Ketika berbicara tentang masa depan Indonesia, diskusi sering berputar pada visi besar: kedaulatan pangan, kemajuan industri, pemerataan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan. Namun, di balik semua itu, ada satu instrumen yang kerap luput dari sorotan publik: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
APBN bukan sekadar tabel angka dan kolom neraca, melainkan jantung keuangan negara yang mengatur aliran darah pembangunan. Di tangan yang tepat, APBN dapat menjadi pengungkit kemajuan, melahirkan ekonomi yang tangguh, kemandirian nasional, dan kesejahteraan rakyat. Namun, di tangan yang salah, APBN bisa menjadi beban yang memperlambat langkah bangsa.
Menakar Kesehatan APBN
APBN yang sehat dapat diukur dari tiga indikator utama: pendapatan negara yang cukup dan berkelanjutan, belanja negara yang efektif dan tepat sasaran, serta pembiayaan yang terkendali. Dalam kerangka itu, defisit fiskal harus berada dalam batas wajar, utang dikelola dengan prinsip kehati-hatian, dan penerimaan negara---baik pajak maupun nonpajak---terus diperkuat.
Dalam konteks Indonesia, keseimbangan antara pendapatan dan belanja negara menjadi isu krusial. Pertumbuhan ekonomi yang stabil, di kisaran 4,7 - 5% per tahun, memberi ruang bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak tanpa membebani masyarakat secara berlebihan. Di sisi lain, belanja negara yang diarahkan pada infrastruktur produktif, pendidikan, dan kesehatan, memastikan APBN bukan hanya menghidupi birokrasi, tetapi juga menggerakkan roda ekonomi rakyat.
APBN sebagai Instrumen Kedaulatan
Kemandirian bangsa tidak lahir dari slogan, melainkan dari kemampuan negara mengatur dan membiayai kebutuhannya tanpa ketergantungan berlebihan pada pihak luar. APBN yang sehat menjadi benteng pertama dalam mempertahankan kedaulatan ekonomi.
Misalnya, saat pandemi Covid-19 melanda, APBN menjadi tameng yang menjaga daya beli masyarakat, menopang dunia usaha, dan memastikan pelayanan publik tetap berjalan. Tanpa ruang fiskal yang memadai, pemerintah akan sulit melakukan intervensi cepat dalam situasi krisis. Di sinilah pentingnya disiplin fiskal: menjaga agar ruang fiskal selalu tersedia untuk mengantisipasi guncangan.
Menuju Indonesia Tangguh dan Sejahtera
Indonesia yang tangguh adalah Indonesia yang mampu bertahan dan bangkit dari setiap krisis. Kemandirian adalah kemampuan mengelola sumber daya sendiri, mengurangi ketergantungan pada impor strategis, dan memperkuat industri domestik. Sementara kesejahteraan adalah tujuan akhir: distribusi kemakmuran yang adil dan berkelanjutan.