Mohon tunggu...
I Made Sarjana
I Made Sarjana Mohon Tunggu... Petani - Orang desa penjelajah nusantara

Petani bekerja dengan hati, nyambi jadi peneliti untuk kemajuan negeri

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menjadikan Kampung Lobo, Teluk Triton, Kaimana Bukan Sekadar Objek Foto

6 Desember 2021   03:53 Diperbarui: 11 Desember 2021   20:24 1084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari obrolan yang hangat dan bersahabat itu, penulis menyadari bahwa warga Kampung Lobo cukup memahami pariwisata dimana wisatawan datang untuk bersenang-senang atau mencari pengalaman baru. Pace Danyel pun memaparkan ada sejumlah daya tarik wisata di Kampung Lobo, mulai dari peninggalan bersejarah seperti Fort du Bus, mitos Burung Garuda yang menjadi lambang NKRI, satwa endemic Papua yang dilindungi yakni Burung Cendrawasih, air terjun, kemegahan Gunung Amansiri yang menjadi latar Kampung Lobo hingga keindahan Taman bawah laut di sekitar kampung tersebut.

Penulis pun berkesempatan melihat dari dekat sejumlah daya tarik wisata yang dijelaskan Pace Danyel seperti Fort du Bus peninggalan zaman Belanda yang memiliki nilai sejarah kenyaman nenek moyang warga Kampung Lobo bermukim di kawasan tersebut. 

Diceritakan warga setempat, lokasi Fort du Bush  itu dipilih orang Belanda untuk mengikat anjing dan anjing itu dipukul agar bersuara melengking. Lengkingan suara anjing dapat memancing burung garuda hitam yang bersarang di Gunung Amansiri untuk keluar mencari mangsa. Begitu burung garuda itu terbang di atas anjing, ditembak dan akhirnya jatuh di sebuah pulau digugusan pulau kars yang ada di Teluk Triton. 

Dalam cerita yang diterima warga Kampung Lobo bahwa burung garuda itu menetas dari dua telur di sarangnya, ada burung garuda putih yang terbang ke wilayah Kaimana dan burung garuda hitam tetap bersarang di Gunung Amansiri. Garuda hitam ini sangat buas dan memangsa penduduk yang kelihatan dari udara sedang bekerja di darat dan di laut. Akibatnya, nenek moyang warga Kampung Lobo yang hidup sebelum kedatangan Kolonial Belanda di Kaimana hanya berani beraktivitas pada malam hari karena takut dimangsa burung garuda jahat tersebut.

Fort du Bus tonggak sejarah Kampung Lobo/dokpri
Fort du Bus tonggak sejarah Kampung Lobo/dokpri
Selain mengeksplorasi daya tarik wisata di Kampung Lobo, penulis juga berkesempatan menaiki anak tangga seribu di Pantai Siam Merawas. Tangga seribu ini dibangun Pemkab Kaimana tahun 2015 bersamaan dengan tempat swafoto 'ular tangga' di DTW Kolam Sisir. Tangga seribu yang dibangun dari kayu besi menuju sebuah menara pandang/viewing deck diatas perbukitan. 

Dari menara pandang tersebut, wisatawan dapat menikmati keindahan gugusan pulau kars yang menawan. Lokasi ini dapat menghasilkan foto yang mirip dengan DTW Raja Ampat. Mungkin hal ini menjadi alasan, wisata maritime Teluk Triton kerap dibandingkan dengan potensi wisata Raja Ampat. 

Di Siam Merawas, wisatawan dapat belajar tentang flora dan fauna endemic. Ada kayu susu yang berfungsi untuk obat malaria ataupun kayu genemo yang jadi bahan pembuatan noken Papua. Sepanjang perjalanan penulis dapat menikmati lantunan suara burung cendrawasih yang merdu di telinga. Pa Toni menunjukkan ke penulis ada tiga burung Cendrawasih bertengger di dahan.

Frans, Warga Kampung Lobo memandu penulis mengeksplorasi wilayahnya/dokpri
Frans, Warga Kampung Lobo memandu penulis mengeksplorasi wilayahnya/dokpri

Eksplorasi tersebut memberikan gambaran bahwa Kampung Lobo memiliki segudang daya tarik wisata yang dapat disuguhkan bagi wisatawan mulai dari tonggak sejarah penting hingga birds watching. Hanya saja, warga setempat belum mampu meraih manfaat baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Secara ekonomi, potensi wisata tersebut seharusnya dapat menambah pendapatan keluarga. 

Secara sosial, DTW yang ada sudah pasti meningkatkan solidaritas dan kebanggaan warga kampung, dan aktivitas parwisata dapat memotivasi/menginspirasi warga untuk aktivitas yang ramah lingkungan. Dalam obrolan singkat penulis bersama bapak Putu Nila Kencana melakukan edukasi terkait kiat-kiat meningkatkan keterlibatan warga kampung pada sektor pariwisata. 

Pak Putu Nila menekankan pentingnya peningkatan kapasitas warga melalui pendidikan formal dan non formal. Penulis mengajak tokoh dan warga Kampung Lobo membentuk kelompok sadar wisata (pokdarwis) sebagai wahana meningkatkan keterlibatan mereka sehingga mampu meraih manfaat dari pariwisat. Dalam obrolan ringan tersebut, disepakati tokoh muda Kampung Lobo, Frans ditugaskan menginisiasi terbentuknya pokdarwis.  

Kesepakatan lisan ini menjadi secercah harapan meningkatkan eksistensi Kampung Lobo menjadi kampong wisata yang bukan sekedar objek foto namun wisatawan yang datang mendapat pengalaman lebih, dan masyarakat lokal mendapatkan manfaat dari pariwisata. Harapan itu akan dapat terealisai, jika warga segera memulai dalam meningkatkan kapasitas diri. Salam pemberdayaan masyarakat pada sektor pariwisata di Kambung Lobo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun