Mohon tunggu...
Benny Eko Supriyanto
Benny Eko Supriyanto Mohon Tunggu... Aparatur Sipil Negara (ASN)

Hobby: Menulis, Traveller, Data Analitics, Perencana Keuangan, Konsultasi Tentang Keuangan Negara, dan Quality Time With Family

Selanjutnya

Tutup

Bola

AC Milan dan Manchester United Absen dari Kompetisi Eropa 2025: Sejarah Kelam dan Tantangan Pemulihan

24 Mei 2025   09:05 Diperbarui: 23 Mei 2025   16:14 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemain AC Milan merasa kecewa setelah kalah dalam pertandingan final Coppa Italia antara AC Milan dan Bologna FC di Roma, Italia, pada 14 Mei 2025, di stadion Stadio Olimpico. (Foto: Tiziano Ballabio)

Di dunia sepak bola, sejarah bukan hanya ditulis oleh kemenangan, melainkan juga oleh kegagalan yang menggores luka mendalam. Musim 2024/2025 menjadi titik nadir yang tak terbayangkan bagi dua raksasa Eropa: AC Milan dan Manchester United. Klub-klub yang selama puluhan tahun menjadi langganan pentas Liga Champions kini harus menatap musim baru tanpa secuil pun tiket kompetisi Eropa. Sebuah kenyataan pahit yang tidak hanya mencederai harga diri, tetapi juga mengancam stabilitas finansial dan strategi jangka panjang mereka.

AC Milan: Terlalu Banyak Luka, Terlalu Sedikit Harapan

AC Milan mengawali musim dengan euforia setelah merebut Piala Super Italia. Sebuah pertanda awal yang menyiratkan mereka siap bersaing di semua kompetisi. Namun, setelah itu, performa inkonsisten menghantui. Hasil imbang, kekalahan menyakitkan, dan inkonsistensi strategi pelatih Sergio Conceicao membuat musim mereka perlahan membusuk. Kekalahan 1-3 dari AS Roma di pekan ke-37 Serie A menjadi klimaks pahit—hasil itu menempatkan Rossoneri di posisi kesembilan klasemen akhir, jauh dari jangkauan kompetisi Eropa.

Upaya terakhir untuk menyelamatkan musim datang melalui final Coppa Italia, di mana kemenangan akan membuka gerbang ke Liga Europa. Namun Bologna hadir dengan intensitas tinggi dan mengubur harapan itu lewat kemenangan tipis 1-0. Hanya dalam satu musim, Milan kehilangan semuanya—kompetisi, momentum, dan sebagian kepercayaan pendukungnya.

Dengan absennya AC Milan dari pentas Eropa, klub harus merespons cepat: perombakan skuad, evaluasi peran pelatih, dan manajemen anggaran yang ketat. Pendapatan dari hak siar dan sponsor akan menyusut drastis, memaksa manajemen untuk berpikir ulang tentang pengeluaran dan target musim depan.

Manchester United: Krisis Identitas di Theatre of Dreams 

Jika AC Milan mengalami tragedi, maka Manchester United sedang hidup dalam mimpi buruk yang tak kunjung usai. Musim ini menjadi salah satu yang terburuk dalam sejarah klub—mereka finis di posisi ke-16 Liga Inggris, capaian terburuk dalam lebih dari setengah abad terakhir. Satu-satunya harapan tersisa, yakni menjuarai Liga Europa, juga pupus setelah tumbang 0-1 dari Tottenham Hotspur di partai final.

Manajer Ruben Amorim berada dalam tekanan besar. Kabar beredar bahwa ia bersedia mengundurkan diri jika klub tak lagi mendukung penuh proyek jangka panjangnya. Namun pertanyaan mendasar tetap bergema di antara para penggemar: ke mana arah klub ini sebenarnya? Di tengah badai kritik, manajemen Setan Merah kini harus menimbang kembali filosofi permainan, model perekrutan pemain, serta bagaimana menghidupkan kembali roh kompetitif tim.

Manchester United mendapat kerugian cukup besar imbas kegagalan mereka menjuarai Liga Europa 2024-2025 (https://superball.bolasport.com) 
Manchester United mendapat kerugian cukup besar imbas kegagalan mereka menjuarai Liga Europa 2024-2025 (https://superball.bolasport.com) 
Tanpa partisipasi di Eropa, Manchester United juga harus merelakan pendapatan puluhan juta poundsterling dari UEFA, sponsor, dan penjualan merchandise. Efek domino ini bisa mengguncang seluruh struktur klub, dari akademi hingga strategi global branding yang telah mereka bangun selama dekade terakhir.

Lebih dari Sekadar Gagal, Ini Soal Masa Depan Klub

Ketidakhadiran AC Milan dan Manchester United di panggung Eropa tidak boleh dipandang sekadar sebagai hasil buruk satu musim. Ini adalah lonceng peringatan. Dunia sepak bola modern tak lagi memberi tempat bagi romantisme sejarah. Klub-klub besar tak kebal dari keterpurukan jika tak adaptif terhadap perubahan zaman, baik dari sisi taktik, manajemen, maupun teknologi.

Dengan hilangnya eksposur dari UEFA Champions League atau Liga Europa, kedua klub berisiko kehilangan daya tarik di mata pemain bintang, sponsor global, dan tentu saja generasi penggemar muda yang tumbuh dalam era digital. Dalam sepak bola modern, absen satu musim dari Eropa bisa berarti kehilangan momentum bertahun-tahun ke depan.

Menyusun Kembali Fondasi

Bagi AC Milan dan Manchester United, satu-satunya jalan keluar adalah menyusun kembali fondasi klub, bukan sekadar menambal kerusakan permukaan. Milan harus memperbaiki stabilitas lini pertahanan, memperjelas arah strategi Conceicao (jika tetap dipertahankan), serta memperkuat akademi agar lebih mandiri dari belanja mahal atau AC Milan menunjuk pelatih baru untuk membangun skuad yang lebih kompetitif dan kebutuhan jangka panjang. Menurut laporan dari La Gazzetta dello Sport, Roberto De Zerbi, kini menjadi kandidat utama untuk jadi pelatih baru AC Milan.

Manchester United, di sisi lain, harus mulai membangun kembali kepercayaan fans dengan komunikasi yang jujur dan terbuka. Tidak cukup hanya dengan membeli nama besar; klub harus punya proyek jangka panjang yang konkret, seperti yang dilakukan Arsenal bersama Mikel Arteta atau Liverpool di era awal Jurgen Klopp.

Momentum atau Malapetaka?

Sejarah telah menunjukkan bahwa klub-klub besar bisa bangkit dari keterpurukan—lihat saja Chelsea yang pernah absen dari Eropa namun akhirnya juara Liga Champions. Namun tak sedikit pula yang justru terbenam lebih dalam, seperti Leeds United atau Deportivo La Coruña yang menghilang dari panggung utama sepak bola Eropa setelah terpuruk beberapa musim.

Pertanyaannya kini: apakah musim 2024/2025 akan menjadi titik balik kebangkitan Milan dan Manchester United, atau justru awal dari era kelam baru dalam sejarah mereka? Semua tergantung pada keputusan hari ini—di ruang rapat, di ruang ganti, dan tentu saja di lapangan.

Karena dalam sepak bola, seperti halnya dalam hidup, bukan hanya soal seberapa keras kita jatuh. Tapi seberapa kuat kita bisa bangkit kembali.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun