Mohon tunggu...
Benny Rhamdani
Benny Rhamdani Mohon Tunggu... Novelis - Kreator Konten

Menulislah hal yang bermanfaat sebanyak mungkin, sebelum seseorang menuliskan namamu di nisan kuburmu. | Subscribe YouTube @bennyinfo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tarawih Terakhir di Masjid IPDN Jatinangor, Setangkup Kangen Pulkam

5 Juni 2018   14:10 Diperbarui: 6 Juni 2018   08:04 2683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana tarawih di Masjid Darul Ma'arif IPDN Jatinangor, Jawa Barat (foto:Benny)

Saya sengaja mendatangi Masjid Darul Ma'arif  yang terletak di lingkungan kesatriaan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Saya dengar jamaah tarawih di masjid itu selalu ramai kendati bulan Ramadhan telah lewat dari separuhnya. Padahal kebanyakan di masjid lain mulai menyusut barisan jamaah shalat tarawihnya.

Saat adzan Isya berkumandang, Minggu 3 Juni 2018, saya ikut masuk ke dalam masjid megah yang dibangun sejak tahu 1995 tersebut. Beberapa praja dengan seragam cokelat muda tampak tergesa menuju tempat wudlu karena mereka baru saja menikmati hari pelesir ke luar kampus. Sebagian besar sudah berada di dalam masjid sebelum adzan berkumandang. Takub juga melihat isi masjid dipenuhi praja (pria) hingga ke koridor samping. Sementara praja putri di bagian belakang.

Saya merinding melakukan tarawih dengan suasana yang khusyu dan jumlah jamaah yang bukan hanya puluhan, tapi ribuan orang. Dan, saya baru mengetahui seusai witir, malam itu merupakan tarawih terakhir untuk praja tingkat IV (akhir) di masjid IPDN. 

"Ya, saya sudah packing dari beberapa hari lalu. Jadi setelah apel langsung pulang kampung," ujar Adha Ariffian Baretta Tohari, praja asal Malang, Jawa Timur.

Adha  merasa sedih karena malam itu merupakan tarawih terakhirnya di masjid IPDN. "Dan sebentar lagi saya lulus, bulan Agustus akan dilantik oleh Bapak Presiden Jokowi. Saya belum tahu penempatan tugas setelah lulus. Jika di IPDN ini, pasti bisa merasakan tarawih di sini lagi. Tapi jika jauh dari sini, pasti saya akan merasa kangen bisa tarawih di sini. Kapan lagi bisa tarawih dengan 3.000 orang seperti ini?" jelasnya.

Aldino, Adha, dan Dedy, praja IPDN yang merasakan tarawih terakhir bersama. (Foto: Benny)
Aldino, Adha, dan Dedy, praja IPDN yang merasakan tarawih terakhir bersama. (Foto: Benny)
Toh, kesedihannya sementara bisa diatasi dengan berkumpul bersama keluarga di kampung halaman.

Selain Adha, ada juga Muhammad Akmal Aldino, praja yang bersiap pulang kampung dengan jarak cukup jauh hingga ke Morotai, Maluku Utara. Aldino mengaku masih bisa mengikuti tarawih dua malam lagi di masjid IPDN. Sebab, praja tingkat III ini baru mendapat tiket pesawat ke Ternate pada 7 Juni 2018. 

Aldino tentu tak khawatir bakal merindukan tarawih di Masjid IPDN karena bisa merasakan kembali tahun depan. Dia lebih merindukan keluarganya yang terakhir dilongoknya saat cuti akhir tahun 2017.

"Saya juga rindu dengan tradisi bulan Ramadhan di kampung. Di tempat saya biasanya ada tradisi membangunkan sahur bersama-sama. Nanti oleh penghuni rumah yang dibangunkan akan dikasih uang sekitar Rp50.000. Selain itu saya kangen masakan kue cucur khas Morotai, juga ikan laut yang segar dengan bumbu mentah," kata Aldino bersemangat. Maklum, Jatinangor jauh dari laut jadi susah mendapat ikan laut segar.

Untuk pulang ke kampung halamannya, Aldino harus menempuh perjalanan darat ke Jakarta lebih dulu menuju Bandara Soekarno Hatta. Baru kemudian terbang ke Ternate. Dari Ternate masih harus naik pesawat ATR sekitar 30 menit atau lewat jalur laut bisa hingga 12 jam.

Suasana shalah berjamaah di masjid IPDN yang tak pernah sepi. (foto: Aris)
Suasana shalah berjamaah di masjid IPDN yang tak pernah sepi. (foto: Aris)
Sementara itu, praja tingkat III lainnya, Dedy Febrianto Muhammad juga merasa bakal merindukan suasana tarawih di masjid IPDN. "Terutama jumlah rakaatnya di sini lebih banyak dibandingkan di kampung saya," jelas pria asal Bungku Selatan, Morowali, Sulawesi Tengah.

Tak hanya tarawih, tradisi melewati bulan puasa berbeda antara IPDN dengan kampungnya. "Yang bikin kangen pengen pulang kampung suasana tanpa sinyal. Juga membangun menara bambu sekitar 10 meter sampai 15 meter untuk membangunkan orang sahur. Nanti menara itu juga dilombakan dan dinilai," kata Dedy yang harus menempuh waktu 2-3 hari untuk sampai kampung halamannya dari Bandung.

Dedy juga ingin segera kembali kampung halamannya lantaran masalah makanan. "Kalau di kesatriaan kan makanannya kurang variasi dan kita harus terima yang disediakan. Kalau di rumah bisa minta sesuai keinginan kita ke orangtua," senyum Dedy.

Suasana Toleransi

Pengasuh praja sneior, Aris, bahkan ikut berbaur dengan para praja semua tingkatan saat buka puasa bersama. (Foto: Aris)
Pengasuh praja sneior, Aris, bahkan ikut berbaur dengan para praja semua tingkatan saat buka puasa bersama. (Foto: Aris)
Kasat Dharma Wasana Praja, Aris Ratu Djaga SSTP yang setiap harinya mengawasi dan mengasuh praja tingkat IV mengakui bahwa suasana bulan puasa puasa di Ramadhan lebih relijius dari biasanya. Sebut saja buka puasa bersama semua tingkatan yang berbaur tak seperti biasanya.

"Kami berusaha menciptakan suasana buka puasa yang lebih santai, tidak terlalu formal seperti waktu makan biasanya," jelas Aris.

Selain itu, para praja juga dilibatkan dalam acara bakti sosial dengan memberikan bantuan dan santunan ke yayasan yatim piatu dan dhuafa Mutiara Bani Solihin, Panti Asuhan Riyadthul Jannah, dan Yayasan Lemorai Timor. "Santunan berupa dana tunai, bantuan peralatan sekolah, sembako dan lainnya. Program ini mendapat arahan dari Kepala Bagian Pengasuhan bapak Syamsu Khoirudin, SSTP, M.Si," imbuh Aris yang juga mantan praja IPDN.

Persiapan pembagian takjil untuk warga di depan gerbang IPDN. (foto: Aris)
Persiapan pembagian takjil untuk warga di depan gerbang IPDN. (foto: Aris)
Para praja IPDN juga melakukan acara pembagian takjil gratis di depan gerbang IPDN. Siapapun warga yang melintasi jalan Jatinangor boleh mendapatkan takjil tersebut. Yang tak kalah seru, acara pembagian takjil tersebut melibatkan praja non-muslim di IPDN, seperti praja Nasrani dan Hindu. "Kami memang ingin mengembangkan rasa toleransi sesama mereka," jelas Aris.

Diakui Aris, pendekatan relijius ini sangat efektif untuk menumbuhkan semangat kebersamaan dan welas asih. Tak hanya saat bulan puasa, praja non-muslim membantu kegiatan Ramadhan. Saat perayaan Natal, praja muslim juga ikut serta membantu para praja Nasrani.

Malam makin larut. Usai tarawih semua praja harus mengikuti apel malam. Tampak wajah-wajah bahagia karena sebentar lagi mereka bisa bertemu orangtua mereka di kampung halaman.

^_^

Ramadhan 1439 H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun