusia belum mencapai Mi'raj ke tahapan itu. 

Pada ayat ke 2 dan ayat-ayat selanjutnya, surat Al-Isra menceritakan dinamika dan petunjuk dalam perjalanan bangsa Israil yang dipimpin nabi  Musa, bukan cerita tentang umat nabi Muhammad. Karena umat nabi Muhammad sedang menunggu arahan yang diterima oleh nabi Muhammad tentang surat Al-Isra yang diwahyukan ini untuk dijalankan. 

Nabi Muhammad adalah seorang utusan Tuhan yang mentauladani Nabi-nabi sebelumnya, termasuk nabi Musa.  Dan semenjak nabi Adam hingga hari ini, seluruh nabi memikul tugas yang sama yang menjadi satu rel, bukan berlawanan. 

Wahyu Tuhan berlaku sepanjang masa hingga hari ini. Ia seperti bola yang terus berputar dan akan berlaku kembali dengan pelakon dan zaman yang berbeda. 

Maka, apakah kita sudah Isra dan Mi'raj di zaman Now? 

Bogor, 3 April 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun