Mohon tunggu...
Bergman Siahaan
Bergman Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Public Policy Analyst

Penikmat seni dan olah raga yang belajar kebijakan publik di Victoria University of Wellington, NZ

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Keamanan Siber, Lagi-lagi Soal Kebijakan Publik

18 September 2022   16:08 Diperbarui: 19 September 2022   14:25 1257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keamanan siber (Gambar: Pete Linforth/Pixabay)

Akun Bjorka membuat heboh Indonesia di bulan September 2022. Dia mengaku meretas miliaran data dari Kementerian Komunikasi dan Informasi RI. Sebenarnya dia hanya daftar tambahan dari deretan pembuat gaduh dunia siber tanah air. Ya, sejarah mencatat beberapa pengaku hacker yang pernah membuat gaduh tanah air karena ulah serupa.

Hacker adalah sebutan untuk orang yang secara teknis menjebol sistem keamanan komputer (hacking), baik untuk tujuan positif maupun negatif. Bjorka dan deretan nama pembuat gaduh dunia siber lain sebenarnya belum tentu pelaku hacking, sebab sekali data dicuri, maka yang data tersebut bisa jadi "mainan" siapa saja.

Pencurian data siber (cyber exploitation atau data breaches) adalah salah satu bentuk kejahatan siber. Bentuk kejahatan lain adalah cyberattack yaitu penyusupan dan perusakan sebuah sistem pemrograman (National Research Council, 2014).

Meski pemerintah menyatakan bahwa data yang dibocorkan Bjorka bukanlah rahasia, keamanan siber harus jadi perhatian serius pemerintah. Sama seriusnya dengan pengelolaan kehidupan masyarakat di dunia nyata karena ada hak-hak pribadi di sana.

Esai ini tidak membahas peraturan atau teknis teknologi informasi tetapi hal yang justru menghasilkan keduanya, yakni kebijakan publik.

Tambang data

Cyber exploitation bukanlah hal baru. Di awal-awal internet menyerbu kehidupan masyarakat, yakni di akhir tahun 90an dan awal 2000an, kita sering mendengar pembobolan kartu kredit yang dilakukan para pelajar. Mereka pun pamer barang-barang keren yang dibeli dengan uang orang lain.

Sebenarnya, kalau hanya pencurian data pribadi seperti nomor telepon dan alamat, sejak jaman kakek-nenek kita juga sudah terjadi. Salin saja buku kuning alias Yellow Pages-nya perusahaan telekomunikasi. 

Dulu, para lelaki suka melakukan investigasi receh itu untuk mengetahui alamat atau nomor telepon perempuan yang ditaksir.

Namun seiring kehidupan manusia yang sudah "bermigrasi" ke dunia siber, data-data pribadi yang "diumbar" lebih lengkap lagi. Data bahkan detail sampai ke daftar keluarga, keuangan, kebiasaan, dan jejak kehidupan sehari-hari.

Jejak kehidupan ini bisa luas cakupannya, seperti foto, video, rute perjalanan sehari-hari, tempat-tempat yang biasa dikunjungi, nomor telepon yang sering berhubungan, situs yang sering dikunjungi, peminatan produk, jadwal kerja, pokoknya semua aspek kehidupan yang bersentuhan dengan internet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun