Etika juga terkait erat dengan aspek keselamatan. Survei Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) menunjukkan perempuan di Indonesia 13 kali lebih rentan mengalami pelecehan seksual di transportasi publik dibanding laki-laki. Bus dan angkot menjadi moda dengan laporan terbanyak. Ini berarti, selain etika saling menghormati, perlu ada kesadaran untuk menjaga keamanan bersama, khususnya bagi kelompok rentan.
Belajar dari Luar Negeri
Di Jepang, penumpang biasa antre rapi di titik yang ditandai, menjaga keheningan, dan menghindari panggilan telepon demi menghormati penumpang lain. Makan dan minum tidak dianjurkan di kereta lokal, tetapi diperbolehkan di Shinkansen — bahkan tersedia meja lipat dan tray khusus, serta penjualan ekiben (bento stasiun) untuk dinikmati selama perjalanan. Di Singapura, konsumsi makanan atau minuman — termasuk air — dalam MRT maupun stasiun dilarang keras berdasarkan Rapid Transit Systems Act, dan pelanggaran dapat dikenai denda hingga SGD 500 atau lebihÂ
Peraturan tegas dan konsistensi penegakan hukum di kedua negara tersebut menjadi penopang budaya disiplin. Bukan semata-mata soal hukuman, melainkan pengingat bahwa kenyamanan publik adalah tanggung jawab bersama.
Membangun Etika di Indonesia
Indonesia punya modal untuk menumbuhkan budaya serupa. Program integrasi seperti Jak Lingko di Jakarta—yang menghubungkan TransJakarta, MRT, LRT, dan KRL dalam satu sistem tiket—sudah mempermudah perjalanan warga. Namun, keberhasilan infrastruktur ini harus dibarengi dengan peningkatan etika penggunanya.
Terdapat penelitian dengan judul "The effect of moral norm on public transport passengers’ behavioral intention (case study: Public transport passengers in Bogor, Indonesia)". Penelitian ini dilakukan pada 277 responden di Bogor dan menemukan bahwa norma moral berpengaruh positif secara signifikan terhadap niat menggunakan transportasi publik .
Penelitian oleh Dimas Rhoully Soeriaatmadja (2017) menemukan bahwa kualitas layanan (P-TRANSQUAL) dan kepuasan pelanggan memiliki pengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan TransJakarta, dengan kontribusi sebesar 63,7%. Selain itu, studi lain juga menegaskan bahwa peningkatan kualitas layanan berdampak positif terhadap kepuasan konsumen, yang selanjutnya dapat meningkatkan loyalitas.Â
Langkah awal bisa dimulai dari edukasi di sekolah tentang etika ruang publik, kampanye kreatif di stasiun atau halte, hingga pelibatan komunitas untuk menjadi agen perubahan. Penegakan aturan juga harus konsisten dan adil, agar warga melihat bahwa disiplin bukan sekadar slogan.
Transportasi umum adalah panggung tempat kita menguji kualitas sebagai warga negara. Kecepatan kereta atau kebersihan bus hanyalah sebagian cerita. Sisanya, yang justru lebih penting, adalah bagaimana kita memperlakukan sesama penumpang.
Etika dalam transportasi umum bukan sekadar sopan santun, melainkan investasi sosial yang menentukan wajah kota di mata dunia. Jika kita ingin kota yang berkelas global, maka budaya tertib dan saling menghormati di transportasi umum harus menjadi kebiasaan, bukan sekadar imbauan.