Mohon tunggu...
Benny Eko Supriyanto
Benny Eko Supriyanto Mohon Tunggu... Aparatur Sipil Negara (ASN)

Hobby: Menulis, Traveller, Data Analitics, Perencana Keuangan, Konsultasi Tentang Keuangan Negara, dan Quality Time With Family

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Rahasia di Balik Anak Cerdas: Sentuhan Ajaib Seorang Ibu

6 Mei 2025   10:05 Diperbarui: 6 Mei 2025   10:01 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
                    Foto: Ilustrasi, ibu dan anak. (Dok. Pixabay) (https://www.cnbcindonesia.com)              

Di balik senyum polos seorang anak yang memamerkan kemampuan berhitung, membaca, atau sekadar menyusun balok warna-warni, sering kali tersembunyi sosok tak tergantikan: seorang ibu. Sebuah penelitian menarik dari Curtis Dunkel, pakar psikologi sekaligus peneliti independen dari Universitas Western Illinois, mengungkap betapa besar peran ibu dalam membentuk kecerdasan anak selama masa tumbuh kembang mereka.

Dalam studinya yang bertajuk "Dukungan Ibu Dapat Membuat Kecerdasan Umum Anak Terprediksi", Dunkel menganalisis data dari Early Head Start Research and Evaluation Study (EHSRE) yang melibatkan 1.075 anak lintas ras, jenis kelamin, hingga watak. Data yang dikumpulkan sejak 1996 hingga 2010 ini menyajikan temuan menarik: anak-anak yang mendapat dukungan dari ibu mereka cenderung memiliki skor kecerdasan umum lebih tinggi, bahkan setelah mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti tingkat kecerdasan sang ibu.

Temuan ini mempertegas pentingnya lingkungan awal bagi perkembangan anak. Seperti dikatakan Dunkel, "Efek dukungan ibu memang tidak bertahan sampai dewasa, karena perbedaan kecerdasan orang dewasa lebih banyak dipengaruhi faktor genetik. Namun, pengaruh itu penting untuk perjalanan hidup anak."

Yang dimaksud dengan kecerdasan umum di sini mencakup kemampuan kognitif seperti pemahaman bahasa, gerak tubuh, hingga perkembangan mental. Anak yang memiliki ibu suportif lebih mudah tertarik dan responsif terhadap rangsangan yang merangsang pemikirannya. Bahkan, meski faktor temperamen anak sempat diprediksi akan memperlemah hubungan ini, hasil penelitian justru menemukan bahwa efek dukungan ibu tetap signifikan, terutama di usia dini seperti empat tahun.

Bayangkan seorang ibu yang sabar menjawab pertanyaan "kenapa langit biru?", atau yang meluangkan waktu bermain sambil mengenalkan warna dan angka. Di momen-momen sederhana inilah sesungguhnya fondasi kemampuan berpikir seorang anak dibangun. Dari bahasa tubuh hingga percakapan hangat, semua menjadi jembatan anak untuk mengenal dunia.

Namun, seperti diakui Dunkel, saat anak menginjak usia dewasa, kontribusi lingkungan awal ini memudar, tergantikan oleh dominasi faktor genetik. Meski begitu, siapa yang bisa menyangkal bahwa masa kanak-kanak adalah periode krusial, saat benih kepercayaan diri, rasa ingin tahu, dan kegigihan mulai ditanamkan?

Temuan ini bukan sekadar angka atau data. Ia adalah pengingat bagi kita semua --- bagi para ibu, ayah, guru, bahkan pengambil kebijakan --- bahwa investasi terbaik bukan hanya pada mainan mahal atau sekolah elite, tapi pada kehangatan, kehadiran, dan dorongan tanpa syarat. Di era modern ketika orang tua kerap terjebak dalam kesibukan dan gawai, penelitian ini seakan menjadi alarm lembut untuk kembali memaknai peran keluarga sebagai ruang belajar pertama.

Penelitian Dunkel juga menantang kita untuk melihat ulang kebijakan publik. Program-program pengasuhan anak, terutama bagi keluarga dengan risiko sosial-ekonomi, bisa memanfaatkan temuan ini untuk menguatkan peran orang tua dalam mendukung anak-anak mereka. Ketimbang hanya fokus pada intervensi pendidikan formal, mengapa tidak juga memperkuat intervensi berbasis keluarga?

Dalam realitas yang lebih luas, peran ibu memang tak pernah sederhana. Ia tak hanya menjadi sosok penyemai kasih sayang, tetapi juga arsitek awal bagi daya pikir anaknya. Maka, ketika kelak kita mendengar pujian untuk seorang ilmuwan brilian, seniman jenius, atau pemimpin visioner, ingatlah bahwa di balik itu, ada seorang ibu yang dulu setia menuntun tangannya, menjawab rasa ingin tahunya, dan tak lelah mengatakan, "Kamu pasti bisa."

Seperti kata pepatah lama, tangan yang mengayun buaian adalah tangan yang mengguncang dunia. Dan kini, sains mulai membuktikan kebenaran itu.... dan kita harus ucapkan Terima Kasih Ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun