Mohon tunggu...
Benediktus Bayu Widya Puryanta
Benediktus Bayu Widya Puryanta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Benediktus Bayu Widya Puryanta adalah Mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro yang memiliki hobi untuk membahas isu-isu terkait Politik dan Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus Kesewenang-wenangan Aparat di Indonesia: Urgensi untuk Memperbaiki Kualitas Struktur Hukum di Indonesia

16 Januari 2024   14:07 Diperbarui: 16 Januari 2024   14:21 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: benarnews.org

Baru-baru ini Indonesia tengah dihebohkan dengan sejumlah kasus kesewenang-wenangan aparat baik itu dilakukan oleh oknum Polri maupun oknum TNI. Beberapa kasus kesewenang-wenangan aparat di Indonesia yang baru ini terjadi adalah kasus penangkapan pedangdut Indonesia Saipul Jamil bersama asisten nya pada tanggal 5 Januari 2024 di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat karena dugaan penyalahgunaan narkotika. Setelah diperiksa ternyata Saipul Jamil dinyatakan negatif  melalui tes urine. Kasus penangkapan Saipul Jamil ini merupakan salah satu bentuk kesewenang-wenangan aparat karena jika dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) penangkapan yang dilakukan kepada Saipul Jamil ini bukanlah penangkapan yang sesuai dengan prosedur penangkapan pada proses penyidikan. 

Penangkapan dalam proses penyidikan merupakan suatu upaya paksa untuk mengamankan tersangka. Sebelum melakukan penangkapan, penyidik perlu mengumpulkan bukti permulaan yang cukup terlebih dahulu seperti diatur dalam Pasal 17 KUHAP. Bukti permulaan yang cukup dapat terdiri dari keterangan dalam proses penyelidikan, keterangan saksi, keterangan ahli, dan barang bukti. Bukti permulaan yang cukup ini juga harus mengacu kepada standar minimal dua alat bukti seperti pada Pasal 183 KUHAP.  Tujuan dari bukti permulaan ini adalah untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka atas suatu tindak pidana dan untuk menduga bahwa suatu tindak pidana tersebut telah dilakukan oleh seseorang. 

Selain kasus penangkapan Saipul Jamil, kesewenang-wenangan aparat juga terjadi di Boyolali dalam kasus penganiayaan simpatisan PDIP yang dilakukan oleh oknum anggota TNI. Penganiayaan itu dipicu karena simpatisan PDIP melakukan konvoi di depan Kompi B Yonif Raider 408/Sbh. Komandan Kodim 0724/j Letkol Inf Wiweko Wulang Widodo mengatakan bahwa kejadian penganiayaan ini diakibatkan oleh kesalahpahaman antara pihak yang terlibat. Penganiayaan yang dilakukan oleh oknum anggota TNI terhadap simpatisan PDIP di Boyolali ini jelas merupakan bentuk kesewenang-wenangan aparat. 

Sebenarnya selain dua kasus di atas telah banyak terjadi kasus kesewenang-wenangan aparat di Indonesia sebelum tahun 2024. Contohnya adalah kasus penangkapan sewenang-wenang oleh aparat terhadap 2.643 orang di 10 daerah berbeda pada aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja pada 8 Oktober 2020. Lalu kasus kesewenang-wenangan aparat juga terjadi di Nagari Air Bangis, Pasaman, Sumatera Utara dalam aksi penolakan proyek strategis nasional. 

Banyak kasus kesewenang-wenangan aparat di Indonesia terjadi karena kepentingan politiik, kesalahan prosedur, dan emosi yang mengganggu profesionalitas kinerja aparat. Aparat sebagai salah satu struktur hukum di Indonesia seharusnya berfungsi sebagai penegak dan penjaga hukum di Indonesia yang menjalankan tugasnya secara profesional dan tetap mengedepankan hukum. Bermacam-macam kasus kesewenang-wenangan aparat yang mengganggu profesionalitas kinerja aparat Indonesia ini telah memunculkan suatu urgensi untuk memperbaiki kualitas aparat sebagai struktur hukum di Indonesia. Perbaikan kualitas aparat akan berdampak kepada meningkatnya kepatuhan masyarakat kepada hukum. Hans Kelsen dalam teori aspek rangkapnya menjelaskan bahwa aparat perlu bertindak sesuai dengan hukum karena masyarakat akan merespon tindakan aparat ini dengan kepatuhan. 

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas aparat di Indonesia. Beberapa cara tersebut seperti:

1. Menjamin netralitas aparat dari segala aktivitas politik di Indonesia

2. Melaksanakan pendidikan hukum kepada aparat dari hulu ke hilir untuk menjamin pengetahuan hukum oleh seluruh struktur aparat

3. Pembentukan aparat yang lebih terbuka yang berkerjasama langsung dengan masyarakat untuk membantu meningkatkan profesionalitas aparat dalam menjalankan tugasnya.

Beberapa cara di atas telah dilaksanakan di Indonesia, tetapi pelaksanaan tersebut masih kurang optimal sehingga masih banyak terjadi kasus kesewenang-wenangan aparat di Indonesia. Polri dan TNI sebagai aparat di Indonesia seharusnya berkomitmen untuk mengoptimalkan upaya peningkatan kualitas aparat, tidak hanya dari pelaksanaan kebijakan Polri dan TNI yang sudah ada saat ini tetapi juga pengembangan kebijakan baru yang dapat membantu meningkatkan kualitas aparat di Indonesia. Perbaikan kualitas aparat di Indonesia harus menjadi urgensi baru Polri dan TNI bersama dengan menegakan dan menjaga hukum di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun