Persoalan enggannya anak muda menjadi petani sejatinya adalah refleksi dari rendahnya penghargaan bangsa terhadap sektor pertanian. Pertanian sering dipandang sebagai pekerjaan kelas dua, padahal dari sana lahir fondasi ketahanan pangan nasional.
Negara harus hadir untuk mengembalikan martabat petani. Itu bisa dilakukan dengan menekan biaya produksi, menstabilkan harga di tingkat petani, menyediakan perlindungan sosial yang efektif, serta membuka jalan formalitas sektor pertanian.
Generasi muda memiliki potensi luar biasa dalam inovasi pertanian, baik lewat teknologi digital, mekanisasi, maupun sistem agribisnis modern. Namun, tanpa jaminan kesejahteraan, mereka akan tetap memandang sawah dan ladang sebagai jalan hidup yang suram.
Ke depan, tantangan terbesar bangsa bukan hanya menyediakan pangan, tetapi juga memastikan profesi petani tetap lestari. Tanpa regenerasi, krisis petani bisa menjadi krisis pangan. Jalan keluarnya ada pada keberanian negara menata ulang ekosistem pertanian agar lebih adil, menguntungkan, dan menjanjikan masa depan.
Petani tidak boleh hanya dikenang sebagai simbol romantis masa lalu. Mereka harus ditempatkan sebagai aktor utama yang layak dihormati, dihargai, dan sejahtera. Hanya dengan cara itu, profesi petani bisa kembali menarik bagi generasi muda, sekaligus menjaga masa depan pangan Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI