Di Balik Kamera: Antara Profesionalisme dan Mitos
Ketenaran Suzzanna memunculkan kisah-kisah mistik yang melegenda. Banyak orang percaya bahwa ia menjalani ritual khusus sebelum syuting, atau menjaga aura lewat bunga melati dan air putih. Namun sebagaimana dicatat dalam laporan Tempo.co (2018), cerita-cerita tersebut sebaiknya dipahami sebagai bagian dari mitos publik yang memperkuat karisma sang aktris, bukan fakta empiris.
Yang pasti, Suzzanna dikenal sangat profesional dan perfeksionis di lokasi syuting. Ia bisa mengulang adegan berkali-kali untuk mendapatkan ekspresi paling tepat. Rekan-rekan sejawatnya mengenangnya sebagai pribadi lembut dan religius, jauh dari kesan menyeramkan yang ia tampilkan di layar.
Kisah Dokumenter: Menghidupkan Kembali Sang Ratu
Setelah wafat pada 15 Oktober 2008 di Magelang akibat komplikasi diabetes, nama Suzzanna sempat redup. Namun proyek dokumenter Suzzanna: The Queen of Black Magic mengembalikan gaungnya ke panggung internasional.
Film ini memadukan cuplikan karya klasiknya, arsip wawancara, serta penelusuran jejak di Indonesia dan Belanda. Menurut laman resmi ffd.or.id, tantangan terbesar tim produksi adalah mengumpulkan arsip yang tersebar dan rusak karena usia.
Dokumenter ini telah tayang di berbagai ajang dunia: Sitges Film Festival (Spanyol), Phantasmagoria Horror Film Festival (Inggris), dan Festival Film Dokumenter (FFD) Yogyakarta 2024. Laporan KBA.one juga menyebut film ini meraih penghargaan Best Documentary Feature Film di Hallucinea Film Festival, Paris, meski keterangan resminya masih menunggu konfirmasi dari pihak festival.
Karya ini menjadi bukti bahwa kisah hidup Suzzanna memiliki daya tarik lintas budaya: sebuah horor yang tak hanya menakutkan, tetapi juga memikat.
Suzzanna dan Politik Budaya Orde Baru
Era 1970–1980-an adalah masa di mana sensor dan moralitas publik sangat ketat. Namun, film horor justru menjadi ruang bebas yang memungkinkan sineas menyampaikan kritik sosial secara simbolik.