Mohon tunggu...
Benny Eko Supriyanto
Benny Eko Supriyanto Mohon Tunggu... Aparatur Sipil Negara (ASN)

Hobby: Menulis, Traveller, Data Analitics, Perencana Keuangan, Konsultasi Tentang Keuangan Negara, dan Quality Time With Family

Selanjutnya

Tutup

New World

Di Balik World App: Antara Janji Masa Depan Digital dan Ancaman Privasi

5 Mei 2025   16:45 Diperbarui: 5 Mei 2025   16:38 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komdigi membekukan sementara aplikasi World App usai viral di media sosial. (Foto: iStockphoto/Khanchit Khirisutchalual (https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20250505104352-185-1225746/apa-itu-world-app-yang-sempat-viral-hingga-dibekukan-komdigi/2)

Belakangan ini, media sosial di Indonesia ramai membicarakan World App --- sebuah aplikasi yang menjanjikan Rp800 ribu hanya untuk merekam data retina penggunanya. Tidak butuh waktu lama hingga berita ini viral, memancing rasa penasaran sekaligus kekhawatiran publik. Bahkan, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) turun tangan membekukan sementara izin operasionalnya di Indonesia. Namun, apa sebenarnya World App ini, dan mengapa ia menuai kontroversi?

Janji Dunia Baru: Identitas Digital dan Blockchain untuk Semua

World App adalah bagian dari ekosistem World, yang juga mencakup World ID, World Coin, dan World Chain. Di laman resminya, World menggambarkan World ID sebagai sistem untuk "membuktikan secara aman dan anonim bahwa Anda adalah manusia secara online." Dengan teknologi ini, mereka mengklaim bisa membedakan manusia asli dari bot dalam berbagai aktivitas digital --- mulai dari login aplikasi sosial, voting online, hingga pembelian tiket konser.

World App sendiri berfungsi sebagai dompet digital yang menyimpan World ID sekaligus menyediakan akses ke aset kripto dan aplikasi mini di dalamnya. Di balik layar, ada World Chain, sebuah blockchain yang dirancang khusus untuk manusia, bukan hanya mesin, dengan klaim keunggulan seperti biaya gas nol rupiah bagi pengguna terverifikasi.

Menariknya, World Coin sebagai mata uang kripto dalam ekosistem ini dapat diperoleh secara gratis oleh siapa saja yang mendaftar dan lolos verifikasi. Model ini, secara teoritis, terdengar seperti langkah revolusioner dalam mendemokratisasi ekonomi digital.

Di Balik Layar: Praktik Pengumpulan Data yang Mengundang Tanya

Namun, tidak semua pihak melihat proyek ini dengan penuh optimisme. Investigasi dari MIT Technology Review pada 2022 menemukan bahwa Worldcoin --- perusahaan di balik World App --- telah mengumpulkan data biometrik dari kelompok rentan di berbagai negara, termasuk desa-desa di Jawa Barat. Di beberapa tempat, bahkan ada iming-iming hadiah seperti AirPods bagi mereka yang mau memindai retina.

Yang mengkhawatirkan, proses ini dilakukan tanpa transparansi yang memadai kepada para peserta, membuka ruang bagi pelanggaran privasi yang serius. Meski perusahaan mengklaim data retina hanya digunakan untuk menciptakan "IrisHash" --- kode terenkripsi yang disimpan secara lokal --- dan bahwa data tersebut akan dihapus usai pelatihan AI selesai, publik tetap berhak mempertanyakan: seberapa aman data biometrik ini?

Dibekukan Pemerintah: Langkah Preventif atau Tanda Bahaya?

Di Indonesia, Komdigi memutuskan untuk membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) untuk Worldcoin dan WorldID. Alasannya? Selain viralnya berita pemberian Rp800 ribu di Bekasi, ternyata mitra lokal Worldcoin, PT Terang Bulan Abadi, belum terdaftar sebagai PSE resmi.

Langkah ini dinilai sebagai tindakan preventif agar tidak terjadi kerugian atau penyalahgunaan data masyarakat. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menegaskan bahwa ketidakpatuhan terhadap kewajiban pendaftaran adalah pelanggaran serius.

Namun, di balik kebijakan ini, publik masih bertanya-tanya: mengapa platform yang mengklaim membawa "masa depan internet" justru bermain di wilayah abu-abu regulasi?

Mengapa Kita Harus Peduli?

Masalah privasi bukan lagi isu eksklusif bagi kalangan pegiat teknologi. Di era digital saat ini, data adalah mata uang baru. Ketika data biometrik seperti retina, detak jantung, dan tanda vital dikumpulkan secara masif, potensi penyalahgunaan menjadi sangat besar. Sekali data itu bocor atau disalahgunakan, dampaknya bisa jauh lebih besar daripada sekadar kebocoran nomor ponsel atau email.

Selain itu, pendekatan Worldcoin yang menyasar kelompok rentan menimbulkan pertanyaan etis. Apakah janji akses ekonomi digital benar-benar untuk memberdayakan, atau justru mengeksploitasi kebutuhan mereka?

Di Mana Peran Negara dan Kita?

Pemerintah sudah mengambil langkah awal dengan pembekuan izin, tapi langkah berikutnya tidak kalah penting: regulasi yang lebih ketat, edukasi publik soal risiko data biometrik, dan transparansi dari para penyedia layanan.

Bagi masyarakat, penting untuk tidak terbuai oleh iming-iming hadiah instan. Kita perlu lebih kritis sebelum menyerahkan data pribadi, apalagi data biometrik, yang sifatnya tidak bisa diubah seperti password atau email.

Antara Harapan dan Kewaspadaan

World App membawa gambaran menarik soal masa depan digital yang inklusif dan adil. Namun, tanpa tata kelola yang ketat dan perlindungan privasi yang kuat, ia berpotensi menjadi pedang bermata dua. Saat dunia melaju makin cepat menuju digitalisasi, satu pelajaran yang tak boleh kita lupakan adalah ini: kemajuan teknologi tidak boleh mengorbankan martabat dan hak-hak dasar manusia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun