Di sisi lain, rantai pasok pangan masih dikuasai tengkulak atau middleman yang berperan besar dalam menentukan harga. Kondisi ini membuat petani terjepit di dua sisi: biaya produksi yang tinggi dan harga jual hasil panen yang ditekan. Tidak heran bila anak muda enggan masuk ke sektor yang sarat ketidakpastian semacam ini.
Pertanian Perlu Didorong ke Arah Formalitas
Pengamat ketenagakerjaan, Timboel Siregar, memberikan pandangan berbeda. Menurutnya, problem utama adalah sektor pertanian selama ini cenderung dilihat sebagai sektor informal. Padahal, jika pemerintah serius menjadikan pertanian sebagai sektor formal dengan regulasi jelas, jaminan perlindungan kerja, dan kepastian upah, generasi muda akan lebih tertarik terjun ke dalamnya.
Formalisasi pertanian juga dapat mendorong integrasi dengan sistem industri. Artinya, hasil panen tidak hanya dijual mentah, tetapi diolah sehingga memiliki nilai tambah. Dengan demikian, petani tidak sekadar menjadi produsen bahan mentah, melainkan bagian dari industri pangan yang modern dan berdaya saing.
Gerbang Tani dan Agenda Kebijakan Strategis
Pemerintah sebenarnya telah berupaya menjawab tantangan ini melalui Gerakan Kebangkitan Tani (Gerbang Tani) Indonesia. Program ini membawa tiga agenda strategis:
Land reform atau pembagian tanah untuk petani kecil, mengingat mayoritas hanya memiliki lahan kurang dari 0,5 hektare.
Peningkatan input produksi, seperti pupuk, bibit unggul, dan irigasi yang memadai.
Penguatan akses pemasaran, agar petani tidak selalu bergantung pada tengkulak.
Jika dijalankan konsisten, agenda ini dapat mengubah wajah pertanian Indonesia. Namun, kebijakan tidak boleh berhenti di atas kertas. Implementasi di lapangan harus menyentuh kebutuhan nyata petani, terutama generasi muda yang tengah menimbang masa depan.
Mengembalikan Gengsi Profesi Petani