Seperti yang dikatakan oleh Pak Haji dalam novel Harimau! Harimau! Tetapi di hutan, biar kita di tengah hutan belantara sekalipun, kita dikelilingi oleh pohon dan tanaman, oleh margasatwa dan serangga, yang kelihatan dan tak kelihatan, yang terdengar dan yang tidak terdengar. Rasanya kita satu dengan hidup di bumi.
Manusia, hewan, tumbuhan dan alam adalah kawan. Sebagai kawan, maka setiap kedudukan adalah sama dan sederajat. Di samping sebagai suatu keharusan menjaga dan memelihara alam, manusia hendaknya juga dapat berteman dengan alam. Fakta yang menyakitkan adalah bagaimana rendahnya hukum dan rendahnya kesadaran akan pentingnya melestarikan alam itu. Berita yang pernah viral seperti kebakaran hutan di Kalimantan, pembabatan hutan untuk tambang atau menjadikan ladang sawit dan lainnya terasa menyakitkan ketika menampilkan hangusnya hutan. Perlu terbuka mata dan hati sebagai manusia. Berhubungan dengan alam perlu menjadikannya sebagai teman dengan melakukan perubahan dalam bersikap dan bertindak.
Pertobatan− manusia perlu melakukan suatu ‘pertobatan.’ Pertobatan sendiri secara harfiah memiliki arti suatu penyesalan yang tulus atas kesalahan atau dosa yang telah dilakukan dengan melakukan perubahan pikiran dan tindakan nyata untuk berubah. Sebagai manusia, perlu adanya perubahan dalam diri keinginan untuk berubah. Ini tidak semudah membalikkan telapak tangan tetapi ini adalah sebuah kiasan di mana perlunya suatu kesadaran manusia. Bahwa manusia tidak hidup sendiri, ada hewan, tumbuhan dan alam yang menjadi teman mereka. Hidup bukan hanya sekedar sebuah perlombaan untuk mencapai kesuksesan tetapi hidup adalah tentang bagaimana kita dapat memaknainya dan menjalankan hidup bersama. Untuk menghentikan perburuan liar tidaklah mudah. Perlunya, kerja sama dari setiap elemen; masyarakat, pemerintah; para pemburu dan lainnya untuk dapat mencapai suatu kesepakatan. Harimau bukanlah musuh ketika mereka datang mengejar dan menerkam itu adalah suatu gejala alam mengalami kesakitan. Hutan yang gundul akibat pembabatan membuat para hewan kehilangan tempat tinggal dan makanan. Maka kehadiran harimau dan suara auman kerasnya yang melengking di lingkungan manusia itu adalah sebuah teriakan kesakitan dan amarah yang seakan mengatakan “Di mana rumahku? Mengapa kau rusak? Aku kehilangan tempat tinggalku.”
Terakhir sebagai penutup mengambil sepotong kalimat dari novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis,
Soalnya kini ialah menunggu. Menunggu dengan sabar. Yang mereka perlukan ialah waktu. Dengan penuh khawatir mereka melihat pada terang matahari di luar atap daun-daun kayu di atas kepala.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
