Mohon tunggu...
Benyamin Melatnebar
Benyamin Melatnebar Mohon Tunggu... Dosen - Enjoy the ride

Enjoy every minute

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Nightmare Basement

30 Agustus 2021   14:07 Diperbarui: 30 Agustus 2021   15:20 1276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: exofanfictionindonesia.wordpress.com

Sumber: exofanfictionindonesia.wordpress.com
Sumber: exofanfictionindonesia.wordpress.com

Bab IV

Kejadian – kejadian aneh

Lalu aku mendengar ada suara anak kecil sedang menangis. Apa aku tidak salah dengar, mana mungkin ada tangisan anak kecil di tengah malam seperti ini. Lagipula, hanya ada satu rumah di tengah hutan ini, yaitu rumahku. Jarak rumah tetanggaku saja berkisar dua puluh – tiga puluh meter. Bagaimana bisa? Pikirku. Aku penasaran dan berusaha mencari arah suara itu. Aku melewati beberapa keramik - keramik buatan China & Timur Tengah koleksi ayahku dan perlahan menyusuri lorong menuju ruang makan, aku ambil gelasku dan menuangkan dua kali ke dalam gelas karena haus yang melanda. Kemudian kudengar kembali tangisan itu dan semakin jelas di dapur. Begitu sampai dapur, suara itu berangsur-angsur hilang. Tetapi kemudian, tangisan itu muncul kembali dan tanpa sengaja, aku menginjak salah satu ubin dan seketika itu juga terbukalah sebuah pintu rahasia. Ruang apa ini, pikirku.

Perlahan, aku beranikan diri memasuki ruang yang gelap itu. Ruangan itu sangat pengap, penuh debu dan dihiasi jaring-jaring hitam laba-laba. Aku terbatuk – batuk untuk menyesuaikan diri dengan minimnya udara di ruangan bawah tanah itu dan berusaha menghalau debu menggunakan tangan, yang mencoba menyelinap ke indera penciumanku. Serangga - serangga berjalan kian kemari seolah - olah ada pesta makanan di ruangan gelap itu. Aku kembali ke dapur dan mengambil senter di lemari gantung yang berada di dapur. Kemudian turun kembali ke ruangan bawah tanah yang baru saja aku temukan. Aku menyenteri ruangan itu. Tangisan anak itu kembali terdengar. Aku menuruni anak tangga kembali dan sudah kuhitung ada tiga ratus anak tangga ke bawah. Sambil terus menuruni anak tangga. Aku sejenak berpikir, tempat apa ini. Apakah rumah ini dijadikan tempat penyiksaan saat Belanda menjajah Indonesia? Pikirku. Aku sampai pada ruangan di bawah tanah. Ruangan itu indah, ada kolam kecil di tengahnya. Ornamen bergaya Belanda terukir indah disetiap sudutnya. Ruangan bawah tanah ini bahkan lebih indah dan kokoh daripada rumahku. Ada sebuah lukisan bunga tulip berwarna oranye terpampang indah di dekat pusaran air mancur di dekat kolam. Sepertinya tempat ini menyimpan sebuah rahasia sejarah, pikirku. Aku berusaha menemukan suara anak kecil yang menangis itu. Tetapi tangisan itu berangsur - angsur menghilang, tidak ada siapa-siapa di sana. Tiba - tiba aku mendengar ada suara kaki melangkah, Aku menoleh ke belakang, mencari arah langkah kaki itu. Aku berkata “Siapa di sana! Ayah, apakah itu ayah? “

Aku mulai ketakutan, aku mulai menaiki anak tangga. Aku tidak sanggup, jumlah anak tangga ini terlalu banyak. Keringatku bercucuran, aku menaiki anak - anak tangga tanpa henti. Saat aku menaiki anak tangga, aku merasakan ada seorang pria yang ikut juga menaiki anak tangga, pria itu batuk tiada henti, aku merasa kasihan. Aku hanya tak habis pikir, mana mungkin ada kehidupan di ruang bawah tanah yang seperti kota mati ini. Ini pasti hanya mahkluk - mahkluk tak kasat mata yang hanya ingin menakutiku. Pria itu dalam sekejap sudah berada di depanku. Aku kaget setengah mati dan Ia memegang baju piyamaku. Tangannya penuh cairan hijau, wajahnya melepuh dan kedua bola matanya hampir keluar. Pria itu meminta pertolonganku. Lututku gemetaran, jari tanganku tak kuasa untuk melepaskan tangannya yang menarik piyamaku. Ya Allah, apa yang akan terjadi padaku di sini, pikirku. Hampir beberapa anak tangga lagi aku tiba di atas, akhirnya aku sampai juga di anak tangga paling atas. Tetapi seketika pintu ruangan bawah tanah itu tertutup. Aku berteriak, “ tidaaakkk! ”

Aku berteriak, “ ayah, ayah, apakah ayah mendengarku? ” Aku memukul pintu ruang bawah tanah berulang- ulang. Aku menangis tersedu - sedu dan berulang kali memanggil ayahku. Senter yang aku pegang hampir padam, sepertinya baterenya sudah suak. Aku merasakan ada bayangan dan beberapa kali melihat ada orang dengan tatapan tajam menatapku. Indra penciumanku seketika merasakan adanya aroma busuk di sekitarku dan dari atap tempatku berdiri, berjatuhan belatung dan ulat – ulat dan sebuah tubuh manusia jatuh tepat di atasku. Aku berteriak, “ tidakkkkk.” Aku ikut jatuh karena tertiban oleh tubuh itu. Aku perhatikan tubuh itu telah membusuk dan hampir terlihat tengkoraknya. Aku menangis karena takut, jantungku naik turun dan bulu kudukku merinding. Dalam kondisiku penuh ketakutan, aku tiba-tiba tak sadarkan diri.

“ Rifki, bangun nak. “ Ucap ayahku dengan lembut.

“Ayah, ayah kenapa ada di sini? Ayah temukan aku di mana? Apakah ayah yang menggendongku ke kamar? ” Sahutku.

“ Tidak sayang, kamu memang tidur di sini semalaman sama ayahkan.” Lirih ayahku.

“ Tidak ayah, aku semalam terkunci di ruang bawah tanah. Mari ikut aku, akan aku tunjukkan ruangan itu. ” Ucapku.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun