Mereka berharap akan mendapat tontonan gratis di tengah malam buta melalui mengintip perempuan tidur. Bukan aktivitas tidurnya yang hendak mereka lihat, namun kemungkinan lain yang terjadi saat perempuan tidur, seperti pakaian yang tersingkap sehingga bagian tubuh tertentu tak sengaja terbuka.
Sejak kejadian itu, saya selalu berhati-hati dan waspada terhadap kemungkinan para pelaku asusila ini beraksi.Â
Perilaku tidak pantas seperti kejadian di atas apabila telah berulang-kali dilakukan dan durasi waktunya telah lebih dari 6 bulan, sudah termasuk kategori penyimpangan seksual. Mereka yang berperilaku seksual menyimpang ini disebut sebagai penderita Parafilia. Lebih dari 90% penderitanya adalah pria.
Seseorang yang mendapat kepuasan seksual dengan mengintip aktivitas orang lain seperti mandi, ganti pakaian, tanpa busana, atau beraktivitas seksual, tergolong dalam perilaku seksual menyimpang Voyeurisme.
Tak menutup kemungkinan kalau si pelaku melakukan masturbasi saat mengintip korban. Pada perilaku ini, si pelaku tidak bertujuan menjalin kontak seksual dengan korban.
Jauh setelah kejadian tadi, ketika saya telah bekerja di Jakarta, kembali saya berhadapan dengan penderita parafillia.Â
Kali ini terjadi sepulang mengikuti ibadah. Saat itu saya sedang berjalan di trotoar yang terletak di sisi Jalan Jenderal Sudirman, bergerak dari arah Karet menuju Halte Benhil (Bendungan Hilir).Â
Maksud hati hendak menaiki jembatan penyeberangan. Kemudian dari arah berlawanan, dalam jarak sekitar 3 meter, seorang lelaki tiba-tiba saja menurunkan ritsleting celananya dan mempertotonkan alat kelaminnya.
Sontak saya kaget, dan spontan membuang muka. Segera saya bergegas menjauh dari sana. Mungkin saja ada orang lain yang juga melihat, karena saat itu situasinya cukup ramai.
Tidak habis pikir, begitu nekat dan tidak sungkan pelaku ini melakukan hal tersebut di muka umum dan di tengah keramaian.
Orang dengan perilaku seksual menyimpang seperti ini tergolong dalam penyimpangan seksual ekshibisionisme.