Yang membuat saya semakin terkesan adalah, bahwa ibu sudah tahu sebelumnya, kalau keyakinan iman saya berbeda dengan ibu. Namun, ternyata ibu tidak menganggap hal itu sebagai masalah. Sebaliknya, ibu tetap memberi restu.Â
Dari situ saya tahu, bahwa ibu berpandangan liberal, memiliki perspektif luas dan terbuka. Bagi ibu, perbedaan adalah sesuatu yang normal dan manusiawi, sehingga tidak perlu diperdebatkan.Â
Saya pernah mendengar ibu mengemukakan pendapatnya perihal perjalanan asnara anak-anaknya. Pendapat ini beliau sampaikan di depan beberapa kerabat dalam sebuah perbincangan.Â
Ibu berkata, ibu tidak pernah menpermasalahkan dengan siapa anaknya akan jatuh cinta dan menikah. Ibu memberi kebebasan kepada kedua anaknya untuk memilih pasangan hidup, tanpa ada tekanan sedikitpun dari ibu.
Bagi ibu, kebahagiaan anak adalah yang terutama. Selama anak bahagia, ibu akan merestui.Â
Dan terbukti, saya dan suami, serta adik ipar dan suaminya, berbahagia dengan pernikahan kami masing-masing.
Salah satunya saya rasa, karena ibu sebagai orang tua, memberi restu atas kedua pernikahan anak-anaknya tersebut dengan sepenuh hati.Â
Selain itu, anak-anak ibu yang telah diberi kebebasan dengan tulus, ternyata tidak mempergunakan kebebasan itu dengan seenaknya. Mereka benar-benar memilih pasangan hidup yang sekiranya berkenan di hadapan ibu.Â
Rajin, disiplin, pekerja keras dan energik
Setelah saya menikah, saya belajar banyak hal positif lainnya dari ibu. Ibu nyatanya seorang yang rajin, disiplin, pekerja keras, dan selalu energik.Â
Setiap hari, antara pukul tiga hingga etengah empat dini hari, ibu sudah bangun, dan langsung berjibaku dengan urusan dapur.Â