Mohon tunggu...
Tirto Karsa
Tirto Karsa Mohon Tunggu... Buruh Pabrik -

"Hidup hanya senda gurau belaka"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terkenang

9 Juni 2018   23:55 Diperbarui: 9 Juni 2018   23:55 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senja yang rapuh itu kembali hadir menyematkan warna jingga diseluruh penjuru langit. kamu menatapku penuh iba dengan bibir tipismu terus bergetar. Secangkir kopi yang aku hidangkan, masih kamu biarkan tenang dengan uap air yang perlahan mulai menghilang.

" Aku datang kesini untuk mengajakmu kembali ke kota." Ucapmu dengan suara bergetar.

" Untuk apa kembali ke kota?" Suaraku tegas.

Kamu menarik napas dalam-dalam. ketika telah kamu temukan kembali kekuatanmu. kamu Coba yakinkan aku . " Tidak ada yang lebih baik selain kita bergerak. Berhenti bukanlah sebuah pilihan buat kita kawan. Berhenti dan menyerah adalah tanda lemahnya keyakinan kita. Aku tahu, kamu tidak selemah itu."

Bicaramu terputus saat istriku menghampiri kita. Aku tahu, kamu selalu menghargai adik kandungmu itu melebihi siapapun. Aku tahu, kamu tidak menginginkan adikmu itu kesepian karena kita tinggalkan. Tetapi, panggilan jiwamu tentu mewajibkanmu untuk mengabaikan perasaan lemah itu. kamu berpaling dariku dan mencium kening adikmu.

" Rina - adikku, aku ingin membawa suamimu bersamaku ke kota. Di sana aku butuh banyak orang untuk membantuku memperjuangkan nasib saudara-saudara kita." 

Aku lihat matamu berkaca-kaca. Begitupun dengan istriku. tampak sekali dia mencoba menegarkan dirinya agar tampak kuat. Sebagai seorang istri, tentu dia ingin yang terbaik buatku. Diapun ingin, agar aku tetap bersamanya. Namun ajakanmu ke kota berarti membawaku jauh darinya.

" Tentu ini bukan karena harta. Aku yakin dalam perjuangan yang kita usahakan ini, hanya ridha tuhan yang paling kita nantikan. Lantas, kita hidup juga untuknya. Tetapi, memberikan nafkah dan menjamin keselamatan istriku adalah tanggung jawabku Rul. Aku harap, kamu memahami posisiku sekarang." Aku mencoba menenangkannya.

"Aku menghormati semua keputusanmu." kamu tarik kursi kayu tempat dudukmu mendekatiku. " Namun kamu harus tahu pula, keserakahan para penguasa sudah tidak bisa lagi dibiarkan. Mereka terlalu banyak mengambil harta kita. Mereka terlalu banyak mencuri warisan kita untuk anak cucu kita. Kamu tentu ingat perkataan Gandhi?" Dia melirik istriku yang berdiri terpaku memperhatikan tingkahmu.

" Siapa juga yang bakal meninggalkan ajaran baiknya. Kami kembali ke desa untuk merubah desa. Kami di sini mencoba untuk menjadi orang bermanfaat. Kamu tentu tahu, bagaimana aku mengupayakan obat gratis di sini?" Istriku tampak tidak terima. Dia meninggalkan kami berdua. Dan kemudian kembali lagi, " Hei Bahrul, aku dan kamu lahir dari rahim yang sama. Lahir diwaktu yang hanya berselang beberapa jam saja. Kita bersama sejak masih dalam rahim ibu kita. Jika kamu ingin melawan, jika kamu ingin berbuat kebaikan. Jangan hanya Rahman yang kamu libatkan. kamu perlu menghargaiku juga. Mengajakku bersamamu berjuang, aku tahu semua cara pikirmu. Jangan kamu remehkan aku." Tegas istriku.

kamu berdiri menghampiri istriku, memeluknya dan kembali pada tempatmu. " Sudah tidak ada alasan lagi buatmu menolakku. Hanya kamu yang mampu mengakses jaringan tersembunyi kita."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun