"Dulu kita kemana-mana bersama, jauh tetap berkomunikasi, pulang kerja kita habiskan waktu ngopi bersama, sekarang? Dasar dia itu ya, tukang rebut saja."
"Eh jangan gitu lah, aku masih sayang masih care sama kamu."
Jantungku berdebar kencang mendengar percakapan itu, sesak seketika oksigen tak mampu mengalir ke otak. Aku merasa menjadi penyebab diantara mereka.
Aku rasa masalah itu harus disudahi, aku akan pergi dan menjauh, toh selama ini juga mesra enggak juga kog. Malah kalau aku tanya ini itu selalu dijawa 'heran'
Aku segera melangkah ke meja hanya untuk mengambil tas dan berpamitan.
"Mbak Ayu, sudah tadi ya? Untung mbak datang, kami tinggu dari tadi. Karena sudah ada mbak Ayu, aku pulang duluan ya, makasih." Terlihat wajah mbak Ayu terkejut dengan kedatanganku yang tiba-tiba.
Setelah salaman dan cipika cipiki dengan mbak Ayu aku pun hengkang dari tempat itu dengan sudut mata yang mulai mengembun, aku hanya melirik sebentar ke arah mas Ezar dan mengangguk tanda aku telah mengerti.
Ojol pun aku pesan, dia yang setia mengantar kemana ku mau tanpa harus merasa heran denganku.
Aku punya rasa, aku punya cinta dan sayang pada yang kupuja, namun bila itu membuatku menyandang gelar pelakor, maka aku simpan itu hanya untuk orang yang tepat yang tak terikat dengan siapapun.
Hidup ini pelajaran, bahkan dari kebohongan sebuah ucapan tapi jangan harap mata akan berdusta. Maaf aku bukan pelakor lelakimu.
=end=